Akhirnya Undang-Undang Keistimewaan Disyahkan

Akhirnya Undang-Undang Keistimewaan Disyahkan

Polemik RUUK yang sempat menyita perhatian publik di Yogya. Bahkan ‘memecah’ masyarakat Yogya dalam dua kutub antara Pro Penetapan dan Pro Pemilihan, dan kelompok masyaralat lainnya diluar keduanya. Pro penetapan menghendaki, Sultan HB X dan Paku Alam IX dalam RUUK ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur. Pro pemilihan menghendaki, berdasartkan UU Piklada, Kepala Daerah, termasuk di DIY, seperti halnya di daerah-daerah lainnya di Indonesia, dipilih oleh rakyat. Polemik ini cukup lama dan secara politik kelihatan dinamis. Pemerintah pusatpun ‘menghendaki’ dalam RUUK Gubernur dan Wakilnya dipilih langsung oleh rakyat.

Tetapi, polemik itu sekarang sudah berakhir, karena UUK (Undang-Undang Keistimewaan) sudah disyahkan dan Gubernur serta Wakilnya ditetapkan untuk masa jabatan 5 tahun, untuk kemudian bisa ditetapkan lagi, tentu saja dengan melihat usia.

Yang penting untuk dipikirkan, setelah status Istimewa ‘menempel’ di tubuh Yogya, adalah bagaimana mengoperasional Keistimeewaan itu untuk masyarakat Yogya. Kita, penting untuk tahu, apakah sistem operasional dari Keistimewaan sudah disediakan, sehingga status itu bisa berguna dan bermakna bagi masyarakat Yogya. Karena status Keistimewaan tidak hanya untuk kota Yogya, melainkan Propinsi DIY, artinya 4 Kabupaten dan 1 Pemerintah Kota dengan sendirinya mempunyuai ‘hak yang sama’ untuk mewujudkan Keistiemwaan bagi masyarakatnya.

Akhirnya Undang-Undang Keistimewaan Disyahkan

Untuk memilih dua sektor dari sejumlah sektor yang ada, agar Keistimewaan bermakna dan berguna bagi masyarakat Yogya, sektor pelayanan publik dan sektor kebudayaan penting untuk diperhatikan. Dua sektor ini langsung bersentuhan dengan masyarakat dan Keistimewaan Yogya bisa memiliki makna apabila dioperasionalkan secara tepat.

Pada sektor pelayan publik misalnya, dua hal yang penting untuk masyarakat ialah subsektor pendidikan dan subsektor kesehatan. Keistimewaan Yogya perlu bisa menjamin agar warga Yogya tidak kesulitan mengakses pendidikan, tidak harus gratis, dan tidak terlalu mahal, yang penting semua warga usia sekolah bisa memperoleh pendidikan dengan mudah. Hal yang sama juga untuk subsector kesehatan, agar bagaimana warga Yogya bisa memperoleh pelayanan kesehatan secara memadai. Kartu Kesehatan yang dimiliki warga masyarakat, tidak terlalu rumit prosesdurnya ketika digunakan.

Tak kalah pentingnya, berkaitan dengan pajak kendaraan bermotor. Karena di Yogya ruang kotanya sempit, sehingga banyak orang Yogya yang pindah dipinggiran kota, dan ada diwilayah kabupaten lainnya, terutama Bantul dan Sleman, tetapi pajak kendaraan masih di kota. Karena agak susah harus mutasi nomor kendaraan. Hal ini penting untuk diperhatikan, agar pembayar pajak kendaraan tidak merasa dipersulit. Ironis rasanya: membayar pajak kok dipersulit. Dalam konteks ini, Keistimewaan Yogya bisa memberikan inspirasi agar pihak yang berwenang bisa melayani masyarakat yang mengurus pajak kendaraan di tengah kegembiraan status Keistimewaan yang melekat.

Akhirnya Undang-Undang Keistimewaan Disyahkan

Pada sub Kebudayaan, penting sekali menghidupkan kebudayaan berikut produk keseniannya di daerah-daerah. Sebab, wilayah daerah di DIY, terasa sekali tidak ‘memperhatikan’ kebudayaan dan kesenian. Sektor ini, yang sebenarnya menjadi landasan dari RUUK, malah terasa diabaikan. Ruang-ruang untuk kebudayaan dan kesenian, berikut fasilitasnya perlu dibuka secara transparan, sehingga masyarakat Yogya bisa merasa memiliki ‘status Keistimewaan’.

Tentu saja, tidak cukup merasa sudah ‘menang’ karena RUUK telah disyahkan menjadi UUK, dan Gubernur serta wakilnya tidak dipilih, melainkan ditetapkan. Esensi Keisitewaan tidah hanya ‘penetapan’ tetapi perlu untuk diperluas agar masyarakat Yogya betul-betul ‘merasakan’ apa yang dimaksud dengan Keistimewaan. Seluruh komponen masyarakat, termasuk pro penatapan, perlu mengambil sikap kritis, apakah Keistimewaan dioperasionalkan dalam bentuk kebijakan, sehingga warga Yogya menjadi tambah sejahtera dari sebelumnya. Sebab, jika terlelap dengan status Kesitimewaan, tetapi persoalan lama dibidang pendidikan, kesehatan misalnya, masih tidak berubah, artinya Keistimewaan jatuh hanya sebagai slogan.

Kita semua penting untuk mengambil sikap kritis terhadap Keistimewaan, agar status Keistimewaan bisa bermakna bagi masyarakat. Bukan malah berhenti pada kebanggaan. Kalau hal terakhir ini yang dipilih, artinya kita menapaki jalur ilusif.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta