KURSUS MACAPAT
Gladhen 3
Pada gladhen atau latihan tembang macapat edisi ke 3 kali ini materi yang digunakan adalah tembang Dhandhanggula, dengan jenis lagu: Banjet, sedangkan jenis nada: Pelog Pathet Barang. Teks yang disajikan merupakan buah karya dari Aris Warsita atau Ki Bodronoyo yang bertempat tinggal di dusun Puluhan kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul Jogyakarta.dengan judul Dhasaring Ngaurip,
Menurut Ki Bodronoyo yang menjadi inspirasi dari karya tembang ini adalah kedua tangan manusia yang mempunyai 10 jari. Satu-persatu jari tangan kanan dan jari tangan kiri, mulai dari jari kelingking sampai dengan ibu jari diberi makna dan dirangkum dalam sebuah tembang yang berisi pitutur untuk menjalani laku utama. Tembang sebelas ‘pada’ atau sebelas alinea ini bersama tembang-tembang dalam serat Centhini, telah dibaca pada Macapat Malem Rabu Pon ke 109, di Tembi Rumah Budaya. seperti yang diuraikan di bawah ini:
Dhasar Aurip
Karipta dening Ki Bodronoyo
Jika ingin mencapai hidup sempurna, serta mendapat kebahagiaan kemuliaan di dunia dan di akherat, hendaknya menjalani 10 langkah utama yaitu: bertindak sabar dan mawas diri, eling dan waspada serta hati pasrah, bersandar kepada Allah dan selalu berusaha untuk hidup baik.
2. Umpamakna mring asta kekalih
lamun jenthik kawiwitan sabar
nuli mulat memanise
lah jenthik manis iku
karya mulat bagusing ati
papan pinacak sotya
hanambahi mungguh
nulya eling mring Pangeran
yeku mapan ing panunggul tengah driji
wus tan ana kang padha
Diumpamakan kedua tangan, dimulai dari kelingking = sabar, jari manis = selalu menjaga kebaikan hati, tempat memasang cincin, sehingga menambah pantas. Jari tengah = ingat kepada Tuhan yang paling tinggi, tidak ada yang melebihi
3. Dene jenthik kang aran panuding
yekti papan nedahken waspada
kang tinuding apa wae
den waspadakken lamun
samubarang kang wus cumawis
lamun dadya pilihan
Gusti sung pituduh
mung pasrah kersaning Allah
bakal begja mulya kang badhe pinanggih
yekti gesang jempolan
Sedangkan jari telunjuk, menunjukkan kewaspadaan, apa saja yang ditunjuk dan menjadi pilihan diserahkan kepada kehendak Tuhan supaya mendapatkan keberuntungan dan kemuliaan, sehingga hidupnya pantas diacungi jempol.
4. Sampun pasrah mung sumangga Gusti
ugi pasrah myang lir samubarang
wus mesthi jempol tugase
dene lamun pinuwun
maring Gusti murbeng dumadi
kedah wening galihnya
sumeleh trus nyuwun
kang dadya lantaran gesang
sampurnane sumendhe kwasaning Gusti
samangkya begja mulya
Pasrah segala sesuatu kepada Tuhan, sudah pasti tugasnya jempol. Jika mermohon kepada Tuhan Pencipta Segala Sesuatu, yang menjadi perantara hidup, haruslah ‘semeleh’ serta bersih hatinya. Sehingga nantinya karena kekuasaan Tuhan hidupnya akan beruntung dan mulia.
5. Sampurnane urip kang sejati
lamun tuntas mring lampah sedasa
kudu sabar tumindake
lan awya grusa-grusu
den waspada lan mulat eling
nulya pasrah sumarah
sumeleh tyasipun
sumendhe karsaning Allah
apa kang kinersakaken bakal dumadi
begja mulya gesangnya
Sesungguhnya hidup akan menjadi sempurna jika tuntas dalam menjalani sepuluh langkah, yaitu bertindak sabar dan jangan terburu-nafsu, waspada dan mawas diri, pasrah serta ‘sumeleh’, bersandar kepada kehendak Allah. Apa yang diharapkan bakal terwujud, hidup beruntung dan mulia.
6. Mungguh dayane asta kekalih
kang minangka lambang persatuan
gotong-royong tandang gawe
dene ta tugasipun
wus kinodrat sawiji-wiji
asta tengen sumangga
nedahken nenuntun
nengenaken kautaman
unggah-ungguh pasrawungan mring sesami
kukuh rosa yen ngasta
Sedangkan kekuatan kedua tangan melambangkan persatuan, gotong-royong, bekerja dengan tugas masing-masing. Tangan kanan untuk menuntun menganankan keutamaan dan etika pergaulan kepada sesama, kuat sentausa jika membawa.
7. Lamun asta kang kiwa nedahi
pakaryan kang asring dipun jamah
ing pekiwan pakaryane
tan pantes anenuntun
lan peparing marang sesami
lamun ngglawat tan kuwat
salaman tan purun
ugi nampi peparingan
wus tan sopan tan ngajeni kang peparing
tangan kiwa tan kwawa
Sedangkan tangan kiri untuk melakukan pekerjaan yang berada di bagian belakang. Tidak pantas menuntun dan memberi kepada sesama. Jika mengangkat tidaklah kuat, untuk berjabat tangan tidak mau. Juga untuk menerima pemberian, tidak sopan, tidak menghargai yang memberi. Tangan kiri tidaklah kuat
8. Tangan tengen tangan kiwa nampi
lan nyenyadhong kekalihnya mlumah
pan manunggal kekalihe
lamun kekalihipun
sesarengan karya makarti
santosa lan kuwawa
kuwat anjejunjung
bisa hangentasi karya
pakaryan geng ugi pakaryan kang alit
rosa-sentosa tuntas
Tangan kanan dan tangan kiri secara bersama-sama dapat berfungsi untuk menerima dan memohon. Jika keduanya bersatu berkarya, akan kuat dan sentausa dapat mengangkat dan menyelesaikan pekerjaan dengan tuntas, baik pekerjaan besar atau pun pekerjaan kecil.
9. Lah mangkana wedharing penggalih
pangertosan myang asta kalihnya
driji sepuluh maknane
kinarya asesuluh
pakartine janma puniki
kanthi sepuluh lampah
sedaya ginayuh
ngudi sampurnaning gesang
wiwit jenthik manis penunggul penuding
sampurnane jempolan
Demikianlah penjabaran pengertian mengenai kedua tangan dan makna dari sepuluh jari sebagai media untuk menyampaikan pengetahuan mengenai tingkah laku dengan sepuluh langkah yang dijalankan agar mencapai kesempurnaan hidup. Mulai dari jarimanis, jari tengah dan jari telunjuk dan diakhiri dengan ibujari.
10. Lamun tangkepe asta kekalih
lan kalihnya wus keplok ing asta
jumbuh lair lan batine
madhep mantep tyasipun
kanthi wening sajroning galih
manembah mring Pangeran
cinaket Hyang Agung
tumanjem asta ing jaja
hangeningken cipta rasa trus manunggil
manembah maring Allah
Jika kedua tangan ditangkupkan rapat terkatup di depan dada, artinya cocok lahir dan batin, mantap menghadap dan menyembah Tuhan Yang Maha Besar dengan hati yang jernih
11. Pan antuk kawelasaning Gusti
begja mulya peparinging Allah
tan kirang samubarange
merdika gesangipun
nulya sukur maring sesami
mangpangat mring sesama
bangsa lan nagri gung
tansah manyembah mring Allah
kadya manunggaling kawula lan Gusti
lah gesang kang sampurna
Sehingga mendapat belaskasih Tuhan, diberi keberuntungan dan kemuliaan oleh Allah, tidak berkekurangan, terbebas hidupnya, lalu mengucap syukur, bermanfaat bagi sesama, bangsa dan negara, selalu menyembah Allah, seperti bersatunya manusia dan Tuhan, itulah hidup yang sempura.
Herjaka HS
Artikel Lainnya :
- MENU SAPI GESENG DI Tembi(16/11)
- Jalan Menuju Tuhan(29/03)
- KOLEKSI-KOLEKSI MENARIK MUSEUM Tembi(20/08)
- Hotel Yogya 1941(17/10)
- Memasuki Lorong Waktu Melalui Benda Purbakala(06/02)
- 19 Januari 2011, Yogya-mu - ABON IKAN TUNA, SATU MAKANAN KHAS LAIN DARI JOGJA(19/01)
- JUDUL BUKU(17/06)
- PROFIL PANGERAN JAWA TAHUN 1897(08/10)
- AROMA WANGI PADA TIONG JIU(16/09)
