Judul : Tata Rias dan Busana Pengantin Seluruh Indonesia
Penulis : Dra.Tien Santosa, M.Pd
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, 2010, Jakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : 294
Ringkasan isi :
Negara Indonesia adalah negara yang mempunyai tradisi perkawinan sangat banyak. Dari satu suku bangsa saja dapat dijumpai beberapa tradisi/upacara perkawinan yang berbeda. Hal ini sedikit banyak akan mempengaruhi bentuk riasan dan tata busana yang dikenakan. Di Indonesia setiap detail tata rias dan busana pengantin mempunyai perlambang khusus/simbol, yang intinya adalah harapan agar kedua mempelai dapat menjalani kehidupan perkawinannya dengan bahagia, sejahtera dan abadi (sampai mati).
Setiap jenis tata rias dan busana pengantin melibatkan banyak pernik-pernik dan asesoris mulai dari rambut sampai jari kaki. Tata rias dan busana pengantin tersebut pada mulanya merupakan bentuk baku atau tradisional dengan segala pakem/aturannya. Bahkan ada jenis busana dan tata rias yang hanya khusus diperuntukkan bagi keluarga kerajaan, rakyat biasa (dahulu) dilarang keras untuk meniru.
Sebagai negara kepulauan yang sering yang sering menjadi tempat singgah dan tempat tujuan bangsa lain, Indonesia tentu saja mengalami percampuran kebudayaan. Pengaruh tersebut bahkan tinggal terus selama bertahun-tahun (sehingga tidak terasa sebagai budaya luar), termasuk pada jenis tata rias dan busana pengantin. Budaya yang turut mempengaruhi tersebut antara lain budaya Hindhu-Budha, Islam, China/Tionghoa, dan Barat. Inkulturasi yang terjadi dapat membuat tampilan satu jenis tata rias dan busana pengantin tampak merupakan percampuran aneka budaya. Misalnya pengantin Dhenok (Semarangan) dari Semarang, Jawa Tengah. Pengaruh Arab terdapat pada penggunaan sorban dan pedang oleh mempelai pria dan baju yang menutupi seluruh badan mempelai wanita. Pengaruh Melayu tampak pada penggunaan kain sarung songket, Barat pada penggunaan sarung tangan dan celana panjang, serta China pada aksesoris mempelai wanita.
Tetapi ada pula yang tidak mendapat pengaruh dari luar. Hal ini biasanya terjadi pada suku-suku yang hidup “mandiri” dalam memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan, serta sangat jarang berkomunikasi dengan orang di luar sukunya. Misalnya pangantin suku Alas dari Aceh Tenggara, suku Baduy dari Rangkasbitung, Jawa Barat, penduduk Tenganan Bali, dan suku Asmat dari Papua.
Busana (termasuk busana pengantin) sebagai penutup tubuh sangat erat berkaitan dengan perkembangan peradaban dan budaya manusia. Saat ini selain yang disebut tata rias dan busana pengantin tradisional, hadir pula jenis tata rias dan busana yang telah dimodifikasi. Biasanya disesuaikan dengan tren mode, kepribadian dan keyakinan pemakainya. Misalnya busana pengantin putri Muslim dengan jilbab, pengantin putri Nasrani dengan busana daerah ditambah kerudung.
Buku ini memuat sekitar 182 jenis tata rias dan busana pengantin dengan gambar ilustrasi berwarna yang cukup menarik, di mana setiap riasan, busana dan aksesorisnya disebutkan namanya. Ilustrasi ini sangat membantu untuk memudahkan pemahaman. Bahkan berdasarkan penelitian yang dilakukan Dr. Bambang Samodera, Tien Santosa mencoba merekonstruksikan bentuk tatarias dan busana pengantin para bangsawan pada masa lalu dari kerajaan Majapahit, Kediri dan Singasari.
Teks : Kusalamani
Artikel Lainnya :
- Kearifan Lokal di Lingkungan Masyarakat Samin kabupaten Blora Jawa Tengah(01/12)
- 5 Oktober 2010, Ensiklopedi - DOLANAN BI-BIBI TUMBAS TIMUN(05/10)
ALUN-ALUN KIDUL TAHUN 1920(17/10) - Festival Jenang Tembi(26/01)
- Agussis Melukis Bak Pembatik(03/12)
- DOLANAN PATHON-1 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-57)(05/04)
- 17 Mei 2010, Klangenan - KATA-KATA DALAM PUBLIKASI PILKADA(17/05)
- GATHENG-1 (DOLANAN ANAK TRADISIONAL-14)(04/08)
- JEMBATAN SESEK DI JOGJA(27/07)
- GEDHEK DAN KEPANG MASIH DIPRODUKSI DI JOGJA(13/04)