Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta

28 Jul 2010 11:15:00

Perpustakaan

Judul : Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di Surakarta
Penulis : Prof. Ir. Sidharta, Ir. Eko Budihardjo, MSc
Penerbit : Gadjah Mada University Press, 1989, Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : viii + 110
Ringkasan isi :

Konservasi menurut Piagam Burra adalah segenap proses pengelolaan suatu tempat agar makna kultural yang dikandungnya terpelihara dengan baik. Konservasi dapat meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat dapat mencakup preservasi, restorasi/rehabilitasi, rekonstruksi, adaptasi/ revitalisasi, demolisi. Dalam suatu lingkungan kota, obyek dan lingkup konservasi dapat digolongkan ke beberapa luasan yaitu:

  1. Satuan areal (adalah satuan areal dalam kota yang dapat terwujud sub wilayah kota bahkan keseluruhan kota itu sendiri sebagai suatu sistem kehidupan.

  2. Satuan pandangan/visual/landscape (satuan yang dapat mempunyai arti dan peran yang penting bagi suatu kota, yang mempunyai lima unsure penting yaitu jalur/ path, tepian/edges, kawasan/district, pemusatan/node, tengeran/landmark.

  3. Satuan fisik (satuan yang berwujud bangunan, kelompok atau deretan bangunan-bangunan, rangkaian bangunan yang membentuk ruang umum atau dinding jalan) Upaya konservasi tidak lepas dari kegiatan perlindungan dan penataan serta tujuan perencanaan kota yang bukan hanya secara fisik, tetapi juga stabilitas penduduk dan gaya hidup yang serasi.

Untuk itu dalam upaya konservasi perlu digariskan sasaran yang tepat yaitu:

  1. Mengembalikan wajah dari obyek pelestarian

  2. Memanfaatkan peninggalan obyek pelestarian yang ada untuk menunjang kehidupan masa kini

  3. Mengarahkan perkembangan masa kini yang diselaraskan dengan perencanaan masa lalu yang tercermin dalam obyek pelestarian tersebut

  4. Menampilkan sejarah pertumbuhan kota/lingkungan dalam wujud fisik tiga dimensi

Beberapa kriteria umum yang yang biasa digunakan untuk menentukan obyek yang perlu dilestarikan adalah estetika, kejamakan, kelangkaan, peranan sejarah, memperkuat kawasan di sekitarnya, keistimewaan. Di dalam menentukan arah pembangunan suatu kawasan atau bangunan/konservasi diperlukan motivasi-motivasi tertentu seperti:

  1. Motivasi untuk mempertahankan warisan budaya atau warisan sejarah

  2. Motivasi untuk menjamin terwujudnya variasi dalam bangunan perkotaan sebagai tuntutan aspek estetis dan variasi budaya masyarakat

  3. Motivasi ekonomis, yang menganggap bangunan-bangunan yang dilestarikan tersebut dapat meningkatkan nilainya apabila dipelihara, sehingga memiliki nilai komersial yang digunakan sebagai modal lingkungan

  4. Motivasi simbolis, bangunan-bangunan tersebut merupakan manivestasi fisik dari identitas suatu kelompok masyarakat tertentu yang pernah menjadi bagian dari kota

Salah satu lingkungan dan bangunan kuno bersejarah yang perlu dikonservasi adalah di daerah Surakarta atau Solo. Upaya merekam lingkungan dan bangunan kuno di Surakarta tidak bisa lepas dari perkembangan sejarah kota dan masyarakatnya. Secara garis besar periode perkembangan tersebut dapat dibagi menjadi empat yaitu sebelum penjajahan, jaman kolonial, jaman kemerdekaan dan jaman pembangunan. Pada jaman sebelum penjajahan sudah terdapat karya-karya arsitektur yang asli, cocok dengan keadaan alam dan iklim tropis, dan mampu mewadahi segenap kegiatan sosial budaya pemakainya. Misalnya keraton, dalem/kediaman pangeran, masjid dan alun-alun. Jaman kolonial membawa pengaruh dalam bentuk konstruksi dan bahan-bahan baru. Terbawa pula aspek-aspek bentuk, tekstur, skala dan lain-lain. Misalnya bangunan Pasar Gede, stasiun Balapan, Bank Indonesia. Dalam era pembangunan mulai disadari perlunya revitalisasi kebudayaan, melalui upaya mensenyawakan tradisi dengan modernisasi. Ada empat kelompok lingkungan dan bangunan kuno bersejarah di kota Surakara yang layak dan perlu dikonservasi yaitu:

  1. Lingkungan tradisional terdiri Keraton Kasunanan (termasuk alun-alun), Puri Mangkunegaran, Perumahan Baluwarti (dengan kekhasan perumahan magersari), Perumahan Laweyan (tempat awal pembangunan kerajaan Mataram)

  2. Bangunan kuno, dapat diperinci menjadi bangunan militer (antara lain : benteng Vastenbrug, kantor Kodim), Loji dan Dalem (antara lain: Loji Gandrung, Dalem Brotodiningrat, Dalem Wiryodiningrat), bangunan perbelanjaan (Pasar Gede Harjonagoro), bangunan perkantoran (antara lain Bank Indonesia, Pengadilan Tinggi Agama), tempat ibadah (antara lain Masjid Agung, Gereja St. Antonius, Vihara Po-An-Kiong), bangunan pendidikan (antara lain Pamardi Putri, Museum Radyapustaka), bangunan transportasi (stasiun Balapan, stasiun Purwosari), bangunan kesehatan (rumah sakit Kadipolo), gedung pertemuan (Wisma Batari)

  3. Monumen bersejarah dan perabot jalan, terdiri jembatan (jembatan Pasar Gede, jembatan Kali Pepe), makam (makam Lawiyan), gapura batas kota (gapura Jurug, Grogol, Mojosongo), gapura kraton (Gapura Klewer, Batangan, Gading), tugu/ monumen/patung/prasasti (Tugu Lilin, monumen Pasar Nongko, patung Slamet Riyadi, prasasti Gerilya), jam kota (jam Pasar Gede)

  4. Ruang terbuka/taman, antara lain Taman Sriwedari, Taman Balekambang, Taman Jurug dan Taman Banjarsari.

Selain menjelaskan tentang bangunan kuno yang layak untuk dikonservasi buku ini juga dilampiri Monumenten Ordonantie Stbl 238/1931 (dalam bahasa Indonesia) yaitu peraturan yang berkaitan dengan perlindungan bangunan kuno dan Piagam Burra (The Burra Charter) tentang konservasi yang menjadi payung semua kegiatan pelestarian sesuai kesepakatan internasional tahun 1981.

Teks : Kusalamani




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta