Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Kerapan Sapi di Madura

18 Sep 2007 09:57:00

Perpustakaan

Judul : Kerapan Sapi di Madura
Penulis : Sulaiman, BA
Penerbit : Depdikbud, 1983/1984, Jakarta
Halaman : 130 halaman
Ringkasan isi :

Bagi orang Madura pengertian kata “kerapan” adalah adu sapi memakai “kaleles”. Kaleles adalah sarana pelengkap untuk dinaiki sais/joki yang menurut istilah Madura disebut “tukang tongko”. Sapi-sapi yang akan dipacu dipertautkan dengan “pangonong” pada leher-lehernya sehingga menjadi pasangan yang satu. Sejak kapan kerapan mulai diadakan tidak ada sejarah yang jelas. Orang Madura memberi perbedaan antara “kerapan sapi” dan “sapi kerap”. Kerapan sapi adalah sapi yang sedang adu pacu, dalam kaedaan bergerak, berlari dan dinamis. Sedang sapi kerap adalah sapi untuk kerapan baik satu maupun lebih. Ini untuk membedakan dengan sapi biasa. Ada beberapa kerapan yaitu “kerrap kei” (kerapan kecil), “kerrap raja’’ (kerapan besar), ‘kerrap onjangan” (kerapan undangan), “kerrap jar-ajaran” (kerapan latihan).

Kaleles sebagai sarana untuk kerapan yang dinaiki tokang tongko dari waktu ke waktu mengalami berbagai perkembangan dan perubahan. Kaleles yang dipakai dipilih yang ringan (agar sapi bisa berlari semaksimal mungkin), tetapi kuat untuk dinaiki tokang tongko.

Sistem pertandingan kerapan merupakan sistem tersendiri yang secara tradisional berlaku turun-temurun. Prinsipnya adalah:

  1. Ronde permulaan merupakan ronde pemisahan. Pada babak ini ditentukan sapi kerap golongan “baba” (golongan kalah) dan golongan “attas” (golongan menang)

  2. Pertandingan selanjutnya dilaksanakan dengan sistem gugur baik golongan baba atau attas.

  3. Pemenangnya diadu lagi sampai tersisa tiga pasang

  4. Enam pasang sapi kerap sebagai pemenang (baik golongan attas maupun baba) berhak maju ke dalam gelanggang kerapan sapi yang lebih tinggi

  5. Pada setiap pertandingan tiga pasang (golongan attas maupun baba) dipertandingkan lagi dalam babak final untuk mencari juara I, II dan III

  6. Pada pertandingan yang lebih tinggi enam pasang sapi tersebut tidak dibedakan lagi, ia bercampur dengan pasangan sapi enam besar lainnya dari daerah lain. Dalam bertanding bebas untuk memilih ikut golongan attas atau baba.

Untuk memperjelas bagi pembaca dalam buku ini ada contoh beserta skemanya.

Sapi kerap adalah sapi pilihan dengan ciri-ciri tertentu. Misalnya berdada air artinya kecil ke bawah, berpunggung panjang, berkuku rapat, tegar tegak serta kokoh, berekor panjang dan gemuk. Pemeliharaan sapi kerap juga sangat berbeda dengan sapi biasa. Sapi kerap sangat diperhatikan masalah makannya, kesehatannya dan pada saat-saat tertentu diberi jamu. Sering terjadi biaya ini tidak sebanding dengan hadiah yang diperoleh bila menang, tetapi bagi pemiliknya merupakan kebanggaan tersendiri dan harga sapi kerap bisa sangat tinggi.

Sapi kerap ada tiga macam yaitu sapi yang “cepat panas” (hanya dengan diolesi bedak panas dan obat-obatan cepat terangsang), sapi yang “dingin” (apabila akan dikerap harus dicemeti berkali-kali), dan sapi “kowat kaso” (kuat lelah, memerlukan pemanasan terlebih dahulu).

Pada waktu akan dilombakan pemilik sapi kerap harus mempersiapkan tukang tongko (joki), “tukang tambeng” (bertugas menahan, membuka dan melepaskan rintangan untuk berpacu), “tukang gettak” (penggertak sapi agar sapi berlari cepat), “tukang gubra” (orang-orang yang menggertak sapi dengan bersorak sorai di tepi lapangan), “tukang ngeba tali” (pembawa tali kendali sapi dari start sampai finish), “tukang nyandak”(orang yang bertugas menghentikan lari sapi setelah sampai garis finish), “tukang tonja” (orang yang bertugas menuntun sapi).

Beberapa peralatan yang penting dalam kerapan sapi yaitu kaleles dan pangonong, “pangangguy dan rarenggan” (pakaian dan perhiasan), “rokong” (alat untuk mengejutkan sapi agar berlari cepat). Dalam kerapan sapi tidak ketinggalan adanya “saronen” (perangkat instrumen penggiring kerapan). Perangkatnya terdiri dari saronen, gendang, kenong, kempul, krecek dan gong.

Kerapan sebagai pesta rakyat di Madura mempunyai peran di berbagai bidang. Misal di bidang ekonomi (kesempatan bagi masyarakat untuk berjualan), peran magis religius (misal adanya perhitungan-perhitungan tertentu bagi pemilik sapi sebelum bertanding dan adanya mantra-mantra tertentu), bidang seni rupa (ada pada peralatan yang mempunyai hiasan tertentu), bidang seni tari dan seni musik saronen (selalu berubah dan berkembang).




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta