Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya Masa Kini

18 Sep 2006 08:46:00

Perpustakaan

Judul : Fungsi Upacara Tradisional Bagi Masyarakat Pendukungnya Masa Kini
Penulis : Dra. Ani Rosiyati, dkk
Penerbit : Depdikbud, 1994/1995, Yogyakarta
Halaman : x + 166
Ringkasan isi :

Upacara tradisional (selamatan/ritus) biasanya berkaitan dengan kepercayaan atau religi adalah salah satu unsur kebudayaan yang paling sulit berubah dibandingkan unsur kebudayaan yang lain. Upacara tradisional tersebut merupakan upaya manusia untuk mencari keselamatan, ketentraman dan sekaligus menjaga kelestarian kosmos. Aktifitas selamatan merupakan salah satu usaha manusia sebagai jembatan antara dunia bawah (manusia) dengan dunia atas (makhluk halus atau pun Tuhan). Bagi masyarakat Jawa upacara selamatan tersebut sangat banyak sejak masih dalam kandungan sampai beberapa saat setelah meninggal.

Upacara tradisional tersebut dari waktu selalu mengalami perubahan (menyesuaikan keadaan) tetapi inti dari upacara tersebut tetap sama. Dalam buku ini sebagai obyek penelitian adalah masyarakat desa Gadingharjo, kecamatan Sanden, kabupaten Bantul untuk mewakili masyarakat yang tinggal di pedesaan. Sedang untuk masyarakat perkotaan mengambil lokasi di kalurahan Pringgokusuman, kecamatan Gedongtengen, kotamadya Yogyakarta. Mengingat banyaknya upacara tradisional yang dilaksanakan oleh kedua masyarakat tersebut untuk penelitian ini difokuskan pada upacara daur hidup yang sifatnya untuk kepentingan pribadi (individu) dan upacara garebeg untuk untuk kepentingan masyarakat. Upacara daur hidup terdiri dari kehamilan, kelahiran, perkawinan dan kematian. Dalam penelitian ini dipilih upacara daur hidup yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran.

Menurut kepercayaan orang Jawa kejadian/peristiwa yang berkaitan dengan hidup individu bukanlah peristiwa kebetulan (misal kehamilan, kelahiran, perkawinan dan kematian). Peristiwa ini dipandang sebagai saat yang gawat, kritis, di mana individu yang bersangkutan dalam keadaan “lemah/sakral”. Keadaan ini dapat menimbulkan bahaya sosial, dalam arti tatanan sosial atau keseimbangan kosmis terganggu. Untuk itu perlu diadakan upacara selamatan agar tercapai keseimbangan kosmis, sehingga suasana kembali aman, selamat dan sehat.

Di masyarakat Gadingharjo maupun Pringgokusuman upacara selamatan kehamilan maupun kelahiran sangat banyak. Di dalam buku ini berbagai upacara selamatan tersebut ditulis satu persatu dan diterangkan cukup jelas termasuk sesaji yang digunakan. Upcara selamatan tersebut antara lain ngebor-ngebori (hamil satu bulan), nglimani (hamil lima bulan), mitoni (hamil tujuh bulan), dhawet plencing (bayi sudah saatnya lahir tetapi belum lahir), brokohan (bayi berusia satu hari), puputan (tali pusar bayi lepas), nyapih (menghentikan menyusui), dan lain-lain.

Upacara garebeg diantaranya garebeg Maulud adalah upacara tradisional yang dilaksanakan oleh keraton Yogyakarta. Ketika garebeg Maulud ini berlangsung masyarakat Gadingharjo dan Pringgokusuman masih antusias menyambutnya. Bagi orang orang tua untuk ngalap berkah dari raja, tetapi untuk kalangan yang lebih muda (remaja) sudah mengalami perubahan sehingga cenderung sebagai sarana rekreasi.

Perkembangan ilmu pengetahuan, kemajuan teknologi dan pengaruh luar/asing selalu membawa perubahan termasuk dalam upacara tradisional/selamatan. Hal ini terjadi pula dalam selamatan kehamilan dan kelahiran di masyarakat Gadingharjo dan Pringgokusuman. Perubahan tersebut yaitu selamatan yang mulai jarang dilakukan (nglimani,, nyapih, tetesan, tedhak siten/turun tanah, nyetahuni/selamatan usia satu tahun), masih dilakukan tapi disederhanakan (gaulan/tumbuh gigi pertama kali, procotan/usia sembilan bulan dalam kandungan, dhawet plencing), pelaksanaannya digabung (usia satu, dua, tiga, empat bulan dalam kandungan tidak ada selamatan tapi digabung dengan selamatan nglimani). Adapun selamatan yang masih dilakukan yaitu mitoni, brokohan, puputan, sepasaran/bayi berusia lima hari, selapanan/bayi berusia 35 hari, temburi/menanam ari-ari, netoni (peringatan hari lahir berdasarkan hari dan pasaran) dan khitanan.

Berbagai perubahan tersebut (walaupun intinya tetap sama) disebabkan oleh:

  1. Pengaruh jaman yang sudah maju (pendidikan, media penerangan, dan lain-lain) sehingga orang lebih berpikir secara nalar dan rasional

  2. Pengaruh agama (terutama agama Islam)

  3. Orang mulai berpikir secara ekonomis (biayanya lebih baik untuk hal yang lebih penting)

  4. Akibat samping dari penjajahan Jepang yang sangat kejam sehingga membawa kemiskinan dan biaya untuk selamatan menjadi tidak ada.

Pelaksanaan upacara garebeg Maulud juga mengalami perubahan misal prosesinya, walaupun masih lengkap tapi mengalami penyederhanaan. Perubahan ini terutama untuk mendukung program pemerintah yaitu pariwisata dan pembangunan. Oleh karena itu sebelum garebeg diadakan pekan raya atau pasar malam. Walaupun begitu mengenai tujuan, kesakralan, struktur dan nilai keagamaan dan religius masih tetap dijaga.

Berbagai upacara selamatan di atas bagi masyarakat Gadingharjo dan Pringgokusuman mempunyai dua fungsi yaitu:

  1. Fungsi spiritual. (mohon keselamatan pada Tuhan, agar leluhur memberi “restu”, agar roh-roh halus di sekitarnya tidak mengganggu)

  2. Fungsi sosial yaitu sebagai sarana kontrol sosial (pengendalian sosial), kontak sosial, interaksi, integrasi dan komunikasi sehingga terwujud rasa kebersamaan, kegotongroyongan dan solidaritas.

Walaupun mengalami perubahan upacara selamatan tersebut bagi masyarakat Gadingharjo dan Pringgokusuman perlu tetap diadakan karena:

  1. Merupakan naluri orang Jawa akan tradisinya yang harus ingat pada Tuhan Yang Maha Esa agar mendapat keselamatan

  2. Sudah merupakan tradisi sehingga bila tidak melakukan akan dicemooh / dirasani tetangga dan dianggap menyimpang dari kebiasaan / ora umum

  3. Jika tidak melakukan hati menjadi tidak tenang dan takut mendapat “bencana” di kemudian hari (secara psikologis menjadi tidak tenang).

Upacara selamatan tersebut sekaligus untuk melestarikan tradisi yang telah diwarisi secara turun temurun dari generasi sebelumnya.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta