Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta

18 Mar 2007 09:12:00

Perpustakaan

Judul : Arsitektur Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta
Penulis : Drs. H.J. Wibowo, dkk
Penerbit : Depdikbud, 1998, Jakarta
Halaman : xii + 284
Ringkasan isi :

Rumah bagi orang Jawa adalah salah satu kebutuhan pokok di samping pangan dan sandang (pakaian). Selama proses mendirikan rumah yaitu mulai dari persiapan, penentuan tempat, pemilihan bahan bangunan, saat pengerjaan harus diseleksi dan diperhitungkan secara teliti. Menurut kepercayaan orang Jawa apabila perhitungan itu meleset bisa mengakibatkan hal-hal yang kurang baik bagi penghuninya.

Lokasi rumah misalnya dicarikan yang letaknya strategis, keadaan tanah baik dan sumber air (misal untuk sumur) cukup baik. Hal ini disebabkan orang Jawa mempunyai kepercayaan ada jenis-jenis tanah yang kurang baik. Bahan bangunan sebisa mungkin dicarikan yang berkualitas baik misal untuk kayu dipakai kayu jati. Kayu inipun dipilih yang membawa pengaruh baik bagi penghuninya, karena ada kayu yang menurut pertumbuhannya apabila dipakai sebagai bahan bangunan tidak baik atau membawa pengaruh buruk. Untuk bambu menggunakan bambu petng, wulung dan apus. Saat pengerjaan pun dicarikan hari baik berdasarkan hitungan Jawa. Hal ini diuraikan cukup jelas dalam buku ini, mulai dari pengerjaan pondasi sampai pemasangan atap. Termasuk juga sesaji dan upacara yang diperlukan. Apabila ada satu atau dua hal yang sebenarnya kurang baik tetapi tidak bisa dihindari (misal kondisi dan lokasi tanah) untuk menghindari hal-hal yang kurang baik orang akan membuat penolak bala terlebih dahulu.

Berdasarkan sejarah perkembangannya bentuk rumah tinggal orang Jawa ada empat macam yaitu "panggangpe", "kampung", "limasan" dan "joglo". Nama-nama ini diambil berdasarkan bentuk atapnya. "Panggangpe" ada beberapa jenis diantaranya "panggangpe gedhang selirang", "panggangpe trajumas", dan "panggangpe barengan". Jenis "kampung" diantaranya "kampung srotong", "kampung dara gepak"dan "kampung gajah njerum". Jenis "limasan" diantaranya "limasan apitan", "limasan klabang nyander" dan "limasan pacul gowang". Jenis "joglo" diantaranya "joglo sinom", "joglo pangrawit" dan "joglo semar tinandu". Semua ini diterangkan secara mendetail disertai dengan gambar sehingga pembaca cukup jelas.

Susunan ruangan yang terdapat dalam rumah tradisional ini tergantung pada besar kecilnya rumah, fungsi ruangan dan kebutuhan keluarga. "Panggangpe" adalah bentuk rumah dengan susunan ruangan yang paling sederhana sedangkan bentuk "joglo"mempunyai susunan ruangan yang lebih banyak.

Untuk bangunan tempat ibadah (langgar dan masjid) arsitektur tradisionalnya berbentuk "tajug". "Tajug" ini mirip "joglo" hanya atapnya tidak berbentuk " brunjung" seperti atap "joglo" tetapi lancip atau runcing. Jenis "tajug" ada beberapa diantaranya "tajug lawakan", "tajug lambang gantung" dan "tajug mangkurat".

Ragam hias adalah salah satu hal yang tidak terlupakan dalam arsitektur tradisional. Ragam hias tersebut dari yang sederhana sampai yang rumit. Fungsi ragam hias adalah untuk memberi keindahan pada bangunan dan juga prestise bagi pemiliknya. Ada beberapa ragam hias yaitu ragam hias flora (tumbuhan), fauna (binatang), alam serta agama (kepercayaan). Ragam hias flora diantaranya "lung-lungan", "saton" dan "tlacapan". Ragam hias fauna diantaranya "kemamang", "peksi garuda" dan "mirong". Ragam hias alam diantaranya "gunungan", makutha" dan "mega mendhung". Ragam hias agama (kepercayaan) diantaranya "mustaka", dan semacam "kaligrafi". Untuk bahan bambu hiasannya berupa bentuk-bentuk anyaman. Dalam buku yang ini diterangkan cukup jelas beserta gambarnya.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta