Nini Thowong-4
(Permainan Anak Tradisional-88)

Nini Thowong-4

Semua peralatan termasuk sesaji ditempatkan dalam nyiru atau tampah. Bersama dengan Nini Thowong dan diiringi beberapa orang, semua peralatan tadi dibawa ke tempat-tempat keramat, misalkan kuburan (makam), pohon beringin tua (atau pohon tua lain yang dianggap keramat), jembatan, sumur tua, rumah tua tanpa penghuni, dan lain sebagainya. Dalam perjalanan menuju tempat-tempat tersebut, semua pengiring Nini Thowong menyanyikan lagu sederhana, yang syairnya “padha mbuwang bocah bajang, rambute arang abang”. Syair sederhana itu dinyanyikan berulang-ulang dari tempat semula (tempat pemberangkatan) hingga tempat keramat yang diinginkan.

Tiba di tempat tujuan, pawang dan pengiringnya meletakkan sesajian dan Nini Thowong di atas tanah. Kemudian pawang (pemimpin permainan ini) sebelum melakukan doa membakar kemenyan atau dupa terlebih dahulu. Lalu ia meminta kepada yang mbaureksa atau penjaga tempat keramat itu untuk mengabulkan permintaannya, yaitu permainan Nini Thowong bisa berjalan dengan baik sesuai yang diinginkan. Usai berdoa, rombongan harus meninggalkan tempat itu, termasuk meninggalkan Nini Thowong dan ubarampenya. Setelah 30 menit sampai 1 jam kemudian, rombongan kembali lagi untuk mengambil Nini Thowong dan ubarampenya. Lalu Nini Thowong dibawa tempat permainan yang diinginkan. Di tengah perjalanan rombongan kembali menyanyikan lagu dengan syair sederhana, yang bunyinya: “padha mupu bocah bajang, rambute arang abang”. Lagu itu dinyanyikan berulang-ulang hingga sampai tempat permainan.

Setelah tiba di tempat permainan, Nini Thowong segera diletakkan di tanah. Sementara selendang kanan kiri yang dikenakan pada Nini Thowong dipegang oleh anak-anak agar tidak jatuh atau nantinya jika Nini Thowong sudah bergerak-gerak, tidak lari ke mana-mana. Pada bentuk Nini Thowong lainnya, pemegangan dilakukan pada keempat kaki penyangga Nini Thowong. Karena kakinya terbuat dari bambu, maka jumlahnya ada 4 buah. Ke semuanya harus dipegang oleh para pemain wanita. Saat memegang kaki Nini Thowong yang sudah diisi roh, biasanya lebih berat daripada sebelum terisi roh. Demikian pengakuan pemain grup Nini Thowong yang pernah tampil di Tembi Rumah Budaya beberapa waktu lalu.

Sementara itu, pawang kembali menyiapkan kemenyan atau dupa dan membakarnya. Tidak lupa ubarampe sesaji lainnya disiapkan di dekat Nini Thowong. Para penabuh gamelan sudah siap dengan iringan gendingnya. Sementara para pelantun lagu-lagu Jawa tradisional dan menonton mulai menyanyikan lagu-lagu yang sering dipakai untuk mengiringinya. Pertama yang dinyanyikan biasanya dengan syair sebagai berikut: “bageya, bageya, mbok lara kang lagi teka”.

bersambung

Suwandi
Foto: Sartono

Sumber: Sukirman Dharmamulya (2004), Permainan Tradisional Jawa, Yogyakarta: Kepel Press, Pengamatan serta Pengalaman Pribadi.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta