Kompor Minyak, Musnah dalam Waktu Cepat (2)
(Alat Dapur-6)

Kompor-kompor itu didatangkan dari perusahaan kompor berskala rumah tangga hingga keluaran pabrikan. Salah satu merk kompor minyak yang terkenal saat itu adalah “Butterfly”.

kompor minyak, alat memasak tradisional. Sumber foto: suwandi Tembi
Kompor minyak digunakan untuk memasak nasi. Kini tinggal kenangan

Kompor minyak sebagai alat dapur yang sudah termasuk tradisional (untuk saat ini) hampir dapat dipastikan sudah tidak digunakan lagi oleh masyarakat Jawa, kecuali untuk kepentingan tertentu saja, seperti untuk keperluan membatik dan menjadi koleksi museum. Walaupun sudah tidak digunakan lagi, namun setidaknya masyarakat perlu tahu bahwa kompor minyak pernah berjaya.

Ketika kompor minyak masih berjaya, hampir di setiap warung kelontong atau pasar-pasar tradisional mudah dijumpai kompor minyak. Bahkan mal-mal dan swalayan juga menjual berbagai jenis kompor minyak mulai berharga puluhan ribu hingga ratusan ribu rupiah. Bahan kompor ada yang terbuat dari “blek” atau sejenis aluminium tipis hingga lempengan besi yang menggunakan tabung kaca.

Kompor-kompor itu didatangkan dari perusahaan kompor berskala rumah tangga hingga keluaran pabrikan. Salah satu merk kompor minyak yang terkenal saat itu adalah “Butterfly”. Entahlah, setelah ada kebijakan konversi minyak ke gas, ke mana keberadaan perajin-perajin kompor tersebut. Mungkin mereka beralih profesi.

Pada umumnya, kompor minyak buatan rumah tangga (buatan sederhana) terdiri beberapa bagian yaitu tabung, sumbu, tempat sumbu, sarangan, tarikan, dan badan kompor. Tabung minyak berada di bagian bawah, tempat menyimpan minyak tanah sebagai sumber energi.

Tabung minyak disambungkan dengan tempat sumbu di bagian atasnya, yang bisa dibuka dan ditutup. Di bagian ini ada lubang kecil tempat menuangkan minyak tanah ke dalam tabung. Tempat sumbu terdiri dari belasan lubang kecil melingkar dan menjulang ke atas setinggi sekitar 10 cm. Tempat sumbu inilah sebagai tempat untuk menempatkan sumbu-sumbu hingga menyentuh minyak tanah yang berada di tabung minyak. Sementara sumbu bagian atas disembulkan sedikit sebagai tempat nyala api. Sumbu-sumbu di bagian atas dikelilingi oleh sarangan, agar nyala api stabil dan tidak kena angin.

Lalu, sarangan terdiri dari 3 buah, di bagian dalam dan tengah, keduanya mengapit sumbu api. Kedua sarangan ini dibuat berlubang-lubang kecil memenuhi semua bidang yang melingkar. Tujuannya untuk sirkulasi api dan agar warna api bisa biru sehingga tidak menimbulkan jelaga pada panci dan sejenisnya. Sarangan bagian luar dibuat tertutup rapat, tidak berlubang dan biasanya lapisan aluminium lebih tebal daripada kedua sarangan yang berlubang. Tarikan berfungsi untuk membesarkan atau mengecilkan api. Jika ditarik ke atas, api akan membesar, jika ditarik ke bawah, api akan mengecil. Tarikan ini dihubungkan dengan lempengan tempat sumbu yang berada di tabung minyak. Badan kompor, biasanya menghubungkan semua bagian itu mulai dari kaki hingga atas tempat menaruh barang untuk memasak (panci, ceret, wajan, atau sejenisnya).

Itulah sekelumit alat dapur tradisional berupa kompor minyak yang pernah menghiasi dapur-dapur warga masyarakat Jawa. Sayangnnya sekarang sudah sangat jarang ditemui di berbagai tempat. Museum, bisa jadi menjadi salah satu tempat untuk mengoleksi alat dapur tradisional ini.

Suwandi

Sumber: Buku “Dapur dan Alat-Alat Memasak Tradisional DIY”, Sumintarsih, dkk, Departemen P&K, 1990/1991, wawancara, dan pengalaman pribadi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta