Wisrawa (2): Dewi Sukesi dan Sastrajendra
19 Mar 2016 Begawan Wisrawa yang kemudian menduduki tahta, karena menjadi suami Dewi Lokawati sang pewaris tahta, sangat menyadari posisinya. Bahwa dirinya hanyalah raja sementara, atau raja selang, artinya bahwa pada saatnya ia harus rela mengembalikan tahta kepa anak laki-laki yang dilahirkan Dewi Lokawati. Agar dengan demikian garis keturunan kembali kepada pewarisnya yang sah menurut aturan kerajaan pada waktu itu.Maka benarlah apa yang dikatakan Wisrawa, “Saya meninggalkan pertapaan dan membangun hidup bersama Dewi Lokawati bukan karena ingin menguasai tahta Lokapala, melainkan karena saya sangat mencintainya.” Hal tersebut dibuktikan dengan mengangkat Wisrawana anak laki-laki yang dilahirkan Lokawati menjadi raja, setelah ia dewasa. Wisrawa sendiri kembali ke habitatnya, menjadi petapa dengan sebutan Begawan Wisrawa. Nama Danaraja sebagai gelar raja Lokapala telah ditinggalkan dan tidak dipakainya lagi.
Bagi ketiganya, perpisahan itu berat dirasa. Namun apa boleh buat, mereka sepakat untuk menjalani panggilan hidup masing-masing. Wisrawa kembali menjadi petapa, seperti yang telah disemaikan sejak kecil oleh ayahnya. Sedangkan Wisrawana menjalani panggilan hidup sebagai raja dengan gelar Prabu Danaraja, nunggak semi gelar yang dipakai dan sekarang telah ditinggalkan orang tua tercinta. Sementara Dewi Lokawati lebih dibutuhkan mendampingi anaknya sebagai Ibu Suri.
Walaupun antara Prabu Danaraja dan Begawan Wisrawa dipisahkan oleh jarak, hatinya tidak pernah merasa jauh. Ikatan cinta keluarga yang berbeda panggilan hidup tersebut tak pernah menjadi renggang. Komunikasi selalu dilakukan, setiap ada masalah-masalah penting baik yang menyangkut kerajaan maupun yang menyangkut petapaan.
Demikian pula halnya ketika Prabu Danaraja yang telah mencapai usia matang berembuk dengan Begawan Wisrawa mengenai keinginannya mengikuti sayembara di Negara Alengka untuk memperistri Dewi Sukesi yang telah membuat dirinya jatuh cinta. Walaupun orang tuanya raksasa, Dewi Sukesi berparas jelita, seperti seorang bidadari yang turun ke dunia, sehingga banyak raja yang ingin memperistri Dewi Sukesi, termasuk Prabu Danaraja. Begawan Wisrawa menawarkan diri untuk melamarkan Dewi Sukesi. Dengan pertimbangan, Prabu Sumali, orang tua Sukesi adalah sahabatnya, siapa tahu jika dirinya yang melamar, tidak usah melalui sayembara, Dewi Sukesi bakal diberikan tanpa syarat.
Karena pada dasarnya sayembara yang digelar merupakan sebuah penolakan secara halus terhadap Jambumangli keponakan Prabu Sumali yang ingin menikahi Dewi Sukesi. Prabu Sumali serta Dewi Sukesi tidak suka terhadap Jambumangli yang bertabiat buruk. Namun untuk menolak secara terbuka tidak berani, dikarenakan Jambumangli sangat sakti. Oleh karenanya sayembara yang digelar bukan perang tanding, bukan adu kesaktian maupun adu keterampilan, melainkan kemampuan membeberkan rahasia kawruh keramat mengenai Sastrajendra. Barang siapa dapat membuka tabir ilmu Sastrajendra akan dinikahkan dengan Dewi Sukesi. Hal tersebut disengaja agar Jambumangli tidak mengikuti sayembara, karena tidak tahu tentang Ilmu Sastrajendra.
Memang tidak hanya Jambumangli, tetapi raja seribu negara yang melamar Dewi Sukesi tidak ada yang dapat memenangkan sayembara. Prabu Sumali menyadari bahwa Sastrajendra merupakan ilmu gaib yang tidak boleh diketahui oleh manusia. Namun ada satu pendeta keturunan dewa yang dapat membeberkan ilmu gaib tersebut, yaitu Begawan Wisrawa sahabatnya, demikian pikir Sumali.
Herjaka HS
EDUKASIBaca Juga
- 19-03-16
Pameran Temporer Yogyakarta Benteng Proklamasi
Yogyakarta pernah menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia selama kurang lebih 4 tahun (4 Januari 1946—27 Desember 1949). Selama itu pula,... more » - 18-03-16
Lambang Kotapraja di Hindia Belanda Awal Abad ke-19
Berikut ini adalah lambang dari sejumlah kotapraja di Hindia Belanda, yaitu Batavia, Soerabaja, Semarang, Makassar, Medan, Padang, Amboina, Manado,... more » - 17-03-16
Tumenga Sepa Tumungkul Sepi
Peribahasa Jawa di atas secara harafiah berarti mendongak (melihat ke atas) hambar melihat ke bawah sepi. Pepatah ini ingin menggambarkan keadaan... more » - 17-03-16
Membedah Semarang Zaman Dahulu
Judul : Semarang Tempo Dulu. Teori Desain Kawasan Bersejarah Penulis ... more » - 15-03-16
Ritual Sakral di Desa Kuno Bali
Judul : Kajian Bentuk Ritual dan Kepercayaan Masyarakat di Desa Sidetapa Penulis... more » - 14-03-16
Mahasiswa Jepang Belajar Menabuh Gamelan
Hari Jumat siang, 5 Maret 2016, Tembi Rumah Budaya Yogyakarta dikunjungi oleh 8 mahasiswa dan 2 dosen kedokteran gigi dari Jepang yang... more » - 14-03-16
Masjid Al Huda Pucung Dipercaya Punya Karomah
Masjid kuno Al Huda Pucung secara administratif terletak di Dusun Dengkeng Pucung, Kelurahan Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah... more » - 10-03-16
Wisrawa (1): Berada di Antara Orang Baik
Anak lelaki bernama Wisrawa tersebut lahir, tumbuh dan menjadi besar di pertapaan. Maklum saja karena ia anak seorang Begawan pinunjul bernama... more » - 10-03-16
Kondisi Peradaban Hindia Belanda Awal Abad XX
Judul : Indiese Vraagstukken Penulis ... more » - 08-03-16
Macapatan Malam Rabu Pon Putaran 144: Karaoke Macapat
Pada macapatan malam Rabu Pon putaran 144 di Tembi Rumah Budaya 2 Februari 2016 lalu, pengembaraan Mas Cebolang yang diikuti oleh empat... more »
Artikel Terbaru
- 21-03-16
Pergantian Pengurus
Pergelaran wayang kulit semalam suntuk hasil kerja bareng Tembi Rumah Budaya dengan paguyuban dalang muda Sukra Kasih kembali dilakukan pada hari... more » - 21-03-16
Serba Ikan dengan Na
Selain Es Timun Ijem dan Es Timun Emas, pada bulan Maret 2016 ini Warung Dhahar Pulo Segaran Tembi Rumah Budaya juga menawarkan menu promo serba ikan... more » - 21-03-16
Sastra Bulan Purnama
Sastra Bulan Purnama edisi ke-54 akan melaunching antologi puisi ‘Negeri Laut’, yang menampilkan 175 penyair dari berbagai daerah di Indonesia.... more » - 19-03-16
Napi Perempuan Memba
Kita sudah terbiasa melihat penyair membaca puisi. Tapi, rasanya, kita jarang, atau mungkin belum pernah, melihat napi –narapidana--, lebih-lebih... more » - 19-03-16
Selasa Legi Hari Tid
Pranatamangsa masuk mangsa Kasanga (9), umurnya 25 hari, mulai 1 s/d 25 Maret, curah hujan mulai berkurang. Masa birahi anjing dan sejenisnya.... more » - 19-03-16
Wisrawa (2): Dewi Su
Begawan Wisrawa yang kemudian menduduki tahta, karena menjadi suami Dewi Lokawati sang pewaris tahta, sangat menyadari posisinya. Bahwa dirinya... more » - 19-03-16
Pameran Temporer Yog
Yogyakarta pernah menjadi Ibukota Negara Republik Indonesia selama kurang lebih 4 tahun (4 Januari 1946—27 Desember 1949). Selama itu pula,... more » - 18-03-16
Warna-Warni Seribu T
Ini memang bukan topeng tradisi, yang “pakemnya” sudah dikenali, misalnya topeng Cirebon dan seterusnya. Tapi merupakan topeng kreasi karya murid-... more » - 18-03-16
Lakon Dewa Ruci Dipe
Tidak kurang-kurang Kurawa memperdaya Pandawa agar mereka mati. Namun usahanya tidak pernah berhasil. Hingga akhirnya, Kurawa mempunyai cara untuk... more » - 18-03-16
Lambang Kotapraja di
Berikut ini adalah lambang dari sejumlah kotapraja di Hindia Belanda, yaitu Batavia, Soerabaja, Semarang, Makassar, Medan, Padang, Amboina, Manado,... more »