Macapatan Malam Rabu Pon Putaran 144: Karaoke Macapat

08 Mar 2016 Pada macapatan malam Rabu Pon putaran 144 di Tembi Rumah Budaya 2 Februari 2016 lalu,  pengembaraan Mas Cebolang yang diikuti oleh empat santrinya yaitu Palakarti, Kartipala, Saloka, dan Nurwiti sampai di Kadipaten Wirasaba. Sejak masih di Kajoran dan Wonogiri, anak Seh Akadiyat dari Sokayasa, Banyumas bersama empat santrinya tersebut terkenal sebagai pembarang kentrung. Dasar berwajah tampan berkulit kuning bersih, suaranya merdu disertai gerakan yang luwes, maka tidaklah heran jika kemudian Mas Cebolang dan juga Nurwitri salah satu santrinya digandrungi banyak orang, terutama kaum wanita.    Di sela-sela main kentrung Mas Cebolang juga bermain sulap. Atraksi tersebut sungguh memikat penonton. Karena selain terampil Mas Cebolang juga sakti. Banyak hal terjadi di luar nalar mereka. Selain memiliki banyak kelebihan serta keistimewaan, kentrungan Mas Cebolang juga dipercaya dapat membantu terkabulnya kaul yang diucapkan serta hasrat yang diinginkan, sehingga menjadikan hidup lebih baik.    Seperti yang ditulis di ‘pada-pada’ atau bait-bait berikut ini:Pupuh 321,pada 25: Kalamun ana pangantyan, lami tan kêpadhaning sih, kaul nanggap Mas Cêbolang, kathah santri kang umaring, ndilalah gya lulut sih, lawan kaul sanèsipun, wus kajuwarèng prapat, dadya kakêmbanging lathi, lamun ana kang ananggap Mas Cêbolang.Pada 27: Nahên garwaning dipatya, nggarbini wus sangang sasi, karaos ngêdalkên toya, tigang ari tigang ratri, ki jabang dèrèng mijil, jinaga sakèhing dhukun, iyêg lamun ambabar, raharja ibu myang siwi, puputannya animbali Mas Cêbolang.Pada 28: Dipati mangayubagya, jabangbayi nulya lair, raharja sadayanira, marma puputan nimbali, Ki Cêbolang Nurwitri, lawan santrinya sadarum, siyang ing kabupatyan, gêlakan anambutkardi, mangke ratri wêdhare amangun suka.    Jika ada sepasang pengantin yang lama tidak bersatu dalam cinta, demikkian dikisahkan. Lalu mereka atau keluarganya punya kaul, jika nanti pengantin itu dapat rukun dan saling cinta, mereka akan menanggap kentrungan Mas Cebolang. Maka tidak berapa lama kemudian pengantin tersebut akan salulut bersatu dalam cinta.    Demikian pula dituliskan, istri bupati Wirasaba telah mengandung 9 bulan. Saat tiba waktunya untuk bersalin, air ketubannya telah keluar, tetapi selama tiga hari tiga malam, jabang bayi yang dikandung belum lahir. Para dukun yang menjaga mengucapkan kaul, jika nanti si ibu dapat melahirkan dengan lancar dan selamat, ya bayinya, ya ibunya, maka nanti pada waktu puputan, yaitu upacara syukur menandai lepasnya tali pusar, akan menanggap kentrungan Mas Cebolang. Maka tidak lama setelah kaul diucapkan, jabang bayi pun lahir. Sang Bupati dan seluruh kerabat bersuka cita menanggap kentrungan Mas Cebolang.   Sayangnya, tembang yang mengisahkan perihal kentrungan Mas Cebolang tersebut ketika ditembangkan di Tembi Rumah Budaya pada acara Macapatan Malam Rabu Pon, hanya dihadiri beberapa orang pecinta macapat. Hal tersebut dikarenakan sejak jam tiga sore hujan mengguyur Bantul dan sekitarnya. Ditambah lagi, malam itu tidak ada selingan karawitan, sehingga menambah sepi suasana.  Dengan sedikitnya pecinta macapat yang datang, ada sisi untungnya. Pasalnya, mereka dapat nembang sepuasnya. Tidak hanya nembang garingan, tanpa iringan, tetapi nembang pakai iringan digital yang telah dipersiapkan Angger Sukisno sebagai pemandunya. Maka jadilah malam itu ‘karaoke macapat.’  Tidak diragukan kemampuan Angger Sukisno dalam berolah suara yang diiringi dengan gamelan langsung maupun gamelan tidak langsung. Ia dapat memberi contoh nembang dengan iringan yang baik dan benar. Mereka yang selama ini sudah malang melintang di dunia macapat dan karawitan, disadarkan bahwa sesungguhnya masih banyak hal yang harus dipelajari.    Malam itu, bersama Angger Sukisno, Tembi Rumah Budaya memerlihatkan peran yang sesungguhnya, yaitu sebagai rumah, tempat untuk pulang dari kesibukan duniawi, dan belajar akan nilai-nilai kearifan lokal melalui tembang macapat. Dengan leluasa mereka dapat mengeduk ilmu macapat, baik dari lagunya, iringannya maupun sastranya. Saking asyiknya, waktu tiga jam   terasa amat cepat. Masih banyak hal yang belum diketahui, seberapa dalam kandungan nilai yang disembunyikan dalam ‘titi laras’ atau tangga nada tembang macapat.    Namun jam telah menunjukkan setengah dua belas, lebih setengah jam dari waktu biasanya,  Angger Sukisno terpaksa menutup acara malam itu dengan harapan agar kita semua diberi keselamatan, kesehatan sehingga dapat bertemu kembali pada 35 hari ke depan, untuk belajar hidup dan kehidupan dalam tembang macapat.   Herjaka HS   Macapatan malam Rabu Pon putaran 144 di Tembi Rumah Budaya 2 Februari 2016, foto: Herjaka Macapatan malam Rabu Pon putaran 144 di Tembi Rumah Budaya 2 Februari 2016, foto: Herjaka EDUKASI

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 12-03-16

    Launching Antologi P

    Antologi puisi rupa berjudul ‘Anakku Sayang Ibu Pulang’, karya dari beberapa penyair, yang pernah tampil di Sastra Bulan Purnama, Sabtu malam, 5... more »
  • 12-03-16

    Kamis Legi Hari Baik

    Pranatamangsa masuk mangsa Kasanga (9), umurnya 25 hari, mulai 1 s/d 25 Maret, curah hujan mulai berkurang. Masa birahi anjing dan sejenisnya.... more »
  • 12-03-16

    Bubur Koyor Srikandi

    Koyor atau urat sapi mungkin tidak sepopuler bagian tubuh sapi lainnya. Tapi bagi sebagian orang, koyor justru tampil sebagai primadona. Koyor... more »
  • 12-03-16

    FIB UGM Gelar Festiv

    Tari Reog Ponorogo yang dipentaskan di depan hall lantai dasar Grha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta, pada Selasa, 1 Maret 2016, mengundang perhatian... more »
  • 11-03-16

    Jupri Abdullah Pamer

    Setelah menggelar karyanya di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, Jupri Abdullah memajang karyanya di Museum Negeri Banten, Jl Brigjen K.H. Syama’un No.... more »
  • 11-03-16

    Pesan Kebersamaan Ki

    Kirab atau pawai senantiasa menjadi acara yang dinanti-nanti masyarakat. Pada setiap kirab selalu saja di sekitar rute yang dilaluinya disesaki... more »
  • 11-03-16

    Atraksi Barongsai di

    Barongsai kini menjadi pertunjukan ‘live’yang mudah ditonton. Pada masa Orde Baru, seni tradisi ini hanya bisa dinikmati lewat film. Misalnya yang... more »
  • 11-03-16

    Denmas Bekel 11 Mare

    Denmas Bekel 11 Maret 2016 more »
  • 10-03-16

    Nana Ernawati, Penya

    Namanya Nana Ernawati, biasa dipanggil Nana. Anak-anak yang lebih muda sering memanggilnya Bu Nana. Penyair era tahun 1980-an, rasanya kenal dengan... more »
  • 10-03-16

    Wisrawa (1): Berada

    Anak lelaki bernama Wisrawa tersebut lahir, tumbuh dan menjadi besar di pertapaan. Maklum saja karena ia anak seorang Begawan pinunjul bernama... more »