Tiba Musim Hujan di Sangkring
Author:editorTembi / Date:17-07-2014 / Pameran yang diberi tajuk ‘Threesome’ ini menampilkan tiga perupa dari generasi yang sama, lahir tahun 1980-an. Pada usia 30-an tahun, mereka tampil bersama dengan menyajikan karya yang berbeda.
Beatifull and Sick
Putra Eko Prasetyo memamerkan karya berjudul “Tiba Musim Hujan” di Sangkring Art Project, Nitiprayan, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta, pada 12-23 Juli 2014. Hujan karya Eko divisualkan dalam bentuk semut yang berjajar membentuk garis-garis, yang mungkin menandakan titik-titik hujan.
Pameran yang diberi tajuk ‘Threesome’ ini menampilkan tiga perupa dari generasi yang sama, lahir tahun 1980-an. Pada usia 30-an tahun, mereka melakukan sejumlah pameran di ruang pameran yang berlainan. Kali ini mereka tampil bersama dengan menyajikan karya yang berbeda.
Pada karya Putra Eko Prasetyo yang berjudul “Tiba Musim Hujan” dan “Autumn” keduanya menampilkan visual semut, yang membentuk garis lurus, bulat, melengkung dan seterusnya dan digambar di atas kanvas dengan latar belakang yang berbeda. Pada karya berjudul “Autumn” latar belakangnya berwarna putih. Pada ‘Tiba Musim Hujan’ berwarna merah.
Dua latar warna berbeda, keduanya dirubungi semut, yang satu semut hitam, dan pada “Autumn”; semut merah. Bentuk semutnya sama, dan dibuat seperti semut yang kita kenali, kecil-kecil. Karena jumlahnya banyak, sehingga semut membentuk satu pola tertentu. Mungkin, ini representasi dari ‘Threesome’ yang menajdi tema pameran, bahwa mereka bertiga, sebagai satu kelompok seperti halnya semut, melakukan kerja sama.
Thes Special District
Lain lagi dengan Khusna Hardiyanto, yang menyajikan karya berjudul “Beatiful and Sick” dalam rupa bentuk mahkota duri, sehingga mengingatkan seperti makhota yang dikenakan Yesus ketika menderita sengsara. Karya itu diletakkan di satu papan yang dibungkus dengan kain hitam, sehingga terlihat kontras: mahkota duri warna kelam dan kain putih sebagai dasarnya.
Judul karyanya menyertakan dua kata ‘beatiful’ dan ‘sick”, yang keduanya memiliki arti sendiri-sendiri, tetapi seolah sedang disatukan dalam pemahaman yang sama, sehingga kita bisa mengenali sebagai sakit yang indah, atau kesakitan akan berakhir pada keindahan. Begitulah, Khusna sebagai perupa menafsirkan dua kata dan dituangkan dalam bentuk karya seni rupa.
Dedy Maryadi melalui karya berjudul “The spesial district” dengan menyajikan dua sosok orang yang berdiri. Tubuhnya berwarna merah dan kedua tangannya terlentang. Orang yang berdiri di belakang, selain tangannya, kakinya juga terlentang ke kanan dan kiri, kalau dalam bahasa Jawa dikenal dengan sebutan menggagah. Latar belakang dari dua sosok orang ini ada tangga dan dinding dalam desain garis-garis: tegak dan membujur.
Barangkali, bangunan yang dijaga oleh dua orang, merupakan ruang khusus, setidaknya sebagaimana judulnya. Sebagai ruang khusus ia menghadirkan imajinasi pada satu ruang, yang mungkin tidak dikenali, karena hanya imajinasi perupanya. Ruang khusus dalam satu lorong, yang di kanan kirinya ada pagar bergaris-garis, sehingga menunjukkan bahwa bangunan itu, meski bersifat khusus, tetapi tidak rahasia.
Pameran dari tiga perupa ini, selain menampilkan seni lukis kanvas juga menampilkan karya rupa yang berbeda dan menggunakan bahan yang tidak sama. Misalnya, pada karya Dedy Maryadi berjudul “Encased Future” menyajikan visual berupa tas jinjing, mirip koper, yang dibungkus dengan plastik bintik-bintik. Yang menarik, pada bagian bawah dari tas ini ada jari jempol menyembul keluar menembus plastiknya.
Tiba Musik Hujan
Rasanya, “Threesome” memang tiga orang yang bersahabat dan bersama berkarya. Masing-masing saling menumbuhkan kreativitasnya dan saling bersinergi untuk (terus) berkarya. Sebagai seniman, agaknya, mereka menyadari bahwa kreativitas tidak boleh berhenti, dan untuk menumbuhkannya perlu ada teman. Maka, dalam berkelompok mereka saling mendorong untuk berkarya, dan pameran yang dilakukan ini adalah salah satu bentuk, bahwa mereka tidak berhenti berkarya.
Meski karyanya tidak memikat, bahkan bisa dikatakan tergolong sederhana dan simpel, tetapi ketekunan mereka untuk berkarya, seperti membentuk garis-garis yang mempunyai pola dalam rupa semut, kiranya merupakan bentuk dari ketekunan yang dimiliki.
Pada akhirnya, menghasilkan karya seni rupa bukan hanya persoalan teknis, melainkan diawali dari ide dan dari sana bagaimana visual dihadirkan untuk menyampaikan ide itu.
Karya seni tanpa ide, meskipun hasilnya indah akan terasa kering, setidaknya seperti sapa yang dikatakan Khusna Hardiyanto pada karyanya yang berjudul “Beatifull and sick” .
Naskah dan foto:Ons Untoro
Berita budayaLatest News
- 18-07-14
Rendang Jawa Ala Maj
Resep masakan tradisional Jawa di majalah ini ditulis oleh Pujirah dalam rubrik “Jagading Wanita”. Isi Majalah Kajawen tersebut sekitar 90 % ditulis... more » - 18-07-14
Misteri Perempuan An
Cara dan konsep visualiasi karya-karya Angga ini menunjukkan kepekaannya terhadap perempuan. Ia menyadari kemisteriusan perempuan, dan mencoba... more » - 18-07-14
Rainforest Music Fes
Hentakan kaki yang keras, tepukan tubuh yang berirama ditambah nyanyian keras menjadi kekuatan tarian perang suku Maori, Selandia Baru. Juluran lidah... more » - 17-07-14
Ada Banyak Keris Tan
Pada zaman Mataram Islam banyak terdapat empu-empu pembuat keris yang ampuh dan terkenal, antara lain Arya Japan, Ki Guling, Ki Nom, Ki Legi, Ki... more » - 17-07-14
Maraknya Tapis Lampu
Judul : Maraknya Tapis Lampung: Dahulu dan Kini The Splendor of Lampung Tapis: Then and Now Penulis : Judi Achjadi, Benny Gratha Penerbit :... more » - 17-07-14
Tiba Musim Hujan di
Pameran yang diberi tajuk ‘Threesome’ ini menampilkan tiga perupa dari generasi yang sama, lahir tahun 1980-an. Pada usia 30-an tahun, mereka tampil... more » - 16-07-14
Denmas Bekel 16 Juli
more » - 16-07-14
Dapur Empu Keris di
Pembuatan foto ini merupakan upaya yang brilian dari sang fotografer atau pemrakarsanya sebagai bentuk pendokumentasian akan sebuah fenomena unik... more » - 16-07-14
Penyair Pesantren Ta
Para penyair muda pondok pesantren ini tidak hanya membaca puisi, tetapi yang menarik mereka menggarap puisi dengan musik terbangan, yang mereka... more » - 15-07-14
Jembatan Neco, Salah
Pembuatan jembatan konstruksi baja yang dipindahkan dari Manding itu sendiri tidak atau belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan pada zaman kolonial... more »