Kehadiran Kaum Muda dalam Macapatan Mengikis Kekhawatiran
Author:editorTembi / Date:18-11-2014 / Sesungguhnya seni macapat yang menitikberatkan pada seni sastra tembang masih mempunyai daya tarik tersendiri yang mampu memikat generasi muda untuk mengenali dan mengapresiasi serta mencintai kesenian tersebut. Sehinngga dengan demikian seni macapat tidak mudah digilas zaman pada ukuran sejarah yang pendek, 20 tahun.
Abdul Aziz dari UNY mendapat kesempatan pertama untuk nembang
Keterlibatan generasi muda pada acara macapat cukup melegakan dan membesarkan hati para pecinta macapat yang sebagian besar adalah orang tua. Karena, dengan demikian para pencinta macapat tidak perlu mengkhawatirkan bahwa kesenian tersebut akan punah. Seperti pada acara macapatan Malem Rabu Pon putaran ke-132 di Tembi Rumah Budaya pada 4 November 2014.
Abdul Aziz salah satu wakil dari generasi muda yang datang, tampil maju untuk menembangkan Dhandhanggula. Cara Aziz memperkenalkan diri, dan memohon maaf sebelumnya jika terjadi kesalahan dalam membawakan tembang, menggunakan bahasa Jawa yang runtut baik dan benar cukup memikat para orang tua yang hadir malam itu.
Generasi tua membagi pengetahuan macapatan kepada generasi muda
Kedatangan Aziz yang adalah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta bersama tujuh teman lainnya bertujuan untuk melihat dan terlibat langsung pada acara gelar seni macapat dan Uyon-uyon gendhing-gendhing Jawa. Mereka menyadari bahwa sebagai mahasiswa dan mahasiswi jurusan sastra Jawa di UNY nantinya mereka akan menjadi guru yang mengajarkan kepada anak didik bahasa Jawa serta keseniannya termasuk macapat. Oleh karenanya mereka ingin menambah kemampuan serta pengalaman akan kesenian macapat yang telah sedikit di dapat di ‘kursi universitas.’
Jika para calon guru bahasa Jawa tersebut menyadari akan tugasnya yang salah satunya adalah mewarisi serta menghidupi seni macapat, idealnya mereka mampu menguasai secara tehnis 11 jenis tembang macapat yang meliputi: Asmaradana, Dhandhanggula, Durma, Gambuh, Kinanthi, Maskumambang, Megatruh, Mijil, Pangkur, Pocung, Sinom, serta menembangkan dengan benar. Dengan kemampuan tersebut para guru nantinya dapat mengusung dan menyambung seni macapat kepada generasi selanjutnya, serta meneladankan nilai-nilai keutamaan yang digali dari sastra tembang macapat kepada anak didik mereka.
Karawitan Timbul Budoyo menghangatkan suasana macapatan
Empat tahun lalu ada tamu Tembi Rumah Budaya dari Jakarta yang menghadiri acara macapat malem Rabu Pon ini. Ia mengatakan bahwa acara ini merupakan ‘klangenan’ bagi pecintanya yang sekarang ini berumur lebih dari 50 tahun. Dua puluh tahun lagi acara klangenan ini akan bubar dengan sendirinya, karena para pecintanya sudah tidak ada lagi.
Kehadiran para generasi muda calon pendidik pada acara macapat, walaupun masih pada taraf mengenali dan mengapresiasi, rupanya dapat mengikis kekhawatiran bahwa acara macapatan khususnya macapatan malem Rabu Pon akan kehabisan pecinta. Sesungguhnya seni macapat yang menitikberatkan pada seni sastra tembang masih mempunyai daya tarik tersendiri yang mampu memikat generasi muda untuk mengenali dan mengapresiasi serta mencintai kesenian tersebut. Sehinngga dengan demikian seni macapat tidak mudah digilas zaman pada ukuran sejarah yang pendek, 20 tahun.
Suasana macapatan putaran ke-132
Seperti malam itu acara sungguh semarak menyenangkan. Tembang macapat diiringi karawitan komplit dengan pesindennya dari Timbul Budoyo, memecah suasana malam yang beku. Selain mahasiswa UNY Karangmalang, empat mahasiswa Amikom Babarsari beserta dua orang generasi muda lainnya dan juga beberapa pendatang baru ikut menyemarakan acara macapat malam itu. Mereka berbaur menjadi satu dengan para pecinta yang hampir dipastikan selalu datang pada setiap selapan hari untuk mendengarkan tembang-tembang yang di tembangkan dari serat Centhini.
Nonton yuk ..!
Naskah dan foto: Herjaka HS
Bale Karya Pertunjukan SeniLatest News
- 02-12-14
Membincangkan Puisi
Wayang mungkin memang bukan hal asing bagi Gunawan Maryanto sebagai orang Jawa sekaligus yang berkecimpung di dunia pedalangan. Oleh karenanya karya... more » - 02-12-14
Theresia berbicara t
Lewat karya seni grafisnya yang dipamerkan di Bentara Budaya, Jakarta, pada 21-30 November 2014, Theresia Agustina Sitompul memanfaatkan karbon... more » - 02-12-14
Sri Sultan Hamengkub
Sri Sultan HB VIII berkunjung ke penerbit ini sekitar tahun 1936—1937. Kunjungannya diberitakan Majalah Kajawen No 14 tanggal 17 Februari 1937. Pada... more » - 01-12-14
KOLABORASI BUDAYA DA
Penonton terhibur dan menikmati serangkaian gerak tari yang lincah serta energik khas Didik Nini Thowok. Ia memadukan tari topeng khas Indonesia... more » - 01-12-14
Safari Gebyar Museum
Usai sudah kegiatan safari Gebyar Museum 2014 yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan DIY bersama 6 museum anggota Barahmus DIY. Kegiatan safari... more » - 01-12-14
Nasihat Tanpa Terkes
Buku ini bisa dijadikan bacaan penghibur hati, sekaligus untuk belajar tembang macapat. Melalui tembang-tembang tersebut seseorang memperoleh... more » - 29-11-14
Prajurit Keraton Kas
Berdasarkan hirarkhi keprajuritan keraton, di bawah Komandan (Kumendham) ada Pandhega (Kapten). Sebutan kalenggahan dari Pandhega adalah Bupati Enem... more » - 29-11-14
Orang Jumat Pon Cepa
Orang kelahiran Jumat Pon hatinya baik, kalau bicara berusaha tidak menyakiti orang lain, mendambakan kerukunan dan kedamaian keluarga dan saudara,... more » - 29-11-14
Pasinaon Basa Jawa K
Ini contoh penerapan kata pada tataran bahasa Jawa saat ini, dengan keterangan: n = singkatan dari bahasa ngoko, na = bahasa ngoko halus, k = bahasa... more » - 29-11-14
Kebo Bule Nongol Pad
Konon ketika Paku Buwono II berniat memindahkan Keraton Kartasura, ia mempercayakan kepada kebo bule, yang sudah beranak pinak, untuk menemukan... more »