Theresia berbicara tentang “Pada Tiap Rumah Hanya Ada Seorang Ibu”

Author:editorTembi / Date:02-12-2014 / Lewat karya seni grafisnya yang dipamerkan di Bentara Budaya, Jakarta, pada 21-30 November 2014, Theresia Agustina Sitompul memanfaatkan karbon sebagai medium monoprint untuk me-ngeblat barang-barang miliknya seperti baju kebaya, rok, jins, celana dalam, beha, kaos dalam.

Pameran seni grafis Theresia Agustina Sitompulyang di Bentara Budaya, Jakarta, pada 21-30 November 2014
Karya Theresia Agustina Sitompulyang berjudul “Fitting”

Lewat karya seni grafisnya yang dipamerkan di Bentara Budaya, Jakarta, pada 21-30 November 2014, Theresia Agustina Sitompul memanfaatkan karbon sebagai medium monoprint untuk me-ngeblat barang-barang miliknya seperti baju kebaya, rok, jins, celana dalam, beha, kaos dalam, baju dalam dan kaos kaki. Bahan kertas karbon yang tidak mengandung bahan kimia logam digunakan sebagai pengganti tinta cetak.

Tere, begitu panggilan perempuan kelahiran 5 Agustus 1981 di Pasuruan ini, mencap benda- benda, tidak mencetaknya. Dia tidak membuat “cetakan” tapi sebutlah saja cap-capan. Teknik mencap menghasilkan cetakan yang lebih kabur seperti jejak-jejak tipis yang tidak sama rata pada bidang permukaan. Kalau hasil cetakan selalu berambisi untuk mencapai kepersisan, mengarbon sebaliknya lebih dekat dengan kesamaran.

Pameran seni grafis Theresia Agustina Sitompulyang di Bentara Budaya, Jakarta, pada 21-30 November 2014
Buku tebal berlubang dalam

“Selalu ada yang sadar dan tidak sadar pada karyaku,” kata Tere ketika ditanya tujuannya me-ngeblat baju-baju itu. Pada karya Tere, kita sebenarnya juga melihat bayangan ibunya. Di antara baju-baju yang di-blat atau di-karbon itu ada baju ibunya. Boleh jadi karya-karya itu lahir melalui perjalanan hidup dan representasi dari proses memaknai suatu pengalaman serta rasa yang didapat dari citra ibu-anak.

Pameran seni grafis Theresia Agustina Sitompulyang di Bentara Budaya, Jakarta, pada 21-30 November 2014
“Sampai Matahari Tenggelam dan Terbit Kembali”

Selain karya grafis hasil mengeblat atau mengarbon yang tipis dan kabur, Tere membuat sepuluh buah obyek buku yang tebal dan kukuh. Dia membuat sebuah lubang yang sangat dalam pada sebuah buku untuk menunjukkan tidak terbatasnya isi buku. Ia menawarkan makna kepada kita: perempuan atau ibu yang ingin berbahagia, mandiri, dan karena itu tidak bersedia menjadi “korban” dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya, selayaknya sosok ibu yang laksana buku tebal dan kukuh meski ada lubang hitam di dalamnya.

Naskah dan Foto: Beatrix Imelda S

Berita budaya

Latest News

  • 13-12-14

    Jakarta 32°C 2014 Ja

    Ini kali keenam Jakarta 32°C diselenggarakan sejak 2004. Pameran karya visual mahasiswa terbesar di Jakarta ini melibatkan 40 mahasiswa dari berbagai... more »
  • 13-12-14

    Tari Bedhaya Hagorom

    Bedhaya yang dipersembahkannya bagi Sri Sultan Hamengku Buwana X ini merupakan salah satu wujud terima kasihnya sebagai penari yang merasa telah... more »
  • 13-12-14

    Pasinaon Basa Jawa K

    Kata akon ”menyuruh” digunakan untuk komunikasi ragam ngoko. Untuk menghormati diri sendiri bisa menggunakan kata aken/kengken (bentuk krama) atau... more »
  • 13-12-14

    Orang Jumat Paing Pa

    Watak orang Jumat Paing punya kemauan keras, teguh pendiriannya, sangat hati-hati, cukup rezekinya, sejahtera, pandai memimpin, banyak sahabat yang... more »
  • 12-12-14

    Lukisan Ajaib Karya

    Pandangan dari mata di dalam lukisan itu seperti memandang kita tanpa lepas di mana pun posisi kita berada. Artinya, sudut mata dari lukisan sultan... more »
  • 12-12-14

    Aneka Warangka Keris

    Pendok adalah lapisan pelindung bagian gandar dari warangka keris. Lapisan ini terbuat dari bahan logam perak, tembaga, kuningan atau emas. Jika... more »
  • 12-12-14

    Perabot Dari Budaya

    Ruang pamer Bentara Budaya Yogyakarta, pada satu sudut didesian seperti ruang tamu. Ada meja dan kursi dan di atas meja ada makanan kecil, teko dan... more »
  • 11-12-14

    Majalah Kajawen Mema

    Para penggemar batik tradisional tentu sudah tidak asing lagi dengan motif Sidaluhur. Namun dalam Majalah Kajawen No 86 tanggal 27 Oktober 1937... more »
  • 11-12-14

    Puntadewa adalah Kes

    Sebagai pribadi ia memang setia kepada panggilan dharma. Tetapi sebagai raja dan pengayom apakah ia juga setia untuk selalu memikirkan kesejahteraan... more »
  • 11-12-14

    Mengolah Puisi Menja

    Kali ini Sastra Bulan Purnama menampilkan sajian yang mengolah puisi menjadi pertunjukan. Pada Senin malam 8 Desember 2014 di Pendapa Tembi Rumah... more »