Membincangkan Puisi Wayang Gunawan Maryanto

02 Dec 2014 Wayang mungkin memang bukan hal asing bagi Gunawan Maryanto sebagai orang Jawa sekaligus yang berkecimpung di dunia pedalangan. Oleh karenanya karya Gunawan Maryanto di bidang yang lain (puisi) pun terinspirasi atau berbicara soal wayang dengan segala kedalaman filosofi dan pernak-perniknya, dan tentu tekanan puitik dari lirik-liriknya.

Gunawan Maryanto tengah membacakan puisi-puisi wayang di PKKH UGM, difoto: Selasa, 25 November 2014, foto: a.sartono
Gunawan Maryanto tengah membacakan 
puisi-puisi wayang di PKKH UGM

Cerita wayang menginspirasi banyak orang, termasuk sastrawan. Demikian pun dengan Gunawan Maryanto. Seniman serba bisa ini telah menuliskan setidaknya sembilan tokoh wayang dalam puisi-puisinya, yaitu Banowati, Surtikanti, Mustakaweni, Satyawati, Amba (Dewi Amba), Sumbadra, Adaninggar, Aswatama, dan Balada Ali. Tampaknya secara sengaja Gunawan Maryanto memang menulis puisi berdasarkan inspirasi dari tokoh wayang, khususnya tokoh wanita. Menilik penokohan yang dipuisikannya, tampaknya tokoh-tokoh wanita pewayangan yang penuh tragikalah yang dituliskan Gunawan Maryanto.

Wayang mungkin memang bukan hal asing bagi Gunawan Maryanto sebagai orang Jawa sekaligus yang berkecimpung di dunia pedalangan. Oleh karenanya karya Gunawan Maryanto di bidang yang lain (puisi) pun terinspirasi atau berbicara soal wayang dengan segala kedalaman filosofi dan pernak-perniknya, dan tentu tekanan puitik dari lirik-liriknya.

Gunawan Maryanto mengakui bahwa karya kreatif puisinya yang bertemakan wayang hanyalah merupakan salah satu cara untuk memberi kesegaran baru atau mungkin juga tafsir baru pada cerita wayang itu sendiri melalui tokoh yang ditampilkannya. Tokoh-tokoh yang muncul dalam puisinya pun bukanlah tokoh-tokoh yang paling utama dalam pewayangan.

Ia juga menyatakan tidak bermaksud mempuisi-puisikan tokoh wayang. Akan tetapi ketika ia mulai menuliskan puisi secara tanpa sengaja gagasan dan tulisannya mengalir begitu saja dan jadinya bermuara pada tokoh wayang yang bersangkutan. Selain itu, apa yang diungkap dalam puisinya pun bukanlah hal-hal yang lumrah ada dan muncul di dalam dunia pewayangan. Sembilan tokoh wayang dalam puisinya menurutnya merupakan tokoh yang paling verbal dan paling luwes dan enak untuk ditampilkan.

Hal ihwal puisi Gunawan Maryanto yang berkaitan dengan tokoh wayang khususnya tokoh wanita inilah dibincangkan di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri Universitas Gadjah Mada pada Selasa malam, 25 November 2014. Ada dua pembahas yang dihadirkan dalam acara itu yakni Badrul Munir Choir (sastrawan) dengan makalah berjudul Tragika Percintaan, Kontramitos, dan Kesadaran Penyair sebagai Dalang: Membaca Puisi-puisi Wayang Gunawan Maryanto dan Sari Fitria (S2 Ilmu Sastra FIB UGM) dengan makalah berjudul Wan(ita) dalam Puisi-puisi Wayang Gunawan Maryanto. Bertindak sebagai moderator dalam acara ini adalah Farhana Aulia. Tulisan lain sebagai bahan pemantik diskusi disampaikan oleh Prof. Dr. Faruk HT. dengan judulSurtikanti Gunawan Maryanto: Pancingan Diskusi Sastra PKKH.

Dari kiri ke kanan: Gunawan Maryanto, Farhana Aulia, Badrul Munir Choir, dan Sari Fitria, difoto: Selasa, 25 November 2014, foto: a.sartono
Dari kiri ke kanan: Gunawan Maryanto, Farhana Aulia, 
Badrul Munir Choir, dan Sari Fitria

Dalam tulisannya Faruk menyatakan bahwa banyak ketumpangtindihan dalam puisi Gunawan Maryanto yang itu memang menjadi hal yang disengaja. Tumpang tindih antara yang makro dan mikro, yang internal dan eksternal, alam dengan tubuh. Ketumpangtindihan ini membuat citraan yang tergambar di dalamnya menjadi tampak surealistik. Yang membuatnya semakin surealistik adalah ketumpangtindihan waktu, antara masa kini dengan masa lalu, dunia wayang dengan dunia nyata, tradisi dengan modern: giwang, liontin, dengan jam tangan.

Selain itu, di akhir tulisannya Faruk menyampaikan bahwa puisi Gunawan Maryanto memilih keli daripada ngeli. Dan dalam keli, perbedaan-perbedaan tak lagi ada. Surtikanti sama saja dengan Banowati. Dua-duanya adalah figur yang mendua, yang cair, yang terus berubah. Mungkin begitu.

Naskah dan foto: ASartono

Berita BUDAYA

Baca Juga

Artikel Terbaru

  • 14-03-16

    Mahasiswa Jepang Bel

    Hari Jumat siang, 5 Maret 2016,  Tembi Rumah Budaya Yogyakarta dikunjungi oleh 8 mahasiswa dan 2 dosen kedokteran gigi  dari Jepang yang... more »
  • 14-03-16

    Belajar Membuat Laya

    Rasanya semakin jarang terlihat anak-anak yang bermain layang-layang. Mungkin karena lahan bermain yang semakin sempit, atau desakan hiburan dan... more »
  • 14-03-16

    Mistari Hastibuan

    Masjid kuno Al Huda Pucung secara administratif terletak di Dusun Dengkeng Pucung, Kelurahan Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Daerah... more »
  • 12-03-16

    Launching Antologi P

    Antologi puisi rupa berjudul ‘Anakku Sayang Ibu Pulang’, karya dari beberapa penyair, yang pernah tampil di Sastra Bulan Purnama, Sabtu malam, 5... more »
  • 12-03-16

    Kamis Legi Hari Baik

    Pranatamangsa masuk mangsa Kasanga (9), umurnya 25 hari, mulai 1 s/d 25 Maret, curah hujan mulai berkurang. Masa birahi anjing dan sejenisnya.... more »
  • 12-03-16

    Bubur Koyor Srikandi

    Koyor atau urat sapi mungkin tidak sepopuler bagian tubuh sapi lainnya. Tapi bagi sebagian orang, koyor justru tampil sebagai primadona. Koyor... more »
  • 12-03-16

    FIB UGM Gelar Festiv

    Tari Reog Ponorogo yang dipentaskan di depan hall lantai dasar Grha Sabha Pramana UGM, Yogyakarta, pada Selasa, 1 Maret 2016, mengundang perhatian... more »
  • 11-03-16

    Jupri Abdullah Pamer

    Setelah menggelar karyanya di ruang pamer Tembi Rumah Budaya, Jupri Abdullah memajang karyanya di Museum Negeri Banten, Jl Brigjen K.H. Syama’un No.... more »
  • 11-03-16

    Pesan Kebersamaan Ki

    Kirab atau pawai senantiasa menjadi acara yang dinanti-nanti masyarakat. Pada setiap kirab selalu saja di sekitar rute yang dilaluinya disesaki... more »
  • 11-03-16

    Atraksi Barongsai di

    Barongsai kini menjadi pertunjukan ‘live’yang mudah ditonton. Pada masa Orde Baru, seni tradisi ini hanya bisa dinikmati lewat film. Misalnya yang... more »