Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Author:editorTembi / Date:26-04-2014 / Sebagai seorang raja Yogyakarta, HB IX juga dikenal sangat dekat dengan rakyatnya dan dikenal dengan prinsipnya “Tahta Untuk Rakyat”. Bahkan semasa penjajahan Jepang, yang terkenal dengan kerja paksa “Romusha”, HB IX meminta kepada Jepang agar warga Yogyakarta tidak diikutsertakan dalam kerja paksa itu.

Sri Sultan HB IX Pahlawan Nasional dari DIY, sumber foto: Suwandi/Tembi
Museum HB IX di dalam Kompleks Keraton Yogyakarta

Betapa besar jasa dan perjuangan yang dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono (HB) IX kepada negara Republik Indonesia, khususnya pada awal kemerdekaan RI. Bahkan sampai pemerintahan RI pindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada tahun 1946-1949, itu berkat jasa HB IX, sebagai raja Keraton Yogyakarta yang memiliki jiwa nasionalis. Dengan berpindahnya pemerintahan RI yang baru saja merdeka ke Yogyakarta, HB IX menjamin keamanan para petinggi negara dan bahkan menyediakan dana yang besar untuk biaya operasional pemerintahan RI kala itu.

Selain itu, ia terlibat langsung dalam rencana Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, yang akhirnya membuka mata dunia, bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) masih ada. Maka atas jasanya itulah, HB IX dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional ke-13 dari DIY pada tanggal 30 Juli 1990 semasa Presiden Suharto dengan Keppres No 53/TK/1990.

Sri Sultan HB IX Pahlawan Nasional dari DIY, sumber foto: Suwandi/Tembi
Lukisan HB IX di Museum HB IX Keraton Yogyakarta

HB IX lahir pada tanggal 12 April 1912 di Yogyakarta. Semasa kecil bernama Bendara Raden Mas (BRM) Daradjatun. Ia merupakan putra HB VIII dengan Raden Ajeng Kustilah, dan meninggal pada tanggal 2 Oktober 1988 di Washington DC, Amerika Serikat. HB IX pernah menjabat sebagai Wakil Presiden RI ke-2, setelah Mohammad Hatta.

Ia menjabat raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dalam periode cukup lama, yaitu sejak 18 Maret 1940—1 Oktober 1988. Sementara jabatan gubernur DIY disandangnya sejak 17 Agustus 1945—1 Oktober 1988. Jabatan lain sangat banyak sekali, termasuk Menko Bidang Ekonomi, Wakil Perdana Menteri, Menteri Pertahanan, Ketua Dewan Pariwisata Indonesia dan lain-lain.

Sebagai seorang raja Yogyakarta, HB IX juga dikenal sangat dekat dengan rakyatnya dan dikenal dengan prinsipnya “Tahta Untuk Rakyat”. Bahkan semasa penjajahan Jepang, yang terkenal dengan kerja paksa “Romusha”, HB IX meminta kepada Jepang agar warga Yogyakarta tidak diikutsertakan dalam kerja paksa itu, karena tenaga rakyat sedang dibutuhkan Keraton Yogyakarta untuk membangun irigasi selokan Mataram. Tindakan itu sebenarnya untuk melindungi rakyatnya agar terhindar dari kerja paksa yang terkenal sangat mematikan itu.

Sri Sultan HB IX Pahlawan Nasional dari DIY, sumber foto: Suwandi/Tembi
Piagam Penggabungan Kraton Yogyakarta 
ke NKRI di Museum HB IX Keraton Yogyakarta

Kebesaran nama HB IX banyak diabadikan oleh museum-museum di Yogyakarta. Bahkan Museum Bebadan Keraton Yogyakarta sendiri mendirikan sebuah museum khusus mengenang jasa-jasa HB IX dengan nama “Museum Sri Sultan Hamengkubuwono IX” di lingkungan Keraton Yogyakarta. Museum HB IX mengoleksi banyak benda bersejarah peninggalan HB IX, termasuk piagam penggabungan Keraton Yogyakarta ke NKRI yang terkenal dengan nama Amanat 5 September 1945. Koleksi lain seperti barang-barang pribadi antara lain kamera, sepatu, baju, topi, foto, meja kursi, lencana, dan uang kertas Rp 10.000 bergambar HB IX.

Sri Sultan HB IX Pahlawan Nasional dari DIY, sumber foto: Suwandi/Tembi
Foto HB IX (berkaca mata) saat mengunjungi 
Pos Merapi 1954, Koleksi Museum 
Gunungapi Merapi Yogyakarta

Sementara itu, hampir semua museum di Yogyakarta, khususnya yang masuk dalam kategori Museum Sejarah dan Perjuangan, memuat sejarah HB IX, baik berupa foto, diorama, benda koleksi, atau jenis lainnya, seperti yang terdapat di Museum Monumen Yogya Kembali (Monjali), Museum Benteng Vredeburg, Museum Perjuangan, Museum UGM, Museum Gunungapi Merapi, Museum Pusat TNI AD Dharma Wiratama, dan lainnya. Itu semua ditampilkan untuk memberi pembelajaran kepada generasi muda akan jasa dan pengabdian HB IX kepada bangsa dan negara NKRI.

Ke museum yuk ..!

Naskah & foto: Suwandi

Jaringan Museum

Latest News

  • 30-08-14

    Hari Pasaran Jadi Pu

    Pada hari pasaran, pasar-pasar tersebut bisa dikatakan penuh orang berjual beli. Untuk pasaran Kliwon yang menjadi hari pasaran Pasar Bantul, maka di... more »
  • 30-08-14

    Hari dan Pasaran Kel

    Senin Pon, 1 September 2014. Hari kelahiran Senin, diangkakan = 4 ditambah pasaran kelahiran Pon, diangkakan = 7. Jumlah Weton 4 + 7 = 11. Wataknya:... more »
  • 30-08-14

    Sang Hyang Antaboga,

    Setelah mendapatkan aji tersebut, Nagasena merubah tubuhnya menjadi manusia berperawakan dewa. Ia sudah jarang berpenampilan sebagai ular perkasa,... more »
  • 30-08-14

    Inventarisasi Perlin

    Judul : Inventarisasi Perlindungan Karya Budaya. Karapan Sapi Madura  Penulis : Dr. Widya Nayati, M.A.  Penerbit : Balai Pelestarian... more »
  • 29-08-14

    Jogja Percussion Fes

    Musik perkusi yang selama ini jarang digarap kini mendapat wadah berupa rangkaian pertunjukan akbar Jogja Percussion Festival 2014. Festival yang... more »
  • 29-08-14

    Jogja Percussion Fes

    Malam itu, Sabtu 23 Agustus 2014 Jogja Percussion Festival memanjakan para penonton dengan lineup yang sangat berkesan. Tidak sedikit dari pengisi... more »
  • 29-08-14

    Jagang Masjid Gede K

    Pada tempo dulu umumnya orang tidak mengenakan alas kaki (nyeker) sehingga dapat dipastikan bahwa kakinya kotor. Sedangkan untuk masuk masjid orang... more »
  • 28-08-14

    Resep Sambel Goreng

    Majalah Kajawen ini awalnya memang diperuntukkan bagi kalangan menengah ke atas saja, yang kala itu “melek” huruf atau istilahnya bisa membaca,... more »
  • 28-08-14

    Serat Suryaraja, Pus

    Karena kedudukannya sebagai pusaka, maka tak sembarang orang boleh membaca. Bahkan yang boleh memegang hanya orang-orang tertentu, yaitu mereka yang... more »
  • 27-08-14

    Keris

    Judul : Keris  Penulis : Drs. Hamzari  Penerbit : Djambatan, 1993, Jakarta  Bahasa : Indonesia dan Inggris  Jumlah... more »