Tembi

Yogyakarta-yogyamu»TUGU JOGJA SASARAN BARU AKTING DAN FOTOGRAFI

09 Dec 2009 08:39:00

Yogyamu

TUGU JOGJA SASARAN BARU AKTING DAN FOTOGRAFI

Tak pelak lagi bahwa Tugu Jogja merupakan salah satu symbol identitas Jogja. Keberadaannya menguatkan identitas tersebut. Tidak aneh pula jika akhir-akhir ini Tugu Jogja menjadi objek atau sasaran bidik kamera dari banyak orang. Terutama orang-orang yang sedang berkunjung di Jogja. Mereka merasa belum afdol jika belum mengabadikan gambar diririnya di sisi Tugu Jogja ini. Akibatnya, hampir setiap hari (utamanya malam hari) tugu ini menerima kunjungan banyak orang. Ada yang cukup dengan melihat-lihat dan foto di sisinya. Namun tidak kurang-kurang yang mencoba naik ke batang tubuhnya. Dengan demikian dinding tugu ini penuh dengan cap alas sepatu atau sandal. Maklum dinding tugu ini memang dicat dengan cat berwarna putih. Jadi, warna selain putih yang menempel di atasnya akan langsung kelihatan.

Tentu tidak ada larangan untuk berfoto di lokasi Tugu Jogja ini. Hanya saja, artis-artis dadakan itu mestinya juga sadar bahwa keberadaan tugu ini tidak bisa diperlakukan dengan seenak hati mereka sendiri tanpa memperhatikan kebersihan, keutuhan, dan keawetannya.

Kini Tugu Jogja sedang dalam proses mempercantik diri. Kemuncak tugu yang berwarna kusam, demikian juga relief ornamentik yang menghiasi tubuh tugu ini kembali dilapis prada emas. Katanya, dengan kualitas yang lebih bagus sehingga warna kuning emasnya tidak mudah luntur oleh hujan maupun panas. Kecuali itu aspal di seputar tugu juga dikeruk. Aspal yang dikeruk ini kira-kira meliputi luasan 3 x 3 m. Kemungkinan pada bekas aspal yang dikeruk ini akan dibuat taman. Kita tunggu saja.

Tugu Jogja merupakan BCB yang memiliki kandungan nilai historis yang penting bagi Jogja. Tugu ini semula didirikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I (1755-1792) yang waktu itu masih bergelar Pangeran Mangkubumi. Tugu ini dibangun oleh beliau dengan maksud sebagai monumen peringatan akan bersatunya rakyat dengan raja dalam menghadapi pihak kolonialis Belanda. Oleh karena itu pula tugu ini terkenal dengan nama Tugu Golong Gilig. Golong gilig karena pada kemuncak tugu ini dulunya dihiasai dengan pola bulatan seperti nasi golong. Sedangkan batang tubuh tugunya berbentuk silinder (gilig). Secara simbolik golong gilig diartikan kurang lebih sebagai satu tekad, satu tujuan. Sedangkan bagi masyarakat Belanda tugu ini dulunya dikenal dengan nama white paal yang oleh orang Jogja sendiri diterjemahkan sebagai tugu pal putih. Kemuncak tugu ini semula merupakan bagian titik pandang dari raja Yogyakarta yang berada di Bangsal Manguntur (Sitihinggil Lor) jika terjadi Upacara Garebeg.

Tugu ini pernah runtuh pada tanggal 10 Juni 1867 karena dilanda gempa bumi. Tugu ini kemudian diperbaiki oleh pemerintah Belanda pada tahun 1889 dengan menurut konsepsi mereka sendiri. Dengan demikian, konsepsi tugu golong gilig menjadi hilang. Bentuk yang kemudian lestari adalah bentuk seperti yang kita lihat sekarang ini. Hal demikian sengaja dilakukan oleh Belanda dengan maksud agar rasa persatuan antara raja Yogyakarta dengan kawulanya lambat laun pudar dan terlupakan.

Perlu diketahui bahwa Tugu Jogja ini sebelum dilanda gempa bumi memiliki ketinggian 25 meter. Akan tetapi setelah dilanda gempa bumi dan diperbaiki Belanda ketinggiannya berubah menjadi 15 meter.

Pada keempat sisi tugu ini terdapat empat buah panil yang masing-masing berisi inskripsi dalam huruf Jawa. Inskripsi pada sisi utara dapat dibaca:

Pakaryanipun
Sinambadan
Kanjeng Adipati
Danureja Ingkang Kaping I
Kaundhagenan dening
Tuwan Y.P.V.
Van Brussel
Opsihter Waterstat

Inskripsi bagian timur:

Ingkang Mangayubagya
Karsa Dalem
Kangjeng Tuwan Residhen
Y. Mullemester

Inskripsi bagian selatan:

Wiwaharaharja
Manggala Praja
Kaping 7 Sapar Alip
1819

Inskripsi bagian barat:

Yasan Dalem
Ingkang Sinuhun
Kangjeng Sultan
Hamengkubuwana
Ingkang Kaping VII

Demikian pembacaan inskripsi ini dilakukan oleh Suwandi, SS., salah satu pekerja di Tembi Rumah Budaya.

a sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta