Stasiun-stasiun Kecil di Jogja (2)

Stasiun-stasiun Kecil di Jogja (2)

Usai dari Stasiun Ngabean, Tembi melajukan kendaraan roda duanya menuju Stasiun Dongkelan di Jalan Bantul. Dengan sengaja Tembi hendak melacaknya dari sisi utara, menyusuri Jalan Wachid Hasyim dan masuk ke Jalan Bantul. Stasiun Dongkelan telah berubah bentuknya dari bentuk semula. Namun bentuk yang sekarang kelihatan lebih kokoh, baru, bersih, dan cantik. Stasiun Dongkelan yang terletak di sisi utara perempatan ring road Bantul dan di sisi barat Patsy ini sekarang berubah fungsinya menjadi warung. Penggalan rel masih sedikit menampak di dekat/depan stasiun ini.

Stasiun Dongkelan memiliki arah hadap ke timur (menghadap ke Jalan Bantul). Pada stasiun ini Tembi sudah demikian sulit merangkai ingatan dan imajinasi tentang suasana stasiun tersebut seperti di masa lalu. Bentuk bangunan yang berubah dan cat yang baru tidak memberikan gambaran akan kemasalaluannya, kelampauannya. Bentuk pintunya yang dibuat dua lengkungan bergandengan tanpa daun pintu mengesankan sentuhan modernnya. Lebih-lebih hiruk-pikuk keramaian Jalan Bantul di dekat Patsy tersebut mengaburkan kesan susana kekunoannya yang relatif identik dengan lengang.

Stasiun-stasiun Kecil di Jogja (2)

Stasiun Dongkelan akhirnya Tembi tinggalkan. Arah sepeda motor Tembi masih menuju selatan, menyeberangi perempatan ring road Bantul kemudian menyusuri Jalan Bantul hingga Jembatan Winongo. Di sisi utara Jembatan Winongo ini Tembi menanyakan letak atau keberadaan Stasiun Winongo. Warga setempat menyarankan kepada Tembi untuk menyusuri jalan dusun di sisi utara Sungai Winongo. Katanya, nanti di sana akan ditemukan jembatan tua yang dulunya merupakan jembatan yang hanya dikhususkan untuk jalan kereta api. Jembatan ini tanpa dinding/pagar, atau pipi jembatan sebagai pengaman.

Jembatan tua ini pada saat ini telah disulap menjadi jembatan untuk kendaraan biasa (roda dua) dan pejalan kaki. Aspal untuk jembatan ini cukup ditumpukkan atau ditimpakan begitu saja di atas rel dan bantalannya. Sekalipun demikian tonjolan bantalan dan rel tersebut masih dapat dilihat di beberapa bagian. Nah, untuk dapat sampai ke Stasiun Winongo, Tembi harus berani menyeberangi jembatan tanpa pengaman dan hanya bisa dilalui oleh satu kendaraan roda dua ini. Tidak urung Tembi merasa dag-dig-dug juga. Wah, ini bagian dari menguji adrenalin rupanya. Dengan berusaha tenang Tembi pun melajukan kendaraan roda duanya menyeberangi jembatan tua ini. Tidak bisa dibayangkan bagaimana akibatnya jika orang jatuh dari jembatan ini dan tercebur ke Sungai Winongo yang mengalir di bawah jembatan tua ini. Menjaga keseimbangan dan ketenangan memegang stang kendaraan menjadi kunci penting untuk menyeberangi jembatan ini.

Stasiun-stasiun Kecil di Jogja (2)

Puji syukur, Tembi selamat sampai seberang sungai. Akan tetapi Tembi masih bingung juga. Di manakah Stasiun Winongo itu berada ? Kembali Tembi harus bertanya kepada orang-orang di sekitar tempat itu. Dengan petunjuk dari penduduk setempat Tembi meluncurkan sepeda motornya ke arah tenggara. Jalan tanah dan berdebu di dusun tersebut disusuri Tembi dengan berlambat-lambat.

Tidak jauh dari jembatan itu tiba-tiba pandangan Tembi tertumbuk pada sesosok bangunan tua agak di ketinggian tanah di sisi kanan (selatan) jalan dusun tersebut. Tidak salah lagi, itulah bangunan Stasiun Winongo. Bangunan stasiun-stasiun kecil-lama itu memang khas dan bisa dikatakan memiliki gaya arsitektur yang serupa. Bangunan tersebut umumnya memang tidak terlalu besar dan luas. Kira-kira berukuran 6 m x 10 m. Ada pula yang berukuran sekitar 6 m x 20 m. Pintu dari bangunan stasiun model ini umumnya berjumlah 2-4 buah di bagian depan. Namun kadang-kadang ada pula pintu di bagian belakang (biasanya pintu depan dan belakang langsung berhubungan/tembus). Selain itu angin-angin atau ventilasi dari bangunan staisun model ini umumnya berbentuk lingkaran dengan ruji-ruji besi yang dipasang saling bersilang sebagai teralisnya. Daun jendela dari stasiun-stasiun model ini umumnya terbuat dari kayu. Teralisnya selain terbuat dari kayu ada pula yang terbuat dari besi. Jendela-jendela staisun ini umumnya juga diperkuat dengan plat-plat besi agar pasangan kayunya tidak mudah lepas atau aus.

Stasiun-stasiun Kecil di Jogja (2)

bersambung

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta