SALAK, IKON TURI DAN PAKEM RUSAK
OLEH MATERIAL VULKANIK MERAPI

Pasca letusan Gunung Merapi 26 Oktober 2010 hingga hari ini kondisi di berbagai wilayah lereng gunung ini begitu runyam. Banyak benda rusak parah. Banyak jiwa melayang. Demikian juga ternak. Banyak orang stress dan putus asa. Wilayah lereng Gunung Merapi yang selama ini menjadi incaran banyak orang termasuk para investor, pengembang, dan orang-orang berkapital besar tiba-tiba luluh lantak. Daerah subur nan hijau dengan hawa sejuk dan kandungan air bersih melimpah ini secara tiba-tiba menjadi daerah yang menyeramkan karena ancaman dari Gunung Merapi tidak bisa lagi diprediksikan. Perilaku Gunung Merapi seolah merontokkan semua teori. Melibas semua ramalan dan perhitungan yang selama ini dipercaya orang.

Tembi mencoba mblusuk ke wilayah Pakem, Turi, dan sekitarnya pada hari Selasa, 9 November 2010. Sepanjang jalan-jalan dusun di wilayah itu terasa demikian sepi. Tidak seperti hari-hari sebelum Merapi meletus. Dusun-dusun yang selama ini kelihatan makmur, subur, sejuk, ayem tentrem itu menjadi demikian lengang. Layak disebut sebagai kampung mati. Tidak pelak Tembi pun merasa dag-dig-dug juga ketika mblusuk ke wilayah-wilayah yang dinyatakan sebagai wilayah bahaya ini. Lebih-lebih saat itu Merapi terus saja memamerkan kepulan wedhus gembelnya di sisi utara. Selain itu bau abu yang menguarkan aroma belerang demikian terasa pekat. Tembi pun dengan gerakan relatif cepat segera potret sana potret sini.

Kali ini objek bidikan Tembi adalah areal perkebunan salak yang banyak terdapat di wilayah Kecamatan Turi dan Pakem. Tanaman yang selama ini menjadi andalan penduduk setempat dengan areal ribuan hektar ini ikut menderita karena guyuran material vulkanik Merapi. Daun dan batang salak banyak yang patah, sementara buah-buah salak yang masih muda yang sebentar lagi akan dipanen seperti dibalut debu tebal. Panen raya salak di bulan Desember 2010 dipastikan gagal. Kerugian besar jelas membayang.

Salak yang cocok dengan daerah lereng gunung dengan kandungan tanah berair yang subur harus menerima resiko letusan gunung berapi. Andalan penghidupan warga Turi dan Pakem serta Tempel ini tidak lagi bisa memberikan harapan. Sementara itu warga setempat terpaksa mengungsi pula. Sungguh, penderitaan yang bertubi.

Sekalipun demikian, jika gunung berapi Merapi ini kelak telah menghentikan letusannya, tanah-tanah di wilayah Pakem, Turi, Tempel, dan sebagainya pasti akan menjadi lebih subur. Abu vulkanik merapi yang ditaburkan melimpah ruah ini kelak akan menjadi berkat bagi kesuburan tanah yang selama ini telah menjadi ”mentah” karena proses pemupukan dan penggarapan tanah yang kurang tepat. Salak yang menjadi simbol dan andalan Turi serta Pakem pun akan terus bertumbuhan dengan hasil yang lebih hebat di masa mendatang. Pendeknya patah tumbuh hilang berganti. Mati satu tumbuh seribu.

Tidak mudah memahami gejolak alam. Akan tetapi hikmah dari semuanya itu pasti ada. Hikmah itu mungkin belum bisa ditangkap saat ini melainkan di masa-masa yang akan datang. Ketabahan, kesabaran, dan keikhlasan perlu terus ditumbuhkan. Bahkan digalang. Jangan menyerah, terus berjuang.

a. sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta