Tembi

Yogyakarta-yogyamu»DUSUN KIRINGAN PUSAT JAMU GENDONG DI KABUPATEN BANTUL

12 Aug 2009 10:35:00

Yogyamu

DUSUN KIRINGAN PUSAT JAMU GENDONG DI KABUPATEN BANTUL

Antara jam 07.00-08.00 merupakan saat sibuk karena pada jam-jam itu umumnya orang hendak berangkat bekerja maupun sekolah. Demikian juga yang terjadi di Dusun Kiringan, Canden, Jetis, Bantul. Dusun yang kelihatan menyudut keletakannya di sisi selatan-timur wilayah Kalurahan Canden ini tampak bersemangat seiring dengan munculnya sinar matahari pagi. Semangat ini nampak memancar dari wajah-wajah kaum ibu yang keluar dari dusun itu sambil membawa sekian botol, panci, batok, saringan, ember, dan sekian macam ramuan jamu. Maklum Dusun Kiringan memang dikenal sebagai sentra pengrajin jamu gendong di wilayah Bantul. Jadi, jika Anda masuk ke dusun ini dan melihat ada beberapa ibu menggendong jamu, itu bukan merupakan pemandangan yang aneh.

Kini ketika alat transportasi sudah demikian maju, cara membawa atau menjajakan jamu tersebut kebanyakan sudah dengan menggunakan kendaraan. Baik dengan sepeda onthel maupun sepeda motor. Sekalipun demikian masih ada juga beberapa kaum ibu dari dusun ini yang menjajakan jamunya dengan cara digendong. Masing-masing penjual jamu gendong sudah memiliki area pemasaran sendiri-sendiri.

Kiringan, Canden, Jetis, Bantul memang dikenal sebagai pusat pengrajin jamu gendong. Pada awalnya, yakni pada sekitar tahun 1950-an hanya ada 1-2 orang ibu-ibu yang menjadi pengrajin jamu gendong di wilayah ini. Akan tetapi usaha ini kemudian diikuti oleh ibu-ibu yang lain. Lambat laun semakin banyak pengrajin jamu gendong di wilayah dusun ini. ”Kini ada 115 orang pengrajin jamu gendong di Dusun Kiringan. Sekian ratus orang pengrajin jamu ini terbagi dalam 4 kelompok. Semuanya tergabung dalam Koperasi Seruni Putih, yakni sebuah koperasi binaan Yayasan Mitra Pranata dan Dinas Pariwisata Kabupaten Bantul.” Demikian tutur Ibu Sudiatmi (48) selaku Kepada Dusun di Kiringan.

Mengapa banyak kaum dari Dusun Kiringan ini berprofesi sebagai bakul jamu gendong ? ”Karena desakan ekonomi.” Jawab Ibu Sudiatmi. Oleh karena itu tidak aneh juga jika yang menjadi penjual atau pengrajin jamu gendong di wilayah ini umumnya juga kaum ibu (bukan gadis). Tidak aneh jika usia rata-rata kaum ibu yang menjadi penjual jamu di wilayah ini sekitar 22-60 tahun. Umumnya kaum ibu ingin membantu suaminya untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga karena umumnya pria di Dusun Kiringan berprofesi sebagai petani penggarap, petani dengan lahan kecil, buruh/tukang.

”Umumnya wanita-wanita yang masih gadis merasa malu untuk berjualan jamu sekalipun mereka tahu soal jamu-jamuan dan bisa meramu jamu seperti kaum ibu-ibunya.” Demikian Ibu Sudiatmi yang sejak 1990 telah menjabat sebagai Kepala Dusun Kiringan menambahkan keterangan. Jika ditanya kenapa kok belum tertarik untuk memproduksi jamu, umumnya mereka akan menjawab nanti kalau sudah berkeluarga dan tidak bekerja lagi di pabrik atau kantor.

Bahan untuk ramuan jamu gendong sangat mudah didapatkan. Untuk rempah-rempah (daun-bunga-kulit-akar) biasanya dikulak di Pasar Beringharjo. Sedangkan untuk bahan yang berupa empon-empon (umbi/rimpang) biasanya dikulak di Pasar Imogiri. Untuk sekali masa jualan (sehari) umumnya para penjual atau pengrajin jamu membutuhkan bahan berupa empon-empon sebanyak 1-2 kilogram sementara untuk bahan yang berupa rempah-rempah mereka membutuhkan sebanyak ½ kilogram. Dalam sekali berjualan itu modal yang dibutuhkan sekitar 50.000-100.000 rupiah. Dari modal sekian itu hasil yang bisa diperoleh sekitar 10.000-200.000 rupiah. Dengan begitu dapat diperkirakan bahwa penghasilan bersih dari berjualan jamu gendong ini sekitar 50.000-100.000 rupiah.

Bersambung ....

a sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta