Jalan Tanah dan Gerobak di Jawa Dekade 1930-an

Barangkali bukan itu semua yang menjadi objek bidik atau tujuan pemotretan dari sang fotografer yang berasal dari luar negeri ini. Mungkin eksotisme Jawa masa itu telah menyihirnya untuk mengabadikannya dalam lensa kamera.

Jalan Tanah dan Gerobak di Jawa Dekade 1930-an

Hampir semua ruas jalan utama di Jawa saat ini telah diperkeras dengan beton ataupun aspal. Namun, pada dekade 1930-an jalan aspal paling banter ada di sekitar kantor bupati atau gubernur jenderal, atau istana. Sebagian besar jalan masih berupa tanah terbuka.

Foto yang dibuat tahun 1930-an ini menunjukkan salah satu kondisi jalan desa di Jawa masa itu. Sangat terlihat bagaimana kepulan debu di belakang gerobak yang sedang berjalan ditarik oleh sapi. Tampaknya gerobak yang berjalan beriringan ini membawa muatan berupa tebu, pohon jagung, atau rumput.

Gerobak yang berjalan di jalan tanah tersebut bukan gerobak besar yang dilengkapi dengan atap, pasangan (kuk) besar, rem berupa balok kayu yang besar di bagian belakang bodi (tubuh) gerobak, tebeng (dinding dari anyaman bambu yang dicat warna-warni). Gerobak jenis ini pada masa lalu digunakan sebagai alat angkut hasil bumi dari ujung-ujung pedesaan untuk dibawa ke kota (pasar).

Tampak bahwa kondisi jalanan demikian tidak memadai untuk dilewati kendaraan dengan beban cukup berat. Selain menimbulkan kepulan debu, roda-roda kendaraan yang melintasi jalan dengan kondisi demikian akan sangat mudah terperosok atau melesak ke dalam tanah yang memang tidak keras, gembur, atau berpasir. Kecuali itu, pada musim penghujan jalanan yang demikian juga akan menjadi semacam kubangn lumpur yang sulit dilewati.

Barangkali bukan itu semua yang menjadi objek bidik atau tujuan pemotretan dari sang fotografer yang berasal dari luar negeri ini. Mungkin eksotisme Jawa masa itu telah menyihirnya untuk mengabadikannya dalam lensa kamera. Eksotisme Jawa itu bisa dilihat dari kesederhanaan kendaraan angkutnya, kesederhanaan orangnya, dan keasrian alam pedesaan yang mungkin sekarang semakin sangat sulit kita dapatkan.

Terpaan sinar matahari di arah belakang iring-iringan gerobak dalam foto itu menimbulkan sentuhan artistik nan cantik, yang dikuatkan dengan kepulan debu membentuk semacam kabut tipis yang sedikit melembutkan kilau cahaya matahari pagi.

Kerapatan tanaman di kanan-kiri jalan yang dilalui gerobak itu juga menyuguhkan pemandangan yang elok. Tanaman-tanaman yang tampaknya tumbuhliar di sebuah pedesaan di Jawa itu justru menunjukkan kekayaan dan kesuburan alam Jawa yang bagi orang asing demikian mengagumkan. Terpaan sinar matahari pagi yang baru saja muncul yang menimpa permukaan daun-daun juga menimbulkan pemandangan indah yang secara keseluruhan menyuguhkan komposisi gambar dalam foto yang padu-padan, alamiah, dan mempesona.

Ketika foto itu dibuat pada tahun 1930-an mungkin momentum atau peristiwa seperti dalam foto itu merupakan peristiwa biasa (sehari-hari) di Jawa. Akan tetapi mungkin bagi mata orang asing hal demikian merupakan sesuatu yang eksotis dan perlu untuk didokumentasikan. Ternyata foto yang menggambarkan sesuatu yang mungkin biasa di era 1930-an itu kini bisa menyuguhkan sesuatu yang “lain”.

a.sartono

K.T. Satake, 1935, Sumatra, Java, & Bali, Middlesbrough: Great Britain by Hood & Co. Ltd.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta