Fafan Isfandiar
“Musik Adalah Hidup Saya”
Musik adalah segalanya dan ingin terus berkarya didunia musik seumur hidup, itu yang ada dalam benak seorang musisi Fafan Isfandiar ketika ditanya sebesar apa peranan musik dalam dirinya. Jika dilihat dari latar belakang keluarganya, tidak heran jika Fafan akhirnya menjadi begitu cinta pada musik. Sejak usianya masih 5 tahun, Aba (sebutan ayahnya) sering mengumpulkan kelima anaknya untuk bermain musik bersama. Mbak Lely, kakak sulung Fafan yang merupakan saudara perempuan satu-satunya bertugas sebagai pemain keyboard, kakak keduanya Andy bermain gitar, kakak ketiganya Helmy bermain Xylophone. Sementara itu, Fafan bertugas bermain alat musik ketipung, dan yang terakhir Emil, adik bungsunya yang memainkan maracas, “Kami sering menyebutnya ecek-ecek,”.
Keseriusan mereka berlatih bersama sang ayah yang bertindak sebagai pimpinan, sekaligus pemain gitar akustik, keluarga pemusik ini kemudian membentuk grup musik bernama Alyson yang diambil dari nama keluarga ini. Lagu-lagu yang dimainkan Alyson Grup ini kebanyakan lagu-lagu qasidah dan bernuansa islam seperti lagu milik Bimbo. Untuk pertama kalinya, grup musik ini tampil di Universitas Brawijaya dalam acara “Apresiasi Ramadhan”. Dari penampilan pertamanya itu, grup musik ini hampir setiap tahun diundang diacara serupa. Selain itu, acara-acara di kampungnya sendiri, seperti pada saat hari kemerdekaan, halal bihalal, dan lainnya. Yang menarik lagi si aba selalu menyiapkan segalanya dengan sempurna sebelum tampil, contohnya kostum berupa setelan jas warna coklat dan biru. “Sebelum kita manggung aba dan umi yang paling sibuk, dari soal penampilan sampai semua kesiapan kami,” papar ketua komunitas musik gesek Sa’Unine String Orchestra ini.
Dari sinilah kemudian Fafan tumbuh dan berproses menjadi musisi dan mengisi banyak pertunjukkan orkestra lokal sampai ke mancanegara. Kakaknya Andy Alyson yang lebih dulu sekolah musik membuat Fafan tertarik dan akhirnya melanjutkan sekolah musiknya di Sekolah Menengah Musik (SMM) Jogjakarta. Tak hanya mendukung secara moral, Andy juga sering meluangkan waktu untuk mengajarkan Fafan bermain biola, secara berkala ia juga mengirimkan buku-buku pelajaran biola sewaktu Fafan masih berada di Malang. Setelah sama-sama di Jogjakarta Andy banyak berperan dalam memotivasi dan mengarahkan Fafan untuk bermain musik dengan komunitas baik didalam dan diluar kampus.
Instrumen dengan mayor biola pun akhirnya dipilih Fafan atas dasar pertimbangan dan prospek masa depan arahan Andy, kakaknya. Padahal sebelum masuk SMM, Fafan sempat membuat band dan memegang posisi gitaris bersama teman SMP nya di Malang. Setelah meyakinkan diri akan serius mendalami alat musik biola, biola Andy diwariskan ke Fafan setelah Aba nya membelikan biola baru untuk kakaknya. Selama 6 bulan sebelum berangkat ke Jogjakarta, Fafan les privat dengan guru biola Andy di Malang, bernama Pak Oentoeng. “Beliau sangat telaten mengajarkan saya, yang paling saya ingat dari beliau adalah tanda tangannya yang berupa huruf O dengan beberapa goresan, yang menurut saya malah lebih menyerupai telur ayam yang retak, hihihi,”.
Perjalanan karir musik Fafan pun terus berkembang, pada tahun 1996, ia ikut ASEAN Youth Music Workshop di Bangkok dan Thailand. Kemudian tahun 1994, sebelum Kua Etnika terbentuk Fafan beberapa kali diajak bekerjasama dengan Djaduk Ferianto, baik dalam program maupun pertunjukkan dan rekaman. Sejak itu ia selalu diajak dalam setiap program Kua Etnika. Melakukan pertunjukkan Universitas Kebangsaan Malasyia, melakukan tur ke sejumlah kota di Eropa, antara lain, Wina, dan Graz (Austria), Budapest (Hungaria), Krakow (Polandia), Amsterdam. Tahun 2007, bersama Twilite Orchestra di Kantan, Pahang, Malaysia, Hanoi, Sydney Opera House, Australia dan maish banyak lagi perjalanan musiknya. “Pengalaman tersebut sangat berkesan tentunya, saya senang ternyata musik dan musisi Indonesia tidak kalah bagus dibandingkan dengan negara lain. Tapi di sisi lain saya merasa iri meihat perhatian pemerintah terhadap musik dan musisi di sana yang akhirnya menjadi sangat maju dan besar baik musik tradisional maupun musik orkestranya,”.
Sampai saat ini Fafan masih aktif bermain disejumlah kelompok musik tanah air, antara lain Kua Etnika, Sinten Remen, Jakarta Simfoni Orchestra, Erwin Gutawa Orchestra, Twilite Orchestra dan Sa’Unine String Orchestra sekaligus sebagai ketua komunitas musik ini. Mengenai Sa’Unine sendiri, komunitas yang menurut Fafan unik dari segi konsep repertoar termasuk anggotanya, yang sangat khas Indonesia. Ia meyakini Sa’Unine String Orchestra memiliki potensi yang sangat bagus dan bisa berkembang lebih jauh. Satu lagi, Fafan sebagai music director dan conductor AMARI (Ansambel Musik Anak dan Remaja) sedang disibukkan dengan memilih repertoar yang bisa dan pantas dimainkan oleh anak-anak. Membuat konsep pertunjukkan yang bagus, menarik dan menyenangkan bagi anak-anak tanpa menghilangkan karakter anak-anak. “Pokoknya sebisa mungkin saya ingin terus berkarya dalam dunia musik, seperti KTP jaman dulu bermusik seumur hidup, hehehe” tutupnya.
Temen nan yuk ..!
Natalia.S
Artikel Lainnya :
- JUDUL BUKU(02/09)
- Daftar Buku(18/05)
- MI PENTIL PATALAN MBAK ANI(15/12)
- Album Kedua SaUnine Suguhkan Musik Penghantar Tidur(13/06)
- Super Seven, The First Indonesia Little BoyBand(09/07)
- Denmas Bekel(30/07)
- 14 Desember 2010, Kabar Anyar - PENETAPAN, YES(14/12)
- Keren(13/11)
- 8 Januari 2011, Kabar Anyar - NASI BUNGKUS UNTUK KEISTIMEWAAN(08/01)
- Ketika Rakyat Bantul Membela Republik(12/09)