bahasaIndonesia | english usEnglish| Tembi

Beritabudaya»HIDUP DAN BENDA BENDA

19 Sep 2011 08:34:00

Teman, saya pernah benar-benar tercekat. Bukan oleh sebuah peristiwa yang menghebohkan atau mengejutkan, namun oleh sebuah tulisan. Tulisan tersebut saya baca di dalam sebuah buku karangan Seno Gumira Ajidarma yang berjudul Surat dari Palmerah terbitan KPG tahun 2002. Tulisan itu berbunyi begini, ”....kita kaum muda yuppies (young urban profesionals-red) hanya punya satu tujuan dalam hidup: memiliki BMW !”

Saya tercekat karena apa yang dituliskan oleh Seno hampir 100 persen mendekati kasunyatan. Sekian banyak orang bersitegang, berlomba, berkonsentrasi, bermanuver hanya untuk sebuah kemewahan dan ke-wah-an dunia semata. Seolah hidup ini memang hanya untuk satu tujuan: harta.

Mungkin Seno memang memahami karena mengamati dan merasa-rasakan ”ombyaking jaman”. Begitu banyak orang bersibuk ria dengan tujuan satu-satunya: menumpuk harta. Seolah mereka (kita) takut kehilangan kesempatan, lebih-lebih kehilangan kesempatan meraup harta. Seolah kita juga lupa bahwa kita diberi banyak anugerah berupa talenta yang unik dan beragam. Kita lupa mengolah talenta-talenta itu. Kita lupa menumbuhkan, memekarkan, dan memproduktifkan talenta itu sehingga menjadi buah-buah yang bermanfaat bagi dunia dan sesama. Hidup kita ini seolah hanya disibukkan dengan satu perkara tunggal: bagaimana caranya untuk cepat-cepat kaya. Takut dilanda atau dikatakan sebagai miskin, ketinggalan, jadul, dan sebagainya.

Oleh karena ketakutan-ketakutan semacam itu kita menjadi semakin serakah atau ”nggragas”. Kita semakin kikir. Semakin tidak peduli pada sesama dan lingkungan. Kita takut harta yang kita dapatkan terkurangi. Takut menjadi miskin dan tidak ”dianggap”. Hal semacam ini menjadi sasaran empuk kaum kapital. Kita menjadi konsumen, pasar bagi semua barang yang bisa dikatakan sebagai mewakili kekayaan, status sosial tinggi, atau ”wah”. Kita berlomba membeli atau berusaha mempunyai produk apa saja yang dianggap paling mutakhir (sekaligus paling mahal) karena takut dikatakan ketinggalan. Takut dikatakan miskin. Takut tidak direken orang.

Barangkali kita juga bergiat melakukan kegiatan yang tidak berorientasi pada kebendaan, namun kita juga harus menilai ulang. Apakah benar kita juga bergiat melakukan kegiatan untuk mengembangkan semua talenta kita itu untuk hidup yang lebih bermakna daripada sekedar mendapatkan BMW atau rumah mewah ? Benarkah kita bisa menjadi ”ragi” dan ”garam” dunia dan bukan hanya menjadi pemburu harta di sepanjang usia kita ? Benarkah nilai kemanusiaan kita lebih luhur daripada hanya sebuah BMW ? Seberapa jauhkah kita menjunjung nilai kemanusiaan kita yang luhur itu ?

Teman, tetangga sebelah kemarin hanya bisa makan nasi pera dengan lauk sepotong kerupuk, namun tetangga itu tidak mengeluh. Ia bergembira. Apa yang menyebabkan dia bisa begitu ? Coba, besuk kita tanyakan kiatnya.

a.sartono


Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta