Yogya Bhineka Untuk Indonesia

Yogya Bhineka Untuk Indonesia

Indonesia adalah satu imajinasi yang tidak bisa dilepaskan dari daerah. Karena itu, menunjuk Indonesia dengan sendirinya menunjuk beragam daerah, yang memiliki ragam kebudayaan, yang didalamnya termasuk bahasa. Artinya, Indonesia ‘berdiri’ di atas keberagaman daerah. Indonesia sendiri tidak bisa ditunjuk tanpa daerah-daerah yang menyangganya.

Kesadaran akan keberagaman yang menyangga Indonesia sudah dimiliki oleh para pendiri bangsa. Maka, lambang negara Garuda, pada kakinya ada tulisan ‘Bhineka Tunggal Ika’, yang artinya meski berbeda-beda tetapi tetap satu, dalam hal ini, Indonesia adalah bentuk dari kesatuan itu.

Namun, yang terjadi sepanjang 30 tahun lebih, setidaknya pada masa orde baru, keberagaman yang menyangga Indonesia, seperti hendak dihapuskan, atau seolah-olah tak ada keragaman, sehingga ragam yang berbeda itu disatukan, dalam arti ditunggalkan. Dalam konteks ini, Indonesia itu satu, dan tak ada perbedaan. Padahal dengan telanjang, perbedaan itu bisa dilihat dengan mata kepala.

Dalam hidup keseharian, masyarakat sudah terbiasa dengan perbedaan, karena mereka bertetangga, dan anggota warganya beragam. Artinya, masyarakat sudah terbiasa dengan perbedaan, dan tidak menganggap perbedaan itu sebagai masalah. Tetapi oleh politik orde baru, perbedaan ditengah masyarakat dianggapnya sebagai masalah, dan perlu dibeda-bedakan lagi. Realitasnya berbeda, masih dibeda-bedakan. Bahwa Jawa berbeda dengan luar Jawa, dan pribumi berbeda dengan non pribumi. Pembedaan seperti itu, ‘melenyapkan’ keberagaman, dan yang diterima adalah pembedaan.

Yogya Bhineka Untuk Indonesia

Kesadaran akan kebhinekaan kembali ‘diingatkan’ di Yogyakarta, yang dikenal sebagai kota yang penuh keragaman. Sejumlah elemen melakukan kegiatan, termasuk membacakan manifesto keberagaman di depan Sri Sultan Hamengku Buwana X. Dari konteks kegiatan ini, pemimpin dan masyarakat menyadari, bahwa keberagaman mewarnai Yogyakarta, Bahwa perbedaan adalah nafas kehidupan dari Yogyakarta. Di Yogya, kita tahu, bukan hanya orang Yogya tinggal dan menetap, tetapi ada etnis lain yang juga tinggal di kota ini. Bukan hanya satu etnis, tetapi beberapa etnis dan suku. Warga yang berasal dari daerah lain, Batak misalnya, atau Bali, sudah 30 tahun lebih menjadi warga Yogya, dan masih ada banyak warga lain dari daerah yang berbeda.

Kesadaran akan perbedaan, yang dulu pernah dimiliki oleh pendiri bangsa ini, sekarang ini mulai ‘mengendor’. Berbagai konflik yang melibatkan antar daerah dan suku, juga jenis keyakinan, menunjukkan kalau kita ‘tergagap’ menghadapi perbedaan. Kasus-kasus yang pernah terjadi di daerah lain, Sampit misalnya, atau Makasar, menunjukkan betapa kesadaran akan keberagaman ‘mengendor’.

Di Yogya, dalam sejarahnya tidak pernah ada konflik yang berangkat dari persoalan agama. Masing-masing warga, dalam perbedaan keyakinan saling hidup rukun dan memiliki toleransi yang tinggi. Hanya saja, belakangan ini, mulai muncul konflik antar agama di Yogya, justru dilakukan oleh kelompok yang, agaknya, tidak memiliki akar sejarah di Yogyakarta. Kelompok kecil, yang diberi tempat untuk hidup dan menjaga keyakinannya, justru menolak keyakinan lain yang ada di Yogya. Satu hal yang ironis sebetulnya, ada kelompok dibiarkan tinggal di Yogya, tetapi bukannya ikut menjaga Yogya, malah menodainya.

Kita tahu, Yogya penuh kebaragaman. Beragam seni dari bermacam daerah bisa ditemukan di Yogyakarta. Beragam kultur, bukan hanya kultur Jawa, memiliki aktivitas di Yogya dan tidak dilarang, sekedar untuk menunjukkan, bahwa Yogya sesungguhnya terbuka untuk kultur lain, bukan hanya Jawa.

Yogya Bhineka Untuk Indonesia

Kita juga tahu, keberagaman Di Yogya, terkadang dimengerti salah oleh orang yang merasa membela Yogya, sehingga kelompok ini sering ‘gerah’ terhadap kelompok lain yang memiliki pandangan berbeda, bentuk dari keberagaman.

Rasanya, untuk ‘mengajari’ Indonesia menjaga keberagaman, warga Yogya perlu menjaga perbedaan yang sudah ada di Yogya, tanpa melarang perbedaan sejauh tidak membuat kekacauan, dan tindakannya tidak menggunakan kekerasan.

Masing-masing tumbuh bersama dalam perbedaan adalah sesuatu hal yang menggembirakan untuk Yogyakarta.

Ons Untoro

Foto diambil dari facebook Boen Mada




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta