Tembi

Berita-budaya»UMP, UPAH MINUMUN PROPINSI

28 Nov 2011 09:20:00

UMP, UPAH MINUMUN PROPINSISeringkali kita mendengar, atau bahkan setiap tahun, menjelang penentuan UMP, buruh melakukan demonstrasi menuntut haknya. Meski kita tahu, dewan pengupahan telah melakukan rapat untuk menentukan berapa upah minumun dalam propinsi. Dewan pengupahan, para buruh diwakili oleh serikat buruh, yang berjuang untuk kepentingan buruh.

Kita merasa miris mendengar, setidaknya seperti di Batam, demonstrasi buruh sampai anarkis. Melakukan kerusakan. Menjelang penentuan upah, seringkali diikuti dengan demonstrasi. Karena, agaknya, hanya dengan demonstrasi buruh melakukan penekanan pada pengusaha dan pemerintah. Dan pemerintah yang memihak buruh, akan mendengarkan suara buruh.

Di Yogya, demonstrasi buruh tidak sampai anarkis. Buruh di Yogya, setidap melakukan demonstrasi bersikap tertib. Serikat buruh dan Pemerintah Propinsi berpihak pada buruh, sehingga penetapan UMP, seringkali, atau bahkan selalu mengacu pada kepentingan buruh. Untuk tahun 2012 UMP di DIY sebesar Rp. 892.000,- Kesepakatan ini diambil berdasarlan rapat dewan pengupahan DIY.

Upah sebesar itu untuk hitungan buruh lajang yang bekerja mulai dari 0-1 tahun. Setelah itu, upah buruh bisa meningkat lagi, karena sudah lebih dari hitungan 1 tahun kerja. Besaran kenaikan memang ‘disesuikan’ kemampuan masing-masing perubahan.

Tentu saja, UMP bagi pekerja atau buruh yang sudah berkeluarga, memiliki perhitungan lain. Karena orang berkeluarga memerlukan tunjangan2, misalnya,UMP, UPAH MINUMUN PROPINSI tunjangan kesehatan, tunjangan pendidikan dsb. Besaran pokoknya bisa mengacu pada UMP, tetapi tunjangan2 yang ada akan menambah penghasilan bagi buruh atau pekerja.

Kita sering melihat, upah buruh hanya berhenti pada upah yang mengacu pada UMP. Dengan pola seperti ini perusahaan merasa tidak melanggar peraturan pemerintah. Seringkali ditemukan, upah yang mengacu UMP diberikan untuk karyawan yang sudah lama bekerja bahkan sudah berkeluarga. Karyawan yang tidak mengerti akan haknya, seringkali tidak ambil peduli, tetapi begitu memiliki kesadaran akan haknya, perusahaan malah mengancam akan mem-phk. Satu sikap yang salah sesungguhnya, tetapi ‘karakter’ kekuasaan memang pongah seperti itu. Tidak peduli akan relasinya, meski relasinya ini ‘menguntungkan’ atau setidaknya menopang kelancaran proses produksi perusahaan.

Yang paling aneh lagi, menemukan pemberian upah yang tidak adil, Karena kriteria pemberian upah hanya berdasarkan senang tidak senang. Kalau pemilik perusahaan senang terhadap karyawannya, akan diberi upah yang tinggi dibandingkan karyawan lainnya. Sebaliknya karyawan yang tidak disukai akan diberi imbalan yang lebih rendah. Dibeberpa tempat, seringkali kita mendengar keluhan akan perasaan tidak adil seperti itu. Apalagi, melihat karyawan yang belum genap 3 tahun, imbalannya bisa 2 kali lipat, atau bahkan 3 kali lipat dengan karyawan yang masa kerjanya sudah lebuh dari 5 tahun, bahkan sudah sampai 10 tahun. Perasaan diperlakukan tidak adil ini, seringkali ‘diluapkan’ pada saat demonstrasi buruh dengan kalimat-kalimat poster atau spanduk, yang sesungguhnya mengingatkan akan ketidakadilan.

UMP, UPAH MINUMUN PROPINSIBuruh memang merupakan persoalan yang kompleks, Bukan saja tuntutan akan upah, tetapi juga menyangkut perasaan diperlakukan tidak adil adalah beban yang sebenarnya tidak mudah untuk dilupakan. Seringakali buruh diperlakukan tidak terhormat, apalagi buruh perempuan, yang memiliki hak cuti hamil misalnya, seringkali tidak diberikan. Hanya diberikan cuti untuk melahirkan 3-4 hari. Atau kalau hak cuti diberikan sepenuhnya, tetapi selama cuti tidak mendapatkan gaji.

Begitulah buruh. Tidak pernah tuntas masalahnya. Soal upah hanyalah salah satu dari sejumlah masalah lainnya. Apalagi menemukan buruh/tenaga kerja outsurching, yang hak-haknya lebih lemah dari buruh perusahan. Buruh outsurhing ini, sifatnya hanya ‘ikut’ perusahaan outsurching yang ‘mendapat order’ dari perusahaan, dan pekerjaannya dilakukan oleh para buruh, feenya diambil perusahaan outsurching.

Seringkali, kapan kita membaca poster atau spanduk demosntrasi para buruh yang didukung para aktivis buruh, kita bisa menangkap ‘kegelisahan’ dari para buruh, yang tidak pernah selesai. Seolah, tugas buruh hanya bekerja, dan tidak memiliki ‘hak’ yang lebih dari apa yang sudah diterima.

Buruh memang tidak memiliki otonomi terhadap dirinya sendiri, apalagi menentukan besaran upah, yang tak lain adalah imbalan dari tenaga yang sudah dikeluarkannya.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta