Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Garebeg di Kasultanan Yogyakarta

18 May 2007 09:15:00

Perpustakaan

Judul : Garebeg di Kasultanan Yogyakarta
Penulis : B. Soelarto
Penerbit : Kanisius, 1993, Yogyakarta
Halaman : 140
Ringkasan isi :

Garebeg adalah salah satu upacara tradisional yang sampai saat ini masih diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta. Garebeg merupakan suatu upacara kerajaan yang melibatkan seisi keraton, semua aparat kerajaan (dari pangkat terendah sampai tertinggi), seluruh lapisan masyarakat dan melibatkan pembesar pemerintahan kolonial Belanda (waktu jaman penjajahan). Walaupun dalam pelaksanaannya mengalami berbagai perubahan (karena menyesuaikan dengan keadaan) intinya tetap sama, merupakan upacara kerajaan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, merayakan Idul Fitri dan Idul Adha.

Setiap tahun keraton Yogyakarta menyelenggarakan garebeg tiga kali yaitu:

  1. Garebeg Mulud, untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad yang jatuh pada tanggal 12 Rabiulawal. Bulan Rabiulawal dalam kalender Jawa Islam disebut bulan Mulud (Maulud). Setiap delapan tahun sekali diselenggarakan , Garebeg Mulud Dal. Hal ini disebab Nabi Muhammad lahir pada tahun Dal menurut perhitungan tarikh Jawa-Islam.

  2. Garebeg Pasa/Sawal/Bakda, adalah garebeg yang dilaksanakan untuk menghormati bulan puasa/ramadhan, dan malam kemuliaan (lailatur qadr).

  3. Garebeg Besar, dilaksanakan untuk merayakan Idul Adha yang jatuh dalam bulan Zulhijah (Besar, kalender Jawa Islam).

Dalam buku ini ketiga garebeg tersebut diuraikan secara ringkas dan jelas.

Rangkaian upacara garebeg dipusatkan di dua tempat yaitu :

  1. Tratag sitihinggil, yaitu sebuah bangunan luas berbentuk segiempat memanjang dengan tiang tinggi tanpa dinding yang didirikan di sitihinggil. Tratag sitihinggil adalah tempat khusus untuk melakukan upacara pasowanan garebeg.

  2. Kompleks masjid besar. Tempat yang digunakan yaitu pelataran depan serambi di sebelah utara dan selatan (dipergunakan untuk membunyikan gamelan sekaten Kyai Gunturmadu dan Kyai Nogowilogo), ambang pintu depan serambi (untuk upacara penerimaan sesajian selamatan negara berupa gunungan dan yang lain, dan tempat penyambutan sultan setiap berkunjung ke masjid besar), serambi masjid besar (tempat sultan mengadakan upacara religius pasowanan mulud dalam garebeg Mulud dan garebeg Mulud Dal).

Gunungan adalah sesajian yang selalu ada dalam setiap upacara garebeg. Gunungan dibuat dari berbagai macam makanan (sayuran, lauk pauk, buah-buahan). Ada enam macam gunungan yaitu gunungan lanang (pria), gunungan wadon (wanita), gunungan gepak (tumpul, bahasa Indonesia), gunungan pawuhan (tempat sampah, bahasa Indonesia), gunungan dharat (daratan/bumi), dan gunungan kutug/bromo (bromo = api). Khusus gunungan bromo hanya dibuat pada garebeg Mulud Dal. Makna-makna dari gunungan ini dijelaskan secara ringkas dalam buku.

Gamelan adalah salah satu daya tarik masyarakat untuk datang melihat garebeg. Gamelan sekaten atau Kiai Sekati terdiri dua perangkat /kesatuan gamelan dengan laras (tangga nada) pelog. Dua gamelan itu bernama Kiai Gunturmadu dan Kiai Nogowilogo. Selain gamelan ada pula benda-benda upacara yang bisa dikelompokkan menjadi dua yaitu :

  1. Benda-benda upacara kerajaan (upocoro), terdiri sepuluh macam bentuk benda terbuat dari emas yaitu banyak (angsa), dalang (kijang), sawung (ayam jantan), galing (merak), ardawalika (naga), kutuk (tempat bedak), kecu (tempat sapu tangan), kandhil (lentera), saput (tempat permata/barang berharga) kecohan (tempat ludah).

  2. Benda-benda upacara sultan (ampilan), antara lain dhampar kencono (singgasana emas), pancadan (tempat meletakkan kaki), cepuri (tempat sirih pinang terbuat dari emas), wijikan (tempat cuci tangan, dari emas). Benda lain berupa senjata yaitu: gandhewa (busur), endhong (tempat anak panah), tameng (perisai), golok dan bedhil.

Pusaka-pusaka keraton sebagai perlengkapan dalam upacara garebeg terdiri beberapa jenis yaitu alat-alat kendaraan (Kiai Garudoyakso), tandu (Kangjeng Kiai Tandhu Lawak), pelana kuda (Kangjeng Kiai Jetayu), cambuk/cemeti ( Kangjeng Kiai Pamuk), alat-alat musik terdiri dari gamelan (Kiai Kodok Ngorek, Kiai Munggang), genderang, kecer besar/cymbal ( Kangjeng Kiai Tundhung Mungsuh, Kangjeng Kiai Simo, Kangjeng Kiai Udanarum), senjata (tombak Kangjeng Kiai Ageng Pleret, keris Kangjeng Kiai Kopek dan lain-lain), bendera (Kangjeng Kiai Tunggul Wulung, Kangjeng Kiai Pareanom, Kangjeng Kiai Pujo, Kangjeng Kiai Puji), alat memasak (periuk Kiai Berkat atau Kiai Siyem, periuk Nyai Mrico. Pusaka-pusaka itu ada yang ditampilkan hanya setiap garebeg Mulud Dal misal Kangjeng Kiai Tundhung Mungsuh, Kangjeng Kiai Simo.

Di antara punggawa keraton ada abdi dalem Punokawan golongan Polowijo-Cebolan yang juga disebut golongan Bagusan. Mereka terdiri orang-orang yang memiliki kelainan seperti kerdil, berkulit putih atau bertubuh jangkung. Abdi dalem ini sebagai lambang kebajikan kerajaan (sultan/putra mahkota).

Sebagai suatu kerajaan keraton Yogyakarta tentunya mempunyai kesatuan-kesatuan prajurit (abdi dalem prajurit). Kesatuan ini dalam perayaan garebeg tentu saja ikut tampil, misalnya kesatuan Ketanggung, kesatuan Patangpuluh, kesatuan Wirobrojo dan kesatuan Nyutro. Berbagai kesatuan prajurit yang pernah ada dan yang masih ada ditulis secara ringkas dan jelas dalam buku ini.

Buku ini semakin menambah pengetahuan karena dibeberkan secara rinci perbedaan garebeg tempo dulu dan masa sekarang, yaitu garebeg tanggal 12 bulan Mulud/Rabiulawal tahun Dal 1863 atau 16 Juli 1932 dan garebeg tanggal 11 bulan Mulud 1913 Jawa atau 1981.




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta