SENDHON SUKESI: KARMAPALA YANG BERANTAI
(PENTAS DALANG SUKRA KASIH SERI VI)

SENDHON SUKESI: KARMAPALA YANG BERANTAI (PENTAS DALANG SUKRA KASIH SERI VI)Hubungan wanita dan pria bisa menjadi perkara yang sederhana. Akan tetapi sangat banyak juga yang menumbuhkan persoalan-persoalan yang pelik. Bahkan dalam banyak kasus hubungan antara pria-wanita sering menumbuhkan pertikaian, luka, sengsara, kejahatan, dan peperangan. Hal demikian telah dicontohkan dan dituliskan oleh buku-buku sejarah. Demikian pun dalam berbagai cerita atau legenda, termasuk dalam cerita Ramayana.

Bahkan secara garus besar batang tubuh cerita Ramayana adalah persoalan perebutan wanita dan hal lain yang mengait-rumit di dalamnya. Demikian pula halnya dengan satu episode cerita Begawan Wisrawa-Dewi Sukesi yang menjadi bab awal dari serangkaian cerita Ramayana yang melibatkan tokoh Rama di satu sisi dan Rahwana di sisi lain. Persoalan Wisrawa-Sukesi ini menjadi semacam awalan muncul dan membesarnya cerita utama Ramayana.

Cerita tentang Wisrawa-Sukesi yang membahas juga soal Serat Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating DiyuSENDHON SUKESI: KARMAPALA YANG BERANTAI (PENTAS DALANG SUKRA KASIH SERI VI)yang dalam pementasan di Tembi Rumah Budaya, Jumat, 9 September 2011 diberi tema Sendhon Sukesi menceritakan bagaimana dari dosa-dosa manusia itu kemudian lahir aneka kejahatan bahkan kebengisan gelap yang mengiblis. Kejahatan ini diwakili oleh lahir dan eksisnya Rahwana yang lahir dari rahim Dewi Sukesi dan benih dari Begawan Wisrawa. Adik Rahwana yang juga raksasa masih menggambarkan nafsu-nafsu rendah kelas raksasa yang doyan makan (mengumbar nafsu makan). Kemudian lahir pula tokoh wanita adik Kumbakarna yang bernama Dewi Sarpakenaka sebagai lambang nafsu iri hati, dendam, dengki, sekaligus cabul. Baru pada anak terakhirlah Wisrawa-dewi Sukesi mampu mewujudkan rasa pertobatannya yang tulus sehingga dari mereka berdua lahir manusia yang mendekati kesempurnaan, Raden Gunawan Wibisana.

Pentas wayang lakon Sendhon Sukesi di Tembi Rumah Budaya ini dilaksanakan oleh perkumpulan dalang muda Jogja yang dinamakan Sukra Kasih. Penampilan Sukra Kasih di Tembi diwakili oleh dua orang dalang sekaligus, yakni Ki Sri Mulyono, S.Sn. (Bantul) dan Ki Bambang Wiji Nugroho (Kulon Progo). Mereka pentas bersama dalam format dua kelir. Garapan gendingnya pun tidak biasa. Artinya, diformat baru. Pengadeganan juga dibuat tidak biasa. Tidak didahului dengan jejer yang lama dan bertele-tele.

Sebagai awalan pengadeganan adalah munculnya Dewi Sukesi yang bermimpi mendapatkan wahyu Sastra Jendra Pangruwating Diyu yang kemudian dijadikannya sebagai syarat lamaran bagi pria mana pun yang menghendaki dirinya. Pada sisi lain, paman Dewi Sukesi bermimpi jatuh cinta pada Dewi Sukesi sehingga ia bersumpah akan menyunting Dewi Sukesi. Adegan berikutnya adalah dialog Dewi Lokati-Begawan Wisrawa di Pertapaan Geger Penyu. Mereka merembug putranya, Prabu Danaraja yang belum beristri. Prabu Danaraja datang dan mintaSENDHON SUKESI: KARMAPALA YANG BERANTAI (PENTAS DALANG SUKRA KASIH SERI VI)dilamarkan Dewi Sukesi. Wisrawa berangkat sekalipun Dewi Lokati sebenarnya merasa keberatan dan mempunyai perasaan tidak enak.

Adegan berikutnya berupa peperangan antara Jambumangli dan raja 1000 negeri. Peperangan dapat dimenangkan oleh Jambumangli. Siapa pun yang menang dalam perang ini diperkenankan melamar Dewi Sukesi. Pada sisi itulah Jambumangli merasa telah memenangkan semua peperangan. Namun Wisrawa datang dan menyatakan bersedia membeberkan rahasia Serat Sastra Jendra Pangruwating Diyu sebagai sarat lamaran yang diajukan Dewi Sukesi. Jambumangli marah atas kejadian ini. Ia menyeret Wisrawa keluar kedaton. Mereka terlibat perang dan Jambumangli tewas dengan tubuh tepotong-potong.

Sukesi akhirnya menerima lamaran Wisrawa yang semula melamarkan untuk putranya. Namun pembeberan rahasia Sastra Jendra Pangruwating Diyu menyebabkan keduanya jatuh ke dalam dosa persetubuhan. Akibatnya lahirlah bayi Dasamuka disusul Kumbakarna-Sarpakenaka-dan terakhir, Gunawan Wibisana.

SENDHON SUKESI: KARMAPALA YANG BERANTAI (PENTAS DALANG SUKRA KASIH SERI VI)Kelahiran putra-putri Wisrawa-Sukesi ini menggambarkan kejatuhan manusia ke dalam dosa serta proses pertobatannya. Bahwa kedosaan Wisrawa-Sukesi telah melahirkan kejahatan dan kegelapan di dunia. Kejahatan dan kegelapan ini diwakili oleh Dasamuka yang melambangkan sepuluh nafsu di dalam diri manusia. Hal demikian juga menjdai gambaran bahwa jatuhnya manusia ke dalam dosa seperti jatuhnya batu ke dalam air yang akan menimbulkan efek gelombang susul-menyusul atau berantai. Kejatuhan dosa manusia menyeret manusia lain ke dalam dosa-dosa baru. Demikian hubungan sebab akibat dalam dosa. Wisrawa berdosa karena mengingkari janjinya kepada anaknya sendiri. Ingkar pada tanggung jawabnya sebagai begawan (pendeta). Nafsu pribadinya menyeretnya untuk menikmati manisnya ”buah kuldi” yang berefek racun bagi anak keturunan dan alam semesta.

Penyesalan dan pertobatan Wisrawa serta Suksesi dilambangkan dengan lahirnya Gunawan Wibisana yang menjadi contoh atau gambaran insan yang mendekati kesempurnaan lahir dan batinnya. Penyesalan, pertobatan, dan silih Wisrawa dan Sukesi diwujudkannya dengan rela mati di atas kobaran api.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta