Semangat Golong Gilig ala Kampung Dipowinatan

Semangat Golong Gilig ala Kampung Dipowinatan

Sabtu, 25 Agustus sore, Kampung Dipowinatan lebih semarak ketimbang biasanya. Di gang-gang dalam kampung ini tampak banyak warga yang berdiri sambil berbincang-bincang. Di depan sejumlah rumah ibu-ibu menyiapkan beragam makanan dan minuman di atas meja. Dari balai kampung, para bregada prajurit berangkat mengawali kirab keliling kampung. Sebuah tumpeng raksasa yang dihiasi beragam hasil bumi diusung 4 warga berkostum tradisional Jawa. Diikuti berbagai kelompok yang diakhiri dengan kelompok orkes kentongan yang mewarnai kegembiraan suasana .

Orang-orang pun lantas menyerbu meja tempat beragam makanan dan minuman tadi. Ada ibu yang menyediakan soto ayam, ada yang menyiapkan lontong sayur, tampak pula nasi kuning, soto lentok, kue apem, dan sebagainya. Ternyata semuanya gratis. Darimana dananya? Seorang warga yang ikut berpartipasi mengatakan bahwa dananya swadaya, ada yang perorangan, ada yang per kelompok.

Semangat Golong Gilig ala Kampung Dipowinatan

Samsu Karyo, warga Dipowinatan kelahiran 1962, sudah mengalami program makan dan minum gratis bagi publik ini pada tahun 1980an yang diadakan dalam rangka peringatan hari kemerdekaan. Program yang menurut Samsu dimulai dari RWnya ini kemudian semakin luas. Menurutnya, setiap warga ikut berpartisipasi menyediakan 15 buah makanan. Hitung saja jika satu RW memiliki 5 RT, dan 1 RT ada 30 KK.

Kegiatan ini merupakan rangkaian acara Kampung Dipowinatan dalam memperingati ulang tahun kemerdekaan Indonesia yang dimulai sejak 7 Juli. Pada bulan Juli disemarakkan dengan kegiatan seperti lomba sepak bola anak, jalan sehat, sepeda gembira, kerja bakti. Sedangkan pada bulan Agustus, diisi dengan lomba kebersihan lingkungan, lomba menghias nasi kuning, malam tirakatan, dan puncaknya adalah pesta rakyat dan Merti Golong Gilig pada 25 Agustus. Dengan demikian, keguyuban warga ini tidak hanya diekspresikan sekali pada Merti Golong Gilig ini tapi juga pada acara-acara sebelumnya.

Acara Merti Golong Gilig ini, seperti dijelaskan Ketua Kampung Wisata Dipowinatan Sigit Istiarto, biasanya diadakan setiap 18 Agustus. Namun karena berhimpit dengan lebaran maka pelaksanaannya diundur. Acara ini merupakan kegiatan tahunan Kampung Dipowinatan. Harapannya, kata Sigit, agar warga kampung ini selalu terbarui semangatnya dalam menjaga semangat kebersamaan, persatuan dan kesatuan. Juga agar sesama warga hidup guyub rukun dalam menjalani kehidupan bermasyarakat dan membangun wilayah. Istilah golong gilig sendiri, menurut Sigit, berarti bersatu padunya kehendak dan niat dalam karya, cipta dan karsa untuk menuju satu tujuan yang sama.

Semangat Golong Gilig ala Kampung Dipowinatan

Sigit menambahkan bahwa acara ini juga berdasarkan pemahaman adanya semangat historis tentang bergabungnya dua kampung menjadi satu, yakni Kampung Numbak Anyar dan Kampung Dipowinatan pada masa lalu, yang menjadi Kampung Dipowinatan. Nama kampung ini sendiri konon diambil dari nama KRT Dipowinoto, yakni pangeran yang pertama kali menempati nDalem Dipowinatan, yang kini lebih dikenal dengan nama nDalem Joyodipuran.

Acara ini sekarang didukung oleh kampung wisata lainnya yang bersebelahan yakni Kampung Keparakan Lor, Keparakan Kidul dan Pujokusuman. Sebagai kampung wisata, kata Sigit, Dipowinatan memperlihatkan tradisi keluarga Jawa kepada pengunjung pada saat bertamu. Di kampung lainnya, Pujokusuman, terdapat sanggar tari klasik yang didirikan empu tari (alm) KRT Sasmintadipura (Romo Sas). Sedangkan Keparakan Kidul dikenal dengan kerajinan kulitnya, dan Keparakan Lor dengan kulinernya. Kampung-kampung ini bagian dari Kelurahan Keparakan Kecamatan Mergangsan Kodya Yogyakarta.

Semangat Golong Gilig ala Kampung Dipowinatan

barata




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta