'Sang Nyai' Dan mBok Jah' Pada Malam Penghargaan Sastra

'Sang Nyai' Dan mBok Jah' Pada Malam Penghargaan Sastra

Ruang Borobudur Hall, hotel Ina Garuda Yogyakarta, Jum’at (19/10) malam lalu, bersuasana sastra. Karena pada malam itu ada acara ‘Penghargaan Bahasa dan Sastra 2012’ yang dihelat oleh Balai Bahasa Yogyakarta. Round table yang ada di ruangan diisi oleh para sastrawan, wartawan dan publik Yogya lainnya. Selain pengumuman siapa yang mendapat penghargaan, diisi tarian sebagai pembuka acara, musikalisasi puisi dan pembacaan puisi serta cerpen.

Rasanya, inilah yang lebih penting, pembacaan cerpen yang berjudul ‘mBok Jah’ karya Umar kayam dan dibacakan aktor Landung Simatupang. Kita tahu, cerpen-cerpen Umar Kayam sangat kuat nilai sastranya, dan jarang untuk dibacakan. Menampilkan terus menerus karya-karya Umar Kayam, barangkali bisa memberi inspirasi pada kreator sastra di Yogyakarta khususnya dan Indonesia umumnya.

Kita ambil saja, sekedar untuk contoh, seorang dari tiga orang, yang mendapat penghargaan, yakni Budi Sarjono, novelnya yang berjudul ‘Sang Nyai’ mendapat penghargaan. Kita tahu, Budi Sarjono, memang sudah lama menulis karya sastra, terutama cerpen dan novel. Ada banyak karya yang sudah dia hasilkan, ‘Sang Nyai’ adalah salah satunya. Tentu, senyum tersungging tidak lepas dari bibir Budi Sarjono. Sambil mengangkat piala penghargaan, sepertinya Budi Sarjono sedang mengucapkan terimakasih atas penghargaan yang diberikan untuknya.

Lagi-lagi, kita ambil saja bagaimana Landung Simatupang membacakan ‘mBok Jah’. Sengaja tidak kita ambil ritual dari penghargaan sastranya, karena suatu hal yang biasa saja rasanya. Kita tahu, ada banyak buku sastra diterbitkan di Yogya, oleh pengarang dari Yogya, hanya saja, penerbitnya bukan anggota Ikapi, melainkan diterbitkan secara indie, bahkan termasuk yang disebut sebagai BoD, buy on demand atau PoD, Print on Demand. Karya sastra seperti ini, kiranya tidak masuk kategori sebagai yang ‘penting’ untuk dinilai, meskipun memiliki ISBN. Lain soal kalau kriterianya bukan anggota Ikapi atau bukan, tetapi buku yang diterbitkan memiki ISBN atau tidak. Dengan demikian, penghargaan sastra tidak sekaligus mengukuhkan ‘kekuasaan tunggal’ diwilayah penerbitan.

'Sang Nyai' Dan mBok Jah' Pada Malam Penghargaan Sastra

Mengenakan t’shirt warna hijau, berkaca mata. Duduk di kursi di atas panggung. Di depan kursi ada meja bundar yang dilengkapi tamplak. Segelas air putih ada di atas meja. Kursi dan meja, orang bisa tahu, khas dari Jawa, sehingga imajinasi kita bisa segera melayang tentang kampung Yogya. Dan ‘Mbok Jah’ adalah sejenis akrab panggilan perempuan tua di kampung-kampung di Yogya, terutama pada kata ‘Mbok”.

Landung Simatupang memang tidak sekedar membaca kalimat atau kata-kata, tetapi dia ‘menghidupkan’ kata-kata melalui mimik mukanya, ekspresi, gerak tubuh, bahkam cara duduknya. Selama membaca ‘Mbok Jah’ Landung tidak beranjak dari kursi. Sesekali menggerakan kakinya sambil tangannya membuka tutup gelas yang ada di depannya. Kata demi kata terus dia ucapkan, Landung memang memerankan sebagai ‘Mboh Jah’.

Tak sampai satu jam, Landung membaca ‘Mboh Jah’. Suasana hening, seperti sedang menyimak Landung membacakan cerpen karya Umar Kayam itu. Lampu ruangan dimatikan, hanya lampu panggung yang menyala. Dalam suasana gelap, atau lebih tepatnya remang-remang, hadirin menikmati ‘Mboh Jam’ dipentaskan oleh Landung Simatupang.

Sebelum Landung Simatupang mebacakan Cerpen karya Umar Kayam, Evi Idawati membacakan satu puisi karyanya. Penampilan Evi khas, suaranya mantap dan keras, gerak tangan dan tubuh sebagai ekspresi dari puisi yang dibacakan.

'Sang Nyai' Dan mBok Jah' Pada Malam Penghargaan Sastra

Ya, malam penghargaan sastra, memang tidak bisa dilepaskan dari pertunjukkan sastra, dan hal itu sudah dilakukan pada acara ‘Malam Penghargaan Bahasa dan Sastra 2012’ yang diselenggarakan Balai Bahasa Yogyakarta.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta