Pentas Gegeroan Teater Kami
Cinta Dan Perpisahan
Naskah berjudul “Gegeroan” karya Harris Priadie Bah, kemarin di pentaskan dalam lakon teater berjudul sama oleh Teater Kami. merupakan satu dari sedikit kelompok teater yang sejak awal berkiprah di luar mekanisme festival. Didirikan di Jakarta, 21 Juli 1989, oleh Harris Priadie Bah, dan terhitung produktif. Paling tidak, ada karya baru sekali setahun. Tema utama Gegeroan adalah masalah keretakan hubungan antar personal individu yang berada dalam relasi keterhubungan satu dengan yang lain. Awal gagasannya sendiri menurut Harris, berangkat dari hasil dengar dan lihatannya terhadap kenyataan yang kerap hadir dari lingkaran pergaulan dekat dan jauh.
Pentas yang digelar 29 Agustus di Bentara Budaya Jakarta kemarin, diawali oleh monolog Jean Marais, dalam perannya Jean tampil mencurahkan isi hatinya, tentang cinta cinta yang kini sudah menjadi barang murah untuk dihargai. Bahkan lebih mahal matrealisme sebagai pandangan dan jalan hidup. “Bila hidup sudah kehilangan nilai, mungkin kematian akan ada harganya,”itu sepenggal kalimat yang diucapkan Jean sesaat sebelum ia beradegan meminum baygon dan mati.
Adegan lain diperankan oleh Irawita dan Zank Smooth yang dalam adegannya mereka berdua bertengkar tentang istri yang sudah tidak lagi menghargai suaminya. Si istri yang kerap pulang kerja larut malam, bahkan sampai pagi, akhirnya tidak ada lagi waktu untuk mengurus keluarga. Si suami mengeluh terus menerus sehingga pertengkaran ini diakhir dengan dengan keputusan bercerai dari keduanya.
Dari situ adegan berpindah, menjadi ruang dengan kehidupan yang berbeda, di adegan ini, pasangan suami istri dan anaknya terlihat hidup bahagia dan mereka seperti menonton dan berkomentar mengenai pasangan lain yang tidak harmonis lalu bercerai, mempertanyakan kemana cinta yang selama ini mempersatukan mereka. Saat cinta dibentuk dalam sebuah rumah tangga dan temu kelamin sudah dilegalisir oleh lembaga perkawinan. Kira-kira seperti itu kalimat yang diucapkan si aktor.
Meskipun dengan setting panggung sederhana, aksi para pemain dalam pentas teater Kami di judul Gegeroan ini sangat baik. Tema yang dibawakan sangat dekat dengan kehidupan sosial masyarakat yang kerap terjadi dan sudah dianggap sesuatu yang biasa. Kisah diatas pentas tersebut bisa saja problem yang pernah dialami atau sedang dialami oleh siapa saja, dengan begitu bisa berkaca dan tahu bagaimana menyelesaikannnya. “Gegeroan” adalah bagian ketiga dari dua teks dramatik sebelumnya yakni “gegerungan” dan “gegirangan” yang diwujud-tuliskan oleh Harris Priadie Bah.
Natalia S.
Artikel Lainnya :
-
Hingga dewasa ini, mayoritas museum di Indonesia mengalami problem yang sama, yakni sepinya pengunjung. Bahkan sebagian masyarakat masih tetap beranggapan sama, bahwa museum hanya sebagai tempat menyimpan benda-benda kuno belaka. " href="https://tembi.net/cover/2010-06/04.htm">4 Juni 2010, Kabar Anyar - PERAN "PUBLIC RELATION" LEMAH, MUSEUM SEPI(04/06)- POSTER PERJUANGAN DI TAHUN 1949(09/11)
- 25 Maret 2010, Situs - PATIH SINGORANU: PATIH KEDUA DINASTI MATARAM(25/03)
- Pigunanipun Basa Krama Alus(30/11)
- Jalan Pulang Tak Ingin Populer(07/09)
- 6 Oktober 2010, Kabar Anyar - DELAPAN ANAK IKJ HOLIDAY DI Tembi(06/10)
- 3 Maret 2011, Kabar Anyar - WAYANG BABAD, KREASI BARU JAGAD PEWAYANGAN(03/03)
- Gubug Makan Iwak Kalen(04/06)
- JOKO DAN NOVI TAMPIL DI DRAMATIC READING(25/10)
- 20 Januari 2011, Kabar Anyar - MENGINGAT UNTUK TIDAK (ME)LUPA(KAN)(20/01)