Mitu M Prie: Tradisi Visual Kuno Bisa Menjadi Seni Kontemporer yang Menarik

Indonesia punya budaya visual yang amat kuat dan kaya sejak dari zaman megalitikum sampai sekarang, yang jika dieksplorasi dan dikemas kembali bisa menjadi kesenian kontemporer yang bagus dan menarik.

Diskusi Bersama Mitu M. Prie, Sejarah yang Mengikat Visual, RuangRupa, Tebet, Jakarta Selatan, pada Rabu, 15 Mei 2013
Mitu berbagi pengalaman selama puluhan tahun menjelajah pedalaman Indonesia

Indonesia punya budaya visual yang amat kuat dan kaya sejak dari zaman megalitikum sampai sekarang, yang jika dieksplorasi dan dikemas kembali bisa menjadi kesenian kontemporer yang bagus dan menarik.

Pendapat itu disampaikan oleh Mitu M Prie, arkeolog, dalam diskusi di RuangRupa, Tebet, Jakarta Selatan, pada Rabu, 15 Mei 2013. Berdasarkan hasil risetnya atas budaya visual di Tanah Air, Mitu mendapati bahwa sejarah visual yang dimiliki Indonesia sangat kuat dimulai dari zaman megalitikum, Hindu-Buddha, Islam, hingga zaman kolonial.

Kekayaan budaya visual itu telah mengundang banyak orang asing untuk mempelajarinya, dan kemudian digunakan sebagai unsur penting dalam karya kontemporernya. Ia memberi contoh perancang kelas dunia Dolce Gabana yang banyak juga mengambil atau mengadaptasi karya tradisi Indonesia.

Perupa Indonesia yang menurut Mitu juga sudah memanfaatkan kekayaan budaya visual lokal adalah Heri Dono, perupa asal Yogyakarta. Menurut Mitu, Heri Dono mampu merepresentasikan wujud dari spirit kelokalan daerah Yogyakarta.

Oleh karena itu, Mitu mendorong para perupa, khususnya yang ada di Jakarta, aware dengan seni tradisi. Memang yang menjadi masalah dari para perupa Jakarta adalah tidak adanya akar dalam masing-masing perupa dalam berkarya seperti yang dimaksud Mitu.

Diskusi Bersama Mitu M. Prie, Sejarah yang Mengikat Visual, RuangRupa, Tebet, Jakarta Selatan, pada Rabu, 15 Mei 2013
Peserta diskusi serius menyimak paparan Mitu

Ia menawarkan supaya para perupa muda Jakarta mau terjun langsung ke daerah-daerah yang belum terjamah, melakukan riset mendalam dan mengambil spirit kebudayaan tersebut dan menjadikan karya seni baru. “Coba lepasin dulu istilah bahwa tradisi itu kuno, karena banyak referensi yang bisa diambil dari sisi kultur ini,” tambah arkeolog itu, yang sudah puluhan tahun melakukan riset di berbagai pelosok Tanah Air.

Natalia S.



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta