Mengenang Chairil Anwar, Membaca Puisi Chairil di Tembi

Mengenang Chairil Anwar, Membaca Puisi Chairil di Tembi

Nama Chairil Anwar tentulah dikenal secara luas. Bahkan, generasi yang sudah tidak mengenali hidup Chairil Anwar, sudah terbiasa membacakan puisi-puisi karya Chairil Anwar. Kalimat ‘Aku ini binatang jalang’ seringkali dikutip untuk kepentingan lain. Sabtu (28/4) lalu, di Tembi Rumah Budaya, untuk mengenang Chairil Anwar diselenggarakan ‘Malam Chairil Anwar’ dengan tajuk ‘Membaca Puisi Menggugah Hati Petinggi dan Politisi’.

Yang tampil membaca, sebagian besar adalah orang-orang yang sehari-hari tidak bergelut dengan puisi. Bahkan, ada yang baru pertamakali, dalam ‘Malam Chairil Anwar’ membaca puisi, seperti dikatakan oleh Ketua Kejaksaan Negeri Bantul, Retno Harjanti, yang membacakan puisi berjudul ‘ Hukum’.

“Saya sudah terbiasa membaca tuntutan, tetapi untuk membaca puisi baru pertama kali ini saya lakukan’ kata Retno Harjanti.

Hal yang sama juga dialami oleh Ratu Hemas, yang membacakan puisi karya Chairil Anwar yang berjudul ‘Penerimaan’. Kanjeng Ratu Hemas mengaku baru pertama kali membaca puisi dan, bagi Kanjeng Ratu, hal ini merupakan tantangan tersendiri.

“Semoga saya bisa berhasil dalam membaca” katanya.

Mengenang Chairil Anwar, Membaca Puisi Chairil di Tembi

Beberapa pejabat negara, yang hadir dan membacakan puisi diantaranya, Haris Semendawai, ketua LPSK, Imam Anshori Shaleh, wakil Ketua Komisi Yudisial dan Budi Santosa, anggota Ombusman pusat. Politisi yang hadir dan ikut membaca, Fadli Zon. Haris Semendawai membacakan puisi karya Chairil Anwar yang berjudul ‘Diponegoro’. Imam Anshori Saleh membacakan puisi berjudul ‘Siap Sedia’ dan Fadli Zon memilih puisi yang berjudul ‘Kerawang-Bekasi’ untuk dibacakan.

Dewi Hartati, Kapolres Bantul membacakan puisi yang berjudul ‘Prajurit Jaga Malam’. Bagi Dewi Hartati, pilihan puisi untuknya, agaknya memang diperuntukan bagi prajurit yang siap untuk bertugas, Tustiyani, ketua DPRD Bantul, membacakan puisi karya Chairil Anwar yang berjudul ‘Pemberi tahu’.

Tampil juga, seorang aktor dan penyair, Landung Simatupang, yang sedianya akan membacakan 2 puisi Chairil Anwar masing-masing berjudul ‘Kerawang-Bekasi’ dan ‘Perjanjian Dengan Bung Karno’. Karena dua puisi sudah dibacakan pembaca lain, Landung memilih membacakan puisi yang berjudul ‘Cerita Buat Dien Tamela’. Yang khas dari Landung, dia selalu memukau setiap membaca puisi. Orang akan kagum melihat Landung membaca puisi. Pada ‘Malam Chairil Anwar’, penampilan Landung memukau seluruh hadirin yang hadir.

Dari sejumlah pembaca yang tampil dan pengunjung yang melihat pertunjukkan, setidaknya kita bisa tahu, bahwa Chairil Anwar dikenal oleh ragam lapisan masyarakat yang berasal dari generasi berbeda. Bahkan kebanyakan, hadirin yang hadir adalah mereka yang ketika Chairil Anwar meninggal pada 28 April 1949 belum lahir, atau kalaupun sudah lahir masih kecil, barangkalu usia 1 tahun, atau tanggal lahirnya persis pada hari kematian Chairil Anwar.

Mengenang Chairil Anwar, Membaca Puisi Chairil di Tembi

Pembaca yang lain, kecuali dari kalangan pengacara adalah dari akademisi sekaligus aktivis, ialah Arie Sudjito, dosen jurusan sosiologi Fisip UGM dan Zaenal Arifin Mochtar, direktur Pukat UGM.

Selain pembacaan puisi, ada pentas tari yang menafsirkan puisi Chairil Anwar berjudul ‘Aku’, Kinanthi Sekar Rahina, Mila Rosita dan penari topeng melakukan kolaborasi membuat karya tari dari puisi karya Chairil Anwar.

Fombi, forum musik Tembi, tidak ketinggalan menggubah empat puisi Chairil Anwar menjadi lagu, misalnya ‘Sajak Putih’ dan ‘Yang terempas dan yang putus’. Penampilan musikalisasi puisi dari Fombi, yang memainkan gitar dan piono, memberikan warna pertunjukkan untuk mengenang Chairil Anwar.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta