Membaca Puisi Dalam 'Arisan Sastra'

Arisan Sastra atau arisan puisi, atau apapun namanya, sebenarnya hanyalah istilah untuk menandai kita saling melakukan silaturahmi. Karena itu, masing-masing yang hadir, anak-anak muda ataupun orang tua, saling melakukan komunikasi secara manusiawi, tanpa meninggalkan hati melalui karya sastra.

Budhi Wiryawan membaca puisi dalam Arisan Sastra, Foto: Ons Untoro
Budhi Wiryawan membaca puisi dari buku antologi puisi karyanya

Kini, membaca puisi tidak selalu membawa selembar kertas yang memuat puisi, atau buku antologi puisi. Tetapi, membaca puisi bisa melalui Blackberry ataupun iPad, setidaknya seperti dilakukan penyair Slamet Riyadi Sabrawi saat membaca puisi dalam acara yang bertajuk ‘Arisan Sastra’.

Rabu malam, 9 Januari 2013, Lembaga Seni Budaya dan Olahraga (LSBO) PP Muhamadiyah bersama Forum Sasatra Indonesia, menyelenggarakan acara bertajuk ‘Arisan Sastra’, menampilkan beberapa penyair, dan pertunjukan musik puisi di Hall Perpustakaan Universitas Ahmad Dahlan (UAD), jl. Pramuka, Yogyakarta.

Iman Budhi Santosa, seorang penyair senior dan aktif menulis semasa masih di Persada Studi Klub (PSK) asuhan Umbu Landu Paranggi, menjelaskan mengenai apa yang dimaksud ‘Arisan Sastra’

“Arisan Sastra atau arisan puisi, atau apapun namanya, sebenarnya hanyalah istilah untuk menandai kita saling melakukan silaturahmi. Karena itu, masing-masing yang hadir, anak-anak muda ataupun orang tua, saling melakukan komunikasi secara manusiawi, tanpa meninggalkan hati melalui karya sastra,” ujar Iman Budhi Santosa.

Secara berkelakar, Veven Wardhana, seorang sastrawan yang tinggal di Jakarta, melalui Facebook memberi komentar pada poster ‘Arisan Sastra’ yang di upload di Facebook: “Masing-masing yang hadir memberikan puisi dalam arisan sastra dan mendapatkan buku antologi puisi”.

Pedro, menyanyikan lagu puisi karya Slamet Riyadi Sabrawi Foto: Ons Untoro
Pedro menggubah puisi menjadi lagu

Penyair yang tampil kebanyakan adalah penyair senior yang menulis puisi sejak tahun 1970-an semasa PSK (Persada Studi Klub) asuhan Umbu Landu Paranggi, dan penyair yang menulis tahun 1980-an. Mereka adalah Slamet Riyadi Sabrawi, penyair yang produktif dimasa PSK (Persada Studi Klub) seangkatan Emha Ainun Najib dan (alm) Linus Suryadi AG; dan penyair yang lebih muda seperti Sigit Sugito, Budhi Wiryawan, Budhi Ismanto, Adjie S.Mukhsin.

Selain Slamet Riyadi Sabrawi yang membaca puisi menggunakan Blackberry, penyair lainnya membaca puisi dengan membawa selembar kertas, seperti dilakukan Sigit Sugito, Adjie S. Mukhsin. Budhi Ismanto membaca puisi dengan membawa sebuah koran yang memuat karya puisinya. Budhi Wiryawan membacakan puisi dengan membawa buku antologi puisi miliknya.

Selain pembacaan puisi, ‘Arisan Sastra’ menampilkan musikalisasi puisi yang menggarap puisi karya Slamet Riyadi Sabrawi dan dinyanyikan oleh seorang musisi yang bernama Pedro. Tiga puisi karya Slamet Riyadi Sabrawi dinyanyikan oleh Pedro.

Forum Sastara Indonesia LSBO PP Muhammadiyah di Universitas Ahmad Dahlan ini sudah memasuki edisi ke-17. Selama ini, pertunjukan sastra diisi diskusi membahas antologi puisi yang baru terbit dan sekaligus membacakan puisi-puisi yang didiskusikan. Namun, sebenarnya tidak hanya puisi. Sebab, pernah pula membahas cerpen dan membacakan karya cerpen yang didiskusikan.

“Untuk kali ini kita menghadirkan tajuk arisan sastra dan menampilkan penyair senior membaca puisi,” kata Tegoeh Ranusastro Asmara ketua penyelenggara.

Slamet Riyadi Sabrawi membaca puisi dalam Arisan Sastra, Foto: Ons Unto
Slamet riyadi Sabrawi membaca puisi melalui Blackberry’

Di Yogya puisi tidak berhenti ditulis dan dibacakan. Di beberapa tempat di Yogya, selain UAD seperti Taman Budaya Yogya, Pusat Kebudayaan Koesnadi Harjosoemantri UGM, Tembi Rumah Budaya, juga menggelar kegiatan serupa. Secara bergantian setiap minggu selalu ada kegiatan pembacaan karya sastra dalam hal ini puisi. Yogya, rasanya, sejak tahun 1970-an sampai sekarang, tidak pernah sepi dari puisi.

Penyair dan puisi terus memberi makna terhadap kebudayaan di Yogya. Apalagi, penyair muda tumbuh menyegarkan, sehingga ruang-ruang sastra di Yogya seperti terasa kurang menampung kehadiran mereka.

Ons Untoro

Artikel Lainnya :


Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta