Tembi

Berita-budaya»MAY DAY DI YOGYA

02 May 2011 06:48:00

MAY DAY DI YOGYASepanjang jalan Malioboro sampai titik nol kilometer, atau yang lebih dikenal dengan nama perempatan kantor pos, minggu pagi sampai siang hari, masih ramai untuk memperingati apa yang disebut sebagai ‘May Day’, hari buruh internasional. Dalam peringatan May Day ini, berbagai macam aktivitas dilakukan untuk memeriahkan hari buruh internasional.

Sejak reformasi bergulir, kawasan Malioboro tidak tabu lagi sebagai tempat demonstrasi. Berulangkali demonstrasi dilakukan oleh gaabungan elemen masyarakat, atau kelompok sipil melakukan demonstrasi di kawasan Malioboro. Titik yang biasanya diambil untuk demonstrasi ialah, tempat parkir Abubakar Ali (sebelah utara hotel Garuda), halaman gedung DPRD DIY di Malioboro, Di depan Istana Negara ‘Gedung Agung’ dan di titik nol kilometer atau perempatan Kantor Pos.

Minggu siang, titik nol kilometer lalu lintas terganggu, kalau tidak boleh dibilang macet. Berbagai elemen masyarakat, seperti Aliansi Jurnalis Indonesia, ABY (aliansi buruh Yogyakarta) dan lainnya memperingati May Day, bahkan sekaligus dimeriahkan dengan membakar patung babi.

Sepanjang Malioboro bukan hanya padat dan ramai lalu lintas, tetapi juga ramai para aktivis melakukan aksi memperingati May Day, yang tepat pada hari minggu. Padahal di Yogya, setiap minggu, apalagi kawasan Malioboro, semakin ramai dan penuh orang. Dengan adanya May Day, artinya kawasan Maliboro semakin tambah padat. Di beberapa titik di kawasan Malioboro dipakai aksi untuk memperingati hari buruh internasional.

Hal yang tidak lupa diserukan, pada peringatan May Day dan juga aksi buruh umumnya adalah upaya untuk penghapusan outsourching dan kesejahhteraan buruh. Sampai sekarang, banyak buruh yang belum mengalami kesejahteraan, apalagi buruh lepas. Atau buruh yang bekerja diperusahaan kecil, yang seringkali abai akan hak-hak buruh, sehingga keselamatan kerja dan jaminan hari tua sering diabaikan.

MAY DAY DI YOGYAMinggu siang 1 Mei 2011, dari pagi, kawasan Malioboro penuh para peserta aksi. Selain melakukan orasi, tidak lupa membawa poster dengan bermacam tulisan. Semuanya untuk membela kaum buruh. Boneka babi yang dibakar, kata mereka adalah untuk melambangkan elit negeri yang tidak peduli pada kaum buruh dan lebih mementingkan dirinya sendiri.

Kaum buruh adalah kelompok pekerja yang memang tidak memiliki ‘energi’ untuk memperjuangkan hak-haknya. Seringkali, buruh malah menjadi korban kepentingan modal, dan buruh tidak bisa berbuat apa-apa, selain menerima nasibnya. Seolah, nasib buruh merupakan kehendak Tuhan, bukan lantaran sistem yang tidak adil, sehingga merugikan kaum buruh.

Di Yogya ada sejumlah kelompok sipil yang memiliki kepedulian pada persoalan buruh, dan seringkali membela para buruh. Pada May Day tahun 2011, lagi-lagi, para aktivis ‘menyuarakan’ persoalan buruh, meski mereka tahu, kesejahteraan buruh belum kunjung beranjak. Walaupun berulangkali telah ‘disuarakan’.

Memang, tidak hanya di Yogya May Day dirayakan. Di kota-kota lain, seperti Jakarta, May Day tidak pernah akan dilupakan. Ini artinya, para buruh tahu, bahwa tanggal 1 Mei merupakan hari mereka, yang harus dirayakan. Cara merayakan, tidak lain, diisi tuntutan akan hak-hak buruh, selain tentu saja, ada acara-acara kreatif, yang sifatnya menghibur. Sepertinya May Day identik dengan protes. Memang perbaikan ‘nasib’ buruh sangat perlu, tidak harus menunggu May Day. Pemerintah perlu menyiapkan undang-undang perburuhan yang melindungi dan memberi kesejahteraan buruh.

Melalui May Day, setidaknya kita telah (dan selalu diingatkan) bahwa buruh belum ada perbaikan kesejahteraan. Karena itu, perlu segera memperbaiki kesejahteraan buruh tanpa harus diingat (-ingat)kan setiap May Day.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta