Komunitas Lima Gunung Berbagi dan Pameran di Jakarta

Berawal dari menghidupi tradisi desa dengan keseniannya, mereka kemudian berproses, menghasilkan karya budaya secara kolaboratif. Mereka kemudian membentuk komunitas Lima Gunung yang terdiri dari seniman, pekerja kesenian tradisional, sekaligus petani yang ada di daerah lima gunung di seputar Magelang, JawaTengah.

Temu Komunitas Lima Gunung, Di Bentara Budaya Jakarta
Diskusi ‘Meneges Gunung’ di Bentara Budaya Jakarta

Festival Lima Gunung adalah agenda budayatahunan milik komunitas sekitar lima gunung, yang diawali pada tahun 2002. Selain pementasan kesenian tradisional, kontemporer, dan kolaborasi karya dari masing-masing desa, festival ini juga menjadi tempat kelompok kesenian luar kota untuk menggelar karya.

Pada pertengahan Desember 2013, komunitas yang ada di lima gunung seputaran Magelang yaitu Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, Andong dan Bukit Menoreh menggelar pameran dan temu komunitas di Bentara Budaya Jakarta. Selain memamerkan karya-karya mereka yang terdiri dari lukisan, wayang, patung, dan lainnya, mereka juga menggelar pertunjukan wayang, kuda lumping, dan dialog.

Dialog yang bertajuk ‘Meneges Gunung’ berlangsung hangat. Sitras Anjilin, Supadi Haryanto, Riyadi, Ipang, Sutanto Mendut, mewakili masing-masing komunitas dari lima gunung itu.

Bre Redana, penulis dan pegiat seni, sebagai moderator, menjelaskan bahwa komunitas yang kehidupan sehari-harinya bertani, berdagang, dan beternak ini sudah melepaskan diri dari lingkup keseniannya masing-masing. ‘Platform’ mereka tak lagi kesenian, tetapi kebudayaan, sehingga senimenjadi hidup.

Sitras Anjilin misalnya, melestarikan padepokan Tjipto Boedojo di Dusun Tutup Ngisor, yang didirikan oleh ayahnya sejak tahun 1973. Berawal dari kegelisahan orang tua Sitras karena desanya jauh di pelosok, selalu sepi dan tidak ada orang dari luar desa yang berkunjung, dibuatlah padepokan tersebut untuk tempat berkumpul dengan kegiatan tarian dan macapatan. Hasilnya sampai sekarang padepokan itu tak sekadar tempat untuk berkesenian tapi juga menjadi tempat bertukar pengalaman dan diskusi aneka warna kehidupan.

Temu Komunitas Lima Gunung, Di Bentara Budaya Jakarta
Karya Dari Komunitas Lima Gunung

“Kegiatan senidi tempat saya menjadi kegiatan rutin yang biasa dilakukan sehari-hari layaknya makan, mandi, dan sebagainya. Jadi kalau tidak dilakukan satu hari saja rasanya ada yang kurang,” papar Sitras. Contoh kegiatan yang dimaksud Sitras seperti menabuh gamelan. Masyarakat setempat percaya bebunyian tersebut dipersembahkan untuk para penghuni Gunung Merapi.

Ada sekitar 500 karya yang dipajang di galeri Bentara Budaya Jakarta. Ada topeng, lukisan kaca, lukisan kanvas, topeng kayu, wayang kulit, kuda lumping, wayang gunung, patung serangga berbahan alumunium, dan sebagainya. Mereka berkreasi, independen, terlepas dari ketergantungan pada siapa pun, juga selera pasar.

Hal itu juga yang menjadi dasar gelaran ‘Festival Lima Gunung’ tiap tahun, sejak tahun 2002. Warga dari lima gunung tersebut menyisihkan sebagian dari penghasilannya agar festival bisa terus berlangsung tiap tahun. “Kami tidak pernah meminta, membuat proposal atau apapun. Itu menjadi tanggung jawab kami dan semangat warga. Tapi kalau ada donatur yang ingin menyumbang ya tidak kami tolak,” Kata Supadi Haryanto, ketua komunitas ini.

Temu Komunitas Lima Gunung, Di Bentara Budaya Jakarta
Festival Lima Gunung Tahun 2009, foto: Komunitas Lima Gunung

Naskah & foto:Natalia S.



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net - Rumah Sejarah dan Budaya


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta