Jogja Jadi Kota Naga
Hari Senin 6 Februari 2012 mulai jam 17.00 WIB Jl. Malioboro tampak mulai dipenuhi orang. Jalan raya itu lambat laun mulai dibebaskan dari perlintasan kendaraan. Orang pun mulai menyemut di kanan-kiri ruas jalan yang menjadi jantung dan pusat perbelanjaan Kota Yogyakarta itu. Hari itu mereka ingin menyaksikan atraksi liukan Naga yang dikemas dalam acara Jogja Dragon Festival. Hari itu merupakan puncak dari acara Pekan Budaya Tionghoa 2012 (PBTY VII) yang dimulai sejak tanggal 2-6 Februari 2012. Kegiatan PBTY sendiri dipusatkan di Ketandan, yakni wilayah Pecinan di Yogyakarta. Warga masyarakat tersebut telah berdatangan ke Malioboro mulai pukul 17.00 WIB sekalipun jadwal acara akan dimulai pukul 18.00 WIB. Mereka semua tidak ingin tidak kebagian tempat untuk menikmati acara tersebut.
Jogja Dragon Festival ini diikuti 12 grup liong atau naga dan puluhan kelompok lain yang turut memeriahkan festival tersebut. Kelompok-kelompok di luar grup liong itu di antaranya adalah GP Ansor, Sanggar Tari Natya Laksita, beberapa sekolahan, Piti (Persatuan Islam Tionghoa Indonesia/Pembina Iman Tauhid Indonesia), kelompok jatilan Rineka Budaya, kelompok Wushu Pengda Provinsi DIY, Perwacy (Perhimpunan Warga Cinese Yogyakarta), Jamu Sido Muncul, Prajurit Lombok Abang, dan beberapa kelompok liong dari luar Yogyakarta seperti dari Salatiga, Kebumen, Parakan, dan Kesatuan Batalyon Artileri Medan, Magelang. Ada pula kelompok Naga Doreng dari Kesatuan Batalyon Arhanud SE-15 Kodam IV Diponegoro, Semarang
Festival ini memperebutkan Piala Raja Sri Sultan Hamengku Buwana X, Piala Walikota, dan Piala Panitia. Acara ini juga dimeriahkan dengan atrkasi Liong atau Naga dengan ukuran besar dan panjangnya mencapai 132 meter. Naga yang dibuat tahun 2010 ini karena ukurannya yang luar biasa bahkan masuk dalam rekor MURI. Naga raksasa ini dimainkan oleh Kesatuan Batalyon 403 Wirasada Pratista, Kentungan, Yogyakarta.
Pekan Budaya Tionghoa VII yang digelar untuk memperingati Hari Raya Imlek ini mengambil tema ”Mengukuhkan Kebhinekaan Yogyakarta.” Diharapkan dengan demikian, kebhinekaan yang selama ini terbangun di Indonesia, khususnya di Yogyakarta akan semakin teguh. Keberbedaan adalah anugerah yang harus disyukuri untuk saling memahami dan menerima. Untuk saling menolong serta bekerja sama untuk kebaikan, kemakmuran, keamanan, dan kenyamanan hidup bersama. Kecuali untuk semakin membina dan membangun kerukunan dan kebersamaan dalam keberbedaan, diharapkan PBTY dan Jogja Dragon Festival tersebut mampu menjawab kebutuhan pariwisata.
Festival Liong atau Naga di Jogja ini mungkin merupakan satu-satunya festival Liong yang pernah ada di Indonesia. Jogja bisa menyelenggarakan hal demikian karena Jogja memang menjunjung kebhinekaan. Orang boleh bilang Jogja memang miniaturnya Indonesia. Di sini beragam etnis, bahasa, agama, dan lain-lain bisa hidup berdampingan secara harmonis. Ke depan kebhinekaan ini sudah semestinya terus dijaga dan diselenggarakan bersama. Hakikatnya memang tidak ada manusia yang sama persis. Justru karena demikian, kerja sama, pengertian, rasa toleran, dan kehendak hati yang baik dan tulus untuk mengasihi orang lain yang berbeda perlu terus ditumbuhkembangkan. Jogja tanah yang subur untuk hal yang demikian.
a.sartono
Artikel Lainnya :
- 4 Oktober 2010, Suguhan - BAKSO KANTIN PAK SUPRI(04/10)
- 16 September 2010, Primbon - Watak Dasar Bayi(16/09)
- DOLANAN BENGKAT(11/10)
- 6 Oktober 2010, Yogya-mu - CANTIKNYA PISANG KALIURANG(06/10)
- 4 Juni 2010, Figur Wayang - Pandhawa Gupak(04/06)
- 31 Desember 2010, Kolom - KICK FEST, PESTA KEBERAGAMAN ANAK MUDA(31/12)
- Keruntuhan Hukum Akibat Tidak Adaptif(07/01)
- 3 Juni 2010, Primbon - Selapanan(03/06)
- Dapur dan Alat-alat Memasak Tradisional Daerah Istimewa Yogyakarta(18/01)
- Selalu Sedia Makanan Rumahan di Pulo Segaran(04/02)