Hari Pendidikan dan May Day
Selama dua hari, secara berurutan, kita melihat peringatan Hari Pendidikan Nasional, tanggal 2 Mei, dan Hari Buruh Internasional, atau yang dikenal dengan nama ‘May Day, pada tanggal 1 Mei. Di negeri kita, dua ‘peringatan’ itu dirayakan sacara serentak dengan jenis kegiatan yang berbeda, namun ada kegiatan yang menyatukan, yakni protes dari elemen masyarakat untuk menunjukkan tidak setuju pada liberalasasi pendidikan dan komersialisasi pendidikan.
Pada peringatan May Day, para buruh turun ke jalan untuk meneriakan hak-hak mereka, setidaknya para buruh mempunyai hak untuk berserikat, bukan sekedar hak akan upah. Karena bagi buruh, hak berserikat merupakan kekuaatan. Maka, ada spanduk berbunyi: ‘Buruh bersatu tak bisa dikalahkan’.
Dalam konteks Hari Pendidikan yang diperingati 2 Mei, sehari setelah Hari Buruh. Kita bisa melihat, biaya sekolah yang tidak murah sulit diakses oleh keluarga buruh, apalagi buruh rendah, atau buruh harian. Karena itu, bisa kita baca, di Hari Pendidikan dan di Hari Buruh Internasional, pendidikan mempunyai masalah yang tidak ringan. Bukan hanya soal kualitas pendidikan kita yang belum memadai, tetapi keadilan juga belum didapatkan oleh para buruh.
Karena itu, kita bisa paham ada elemen mahasiswa di hari Pendidikan Nasional dengan melakukan protes atas mahalnya biaya pendidikan. Protes di Hari Pendidikan seperti ‘meneruskan’ protes di Hari Buruh. Atau, para mahasiswa hendak mengatakan, bahwa guru, meski pegawai negeri, tak lain dan tak bukan termasuk buruh, yang memiliki hak-hak sebagaimana buruh.
Tapi apakah pendidikan mesti gratis?
Kita rasa, orang sudah tahu. Bahwa pendidikan merupakan kebijakan publik yang diputuskan oleh pemerinrah. Kita rasa orang juga tahu, bahwa pemerintah mempunyai kewajiban memberi pendidikan pada warganya. Karena itu, pendidikan menjadi otonominya pemerintah, tidak perlu diswastakan, apalagi diliberalkan. Pendidikan dasar sampai menengah, sebenarnya menjadi tanggung jawab pemerintah. Warga, siapapun dia, mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan sampai menengah atas. Kalau ada warga yang tidak bisa sekolah lantaran tidak mempunyai biaya, pemerintah yang mestinya meresa bersalah.
Namun kita tahu, masih ada anggota warga yang tidak bisa sekolah, lantaran tidak memiliki biaya sekolah dan pemerntah tidak ambil peduli. Kita masih bisa menemukan, seorang anak yang tidak disekolahkan oleh orang tuanya, karena tidak memiliki biaya untuk itu. Setamat SD atau SMP tidak melanjutkan sekolah yang lebih tinggi, malah diminta bekerja.
Dari hal di atas, kita bisa melihat, persoalan buruh tidak terlepas dari proses pendidikan. Kalau warga tidak bisa mengakses pendidikan karena mahal, akhirnya warga tak berpendidikan hanya bekerja seadanya, bahkan bisa berkeliaran di jalan menjadi pengamen atau sejenisnya. Tak ada peluang kerja untuk mereka.
Maka, pada Hari Pendidikan Nasional yang berdekatan dengan Hari Buruh, mestinya ada refleksi dari pemerintah, untuk bagaimana memberi akses pada keluarga buruh supaya bisa sekolah. Tentu bukan hanya keluarga buruh, tetapi warga masyarakat usia sekolah jangan dibiarkan untuk tidak sekolah dikarenakan tidak ada biaya.
Tentunya, kita tidak ingin melihat generasi yang akan menghuni negeri di masa depan, tidak memiliki kemampuan, atau hanya kelompok masyarakat kecil yang hanya mempunyai peluang untuk menghuni negara ini dengan bahagia dan sukses.
Selayaknya, kita perlu memikirkan pendidikan di negeri kita, dan sekaligus memikirkan buruh agar hak-hak yang melekat pada buruh bisa diterima tanpa harus turun ke jalan.
Hari Pendidikan dan May Day, tanda kita semua harus paham akan kesejahteraan dengan pengembangan kualitas bangsa.
Ons Untoro
Artikel Lainnya :
- 23 Februari 2010, Kabar Anyar - THE RAKUS OF SOMETHING WRONG DI TBY(23/02)
- Tonny Trimarsanto Dengan Matang Di Pohon Si Mangga Golek(01/02)
- ANDONG JOGJA, RIWAYATMU KINI(24/08)
- Yang Masih Tersisa(29/03)
- 17 Juni 2010, Kabar Anyar - KI SOEGONDO DJOJOPOESPITO, TOKOH DI BALIK PERISTIWA KONGRES SUMPAH PEMUDA II(17/06)
- 12 Oktober 2010, Djogdja Tempo Doeloe - PASAR KLITHIKAN BERINGHARJO TAHUN 1940-AN(12/10)
- DOLANAN MAN DHOBLANG-1 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-50)(21/12)
- Pradikta Wicaksono Si Imut Pecinta Musik Blues(03/08)
- WANAGAMA, LAHAN KRITIS YANG MENJADI IJO ROYO-ROYO(27/05)
- Kabar Anyar - JEDA SEJENAK DARI RUTINITAS(27/04)