Tembi

Berita-budaya»Grebeg Mulud Mengakhiri Tradisi Sekaten

08 Feb 2012 07:11:00

Grebeg Mulud Mengakhiri Tradisi SekatenTerik matahari menyengat yang menerpa Alun-alun Utara di saat tradisi Grebeg Mulud Sekaten Minggu (5/2) siang lalu, tidak menyurutkan para kawula Yogyakarta untuk beranjak dari tempat di sepanjang jalur yang dilalui prajurit Kraton Yogyakarta menuju Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Waktu telah menunjukkan lebih dari pukul 10.00 siang, namun rombongan pembawa Gunungan Kraton belum juga tiba. Padahal puluhan ribu warga telah menanti di sepanjang jalur grebeg sejak pukul 09.00 lebih. Baru sekitar pukul 10.30 WIB, rombongan pasukan prajurit dan pembawa Gunungan Grebeg Sekaten Mulud 2012 melewati alun-alun menuju masjid. Rombongan grebeg ini berawal dari Kraton Kasultanan Yogyakarta.

Grebeg Mulud selalu dilakuGrebeg Mulud Mengakhiri Tradisi Sekatenkan setiap tahun oleh Kraton Kasultanan Yogyakarta sebagai acara puncak peringatan kelahiran (Maulid) Nabi Muhammad SAW yang jatuh pada 12 Rabiul Awal atau 12 Mulud penanggalan Jawa. Selain Grebeg Mulud, kraton juga melakukan tradisi Grebeg Besar (memperingati Idul Adha/Korban pada tanggal 10 Besar) dan Grebeg Sawal. (memperingati 1 Sawal). Acara sama juga dilaksanakan oleh Kraton Kasunanan Surakarta, sebagai salah satu keturunan Dinasti Mataram. Acara Grebeg Mulud kali ini bertepatan dengan hari Minggu (Ngat) Wage, 12 Mulud Tahun Wawu 1945 menurut kalender Jawa atau bertepatan pada hari Minggu, 5 FebruaGrebeg Mulud Mengakhiri Tradisi Sekatenri 2012.

Setiap tradisi Sekaten, juga dimeriahkan dengan berbagai acara seperti Pasar Malam yang berlangsung sebulan penuh, nyebar udhik-udhik dari rayi Dalem, dan miyos gangsa selama seminggu di Pagongan Masjid Gedhe. Pada acara nabuh gangsa di area Masjid Gedhe, biasanya juga banyak dilihat oleh rakyat Yogyakarta dan sekitarnya. Bahkan sampai sekarang masih dipercaya, saat gamelan Kanjeng Kyai Guntur Madu dan Kanjeng Kyai Naga Wilaga dibunyikan saat Sekaten, banyak warga yang melakukan tradisi makan sirih, makan endhog abang, makan sega gurih,Grebeg Mulud Mengakhiri Tradisi Sekatendan membeli pecut di seputar lingkungan masjid. Mereka percaya, dengan melakukan tradisi itu sambil mendengarkan gamelan dapat berumur panjang dan lancar rejekinya.

Grebeg Mulud siang itu sangat menarik perhatian warga masyarakat Yogyakarta dan luar kota. Sebagian terlihat turis-turis asing ikut menyaksikan dan mengabadikan melalui kamera dan ponselnya. Tradisi Grebeg Mulud setiap tahunnya selalu menarik untuk dilihat oleh semua warga yang masih menyakini kekuatan kraton sebagai pusat budaya. Selain ituGrebeg Mulud Mengakhiri Tradisi Sekaten, Grebeg Mulud juga mempunyai daya tarik tersendiri, yakni dengan tradisi rebutan gunungan. Rebutan gunungan selalu menjadi primadona warga yang ingin ngalab berkah dari raja Kraton Yogyakarta. Memang mereka percaya bahwa ngalab berkah ini sebagai bentuk ungkapan syukur atas limpahan rejeki dari Tuhan kepada rakyat melalui rajanya. Maka tidak ayal, gunungan yang terbuat dari berbagai jenis sayur dan kue ini selalu ludes diperebutkan oleh warga usai didoakan oleh Penghulu Masjid Gedhe Kauman.

Bahkan banyak yang percaya, ngalaGrebeg Mulud Mengakhiri Tradisi Sekatenb berkah gunungan ini bisa mendatangkan berkah bagi mereka yang mampu mendapatkannya. Bagian gunungan yang telah tercecer di tanah pun tidak luput dari mereka. Memang terasa tidak masuk akal, namun begitulah kenyataannya yang terjadi. Itu merupakan bagian dari tradisi yang turun-temurun.

Maka tidak aneh jika saat Grebeg Mulud Sekaten tiba, seperti Minggu kemarin, sejak pagi, rakyat telah berjubel pula di pintu Masjid Gedhe Kauman. Untungnya, untuk pelaksanaan kali ini agak tertib, dan gunungan bisa diperebutkan usai didoakan oleh Rais Masjid Kauman. Ada lima gunungan yang diperebutkan oleh warga, termasuk gunungan kakung, putri, gepak, dan pawon. Sementara dua gunungan kakung lainnya, di bawa ke Kadipaten Pura Pakualaman dan Kepatihan. Di sana, gunungan tersebut juga diperebutkan untuk rakyat yang berada di sekitar lokasi. Sementara sebagian rakyat yang jauh dari gunungan, terpaksa hanya bisa memandang saja.

Suwandi




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta