DOLANAN POT-2
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-66)
Dolanan pot minimal dimainkan oleh 2 anak. Dan alangkah serunya jika dimainkan antara 3—7 anak. Setiap anak bebas membawa jumlah kelereng dari rumah. Ada yang membawa 10, 15, atau lebih, sesuai dengan selera anak. Kadang-kadang kalau kelerengnya habis, bisa kembali ke rumah mengambil kelereng lagi atau membeli kepada teman yang menang. Harganya sesuai dengan kesepakatan. Kalau zaman dahulu, Rp 100 sudah mendapatkan 10 kelereng bahkan 20 kelereng. Kalau sekarang sekitar Rp 1.000 per 10 kelereng.
Apabila ada 5 anak, misalkan pemain A,B,C,D, dan E, mereka segera menuju ke lokasi permainan, misalkan di halaman kebun berlantai tanah. Lalu salah satunya harus terlebih dahulu membuat gambar pot yang menyerupai, hati, daun waru, surban atau kubah di tengah-tengah halaman yang agak rindang. Ukurannya bebas, namun biasanya dengan lebar sekitar 30—40 cm. Setelah itu, juga harus membuat sebuah garis “uncal” atau lempar dengan jarak sekitar 7—10 meter dari gambar pot.
Lalu, sesuai dengan kesepakatan, misalnya setiap anak menaruh 2 kelereng di dalam pot. Sebagian kelereng taruhan diletakkan di ujung-ujung pot. Setelah itu setiap anak menuju garis uncal dengan mempersiapkan sebuah gacuk kelereng yang dianggapnya paling bagus untuk gacuk. Setiap pemain melemparkan gacuk ke arah pot. Kalau bisa gacuk sedekat mungkin dengan pot atau bahkan bisa mengenai kelereng yang ada di dalam pot. Jika ada anak yang bisa mengenai kelereng di dalam pot, dan kelereng itu keluar dari garis pot, maka pemain tersebut berhak untuk main duluan. Dengan catatan gacuknya tidak tertinggal di dalam pot. Sebab, jika gacuknya sampai tertinggal di dalam pot berarti mati.
Apabila ada 2 pemain yang sama-sama dapat mengeluarkan kelereng di dalam pot, maka yang berhak main duluan adalah pemain yang terakhir mengeluarkan kelereng. Namun apabila dalam satu sesi tidak ada pemain yang mengeluarkan kelereng di dalam pot, maka yang berhak bermain duluan adalah pemain yang gacuknya terdekat dengan garis pot. Misalkan dengan urutan pemain E,D,C,B, dan A. Maka pemain E berhak bermain duluan.
Pemain E dengan gacuknya di tempat posisi gacuknya harus menembak kelereng di dalam pot hingga keluar garis. Caranya, gacuk diletakkan di ujung telapak tangan kanan kemudian disentil dengan ibu jari, atau bisa pula dengan cara diletakkan di ujung telunjuk tangan kiri lalu disentil dengan ibu jari dan telunjuk tangan kanan. Apabila tembakannya mengenai sasaran sehingga ada kelereng yang keluar pot, maka ia berhak main lagi. Setiap menembak sasaran, bertolak dari tempat gacuk terakhir berhenti. Setelah pemain E mendapatkan kelereng dari dalam pot, misalkan satu atau dua, maka ia berhak mematikan pemain lawan. Caranya sama, yakni dengan menembak gacuk lawan dengan gacuknya. Apabila kena, maka matilah lawan dan lawan sudah tidak berhak bermain lagi. Setelah beberapa kali pemain E bermain dan sudah tidak mengenai sasaran, maka giliran bermain pada pemain D.
Pemain D boleh langsung menembakkan gacuk ke arah kelereng di dalam pot, atau mendekatkan gacuk ke arah pot dengan cara ditembakkan pelan-pelan, seperti cara di atas. Apabila ditembakkan ke arah pot dan mengenai sasaran hingga kelereng yang ditembak keluar pot, maka ia berhak bermain lagi. Bisa menembak ke arah pot atau mematikan gacuk lawan. Jika mematikan lawan yang sudah mendapatkan kelereng, maka pemain yang dimatikan berhak menyerahkan semua hasil pada sesi itu ke pemain D. Misalkan pemain D menembak pemain E yang sudah mendapat 2 kelereng, maka pemain E harus menyerahkan 2 kelereng kepada pemain D dan pemain E menjadi pemain mati serta tidak boleh meneruskan permainan pada sesi/babak itu. Jika pemain D sudah selesai bermain, giliran main bisa dilanjutkan pemain C. Demikian terusnya hingga semua pemain pernah menembak langsung ke arah pot, kecuali pemain yang belum sempat menembak sudah dimatikan oleh pemain sebelumnya.
Pada putaran selanjutnya dimulai lagi dari pemain E. Pada putaran kedua dan selanjutnya semua pemain yang masih hidup (mentas) boleh mendekatkan gacuk ke arah pot dengan diletakkan di pinggir garis pot atau berdampingan dengan kelereng yang berada di ujung atau digaris pot. Cara ini dimungkinkan, selain untuk mendapatkan kelereng di dalam pot, juga bisa untuk menghindari serangan musuh, dan sekaligus untuk ngetut atau mengejar pemain lawan yang hendak menyerangnya. Bisa pula ketika mendapat giliran bermain, selain mengenai sasaran, gacuk dibelokkan atau istilahnya “nyembir” ke arah gacuk lawan. Dengan cara demikian, dimungkinkan, selain mendapatkan kelereng di dalam pot juga bisa mendekatkan gacuk ke arah gacuk lawan, kemudian mematikannya. Banyak cara untuk memperoleh kelereng di dalam pot dan mematikan lawan. Namun harus diingat, setiap mendapatkan giliran, apabila gacuk berada di dalam pot berarti mati. Begitu pula jika terkena gacuk lawan berarti mati.
Apabila dalam satu sesi sudah ada pemain yang kalah (dimatikan), maka permainan akan usai apabila kelereng yang ada di pot sudah habis. Tentu habisnya kelereng di pot ini karena dikenai gacuk oleh setiap pemain. Semakin pemain pandai, trampil, dan cermat, maka semakin banyak mendapatkan kelereng dan berarti menjadi pemain menang. Kemudian permainan bisa dilanjutkan dengan babak atau sesi kedua, dengan cara yang sama, yakni semua pemain yang hendak ikut main pot segera menaruhkan 2 atau 3 kelereng ke dalam pot. Permainan diawali dari awal, yaitu melempar gacuk dari garis gacuk yang berada di jarak 7—10 meter yang telah dibuat di awal. Permainan akan berakhir apabila banyak anak yang telah kehabisan kelereng sehingga hanya ada satu atau dua anak yang penjadi pemenang. Bisa juga permainan berhenti karena mereka merasa lelah, ada yang dipanggil orang tua atau alasan lainnya.
Dari permainan pot ini yang utama sebenarnya anak berlatih bersosialisasi dengan teman serta melatih kesabaran dan emosional anak. Namun, karena mengandung unsur taruhan, sehingga kurang mendidik. Namun jika modelnya hanya bermain tanpa taruhan, juga bisa dilakukan, asalkan sesuai kesepakatan.
Suwandi
Sumber: Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV., dan pengalaman pribadi
Artikel Lainnya :
- Pergola Hijau Kian Bertumbuhan di Kota Jogja(04/04)
- Membaca Antologi Puisi di Sastra Bulan Purnama(09/07)
- DOLANAN SLIRING GENDHING-2 (PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-31)(11/05)
- Kursi Beton di Titik Nol: Tanpa Pelindung(23/05)
- Denmas Bekel(01/09)
- Watak Wanita Berdasarkan Katuranggan(23/06)
- 4 Januari 2011, Ensiklopedi - DOLANAN OBROG(04/01)
- Gusti Ora Sare. 65 Mutiara Nilai Kearifan Budaya Jawa(18/12)
- Saudara Tua(13/01)
- Catatan Hari Baik dan Tidak Baik(15/03)