DOLANAN BÈKELAN-1
(PERMAINAN ANAK TRADISIONAL-67)
Bèkelan, itulah nama sebuah dolanan anak yang hingga kini masih dilakukan oleh sebagian anak di masyarakat Jawa (atau mungkin juga dikenal di daerah lain), walaupun kuantitas dan frekuensinya sudah jauh berkurang jika dibandingkan dengan 30 tahun lalu. Dolanan ini lebih didominasi oleh anak-anak perempuan jika dibandingkan dengan anak laki-laki. Karena memang sifat permainan ini lebih banyak duduk, tanpa banyak mengeluarkan tenaga dan keringat. Namun bukan berarti permainan ini tanpa membutuhkan ketrampilan. Setidaknya, dolanan ini harus membutuhkan kecekatan, kecermatan, dan ketangkasan dalam bermain.
Entah sejak kapan dolanan ini dimulai. Yang jelas sejak 30 tahun lalu, dolanan ini sudah membudaya di kalangan anak-anak. Bahkan hingga sekarang masih ada anak-anak yang bermain bekelan. Tentu diperkirakan jauh sebelumnya, anak-anak juga sudah mengenalnya, menurut penuturan beberapa orang tua yang sekarang sudah berumur 50 tahunan. Hanya saja, masih perlu kajian lebih lanjut dan kebetulan masih sangat jarang sumber yang menulis tentang dolanan ini. Bahkan, kamus “Baoesastra Djawa” tahun 1939 yang biasanya merekam nama-nama dolanan tradisional, ternyata tidak mencantumkan nama dolanan bèkelan ini. Tidak diketahui apa sebabnya.
Nama bèkelan sendiri ternyata berasal dari kata dasar / bèkel/ yang mendapat akhiran /an/. Kata /bèkel/ menunjuk pada nama benda yang dipakai untuk bermain, sementara akhiran /an/ menunjukkan aktivitas permainan, yakni bermain bèkel. Dalam kamus Jawa, terdapat kata /bekel/. Namun kata terakhir itu artinyakurang lebih pamong desa pembantu lurah. Jadi tidak ada kaitannya dengan arti dalam dolanan ini. Bèkel sendiri alat dolanan yang termasuk tradisional, terbuat dari tembaga atau kuningan yang dibentuk huruf /s/ tiga dimensi. Jumlahnya ada empat buah, seukuran kerikil kira-kira panjang 1,5 cm dan ketebalan 0,5—1 cm. Bèkel itu dilengkapi dengan sebuah bola karet kecil berdimater sekitar 2—3 cm. Bola karet itu bentuknya menyerupai kelereng, mudah memantul ke atas jika dilemparkan ke lantai. Bentuk dan elastisitasnya hampir sama dengan bola tenis lapangan dan bola tenis meja.
Bèkel biasa dibeli di toko mainan atau pasar-pasar tradisional. Zaman dulu alat mainan ini memang dibuat dari kuningan, tembaga, atau sejenisnya. Namun, saat ini sudah berubah bahan menjadi dari semacam plastik. Entah sejak kapan mulai ganti. Yang jelas, bahan dari plastik harganya lebih murah dan ketika plastik sudah menguasai kehidupan, ternyata juga mengubah alat mainan bèkelan ini. Sementara bolanya tetap terbuat dari bahan karet. Perubahannya hanya kualitasnya tambah bagus.
Dolanan bèkelan lebih cocok dan pas dimainkan di lantai ubin, keramik, atau lantai yang dasarnya keras tetapi halus. Sangat tidak cocok dimainkan di lantai tanah, karena tidak maksimal memantul ke atas. Anak-anak perempuan yang biasa bermain bèkelan ini biasanya berumur sekitar 7-12 tahun. Anak seusia ini sudah bermain dengan lancar, bisa bersosialisasi dengan teman, dan mengatur emosi. Sementara untuk tempat bermain bisa bertempat di teras rumah, di dalam rumah, di balai rw, dan tempat lainnya, asalkan penerangan cukup. Selain itu suasana harus nyaman dan tidak panas.
bersambung
Suwandi
Sumber: Baoesastra Djawa, WJS. Poerwadarminta, 1939, Groningen, Batavia: JB. Wolters’ Uitgevers Maatscappij NV., pengalaman pribadi, dan wawancara dengan anak-anak
Artikel Lainnya :
- MIE ONGKLOK KHAS WONOSOBO(16/08)
- 17 September 2010, Kabar Anyar - LAUNCHING ALBUM SAUNINE DI Tembi(17/09)
Gedung Societet 1941(17/10) - SRI PAKU ALAM VIII DALAM PAKAIAN MILITER BELANDA, 1941(26/07)
- 2 Juli 2010, Kabar Anyar - JELAJAH MUSEUM, DIMINATI PELAJAR KOTA YOGYAKARTA(02/07)
- UPACARA MELAPAS ALIT RUMAH TINGGAL(09/05)
- Tempat Duduk(24/02)
- Hudson Pranajaya Pria Bersuara Wanita(23/07)
- JUDUL BUKU(02/09)
- Indonesie(10/11)