Catatan Visual Art Exhibition
Imaji Pantai Selatan
Berawal dari kebiasaan minum bersama atau wedangan, ke tujuh pelukis yang bernama: Agus Supartono (ISI Jogyakarta), AZF. Tri Hardiyanto (ITB), Bambang Sukono Wijoyo (ISI Jogyakarta), C. Slamet Riyanto (STSRI ASRI Jogyakarta), R. Supraktiknyo, Sugiyanto Mangkok (STSRI ASRI Jogyakarta), dan Teguh Hindriyadi (UII Jogyakarta) membentuk kelompok yang diberi nama Wedangan. Sejak pembentukannya pada 2009, Kelompok Wedangan ini sudah 4 kali mengadakan pameran bersama yaitu ArtMAUgetdown di Taman Budaya Jogyakarta, Jogja Art Scane: FKY XXII-2010, “WEDANGAN: Beautiful Sanset” di Galeri Biasa, Jogyakarta dan terakhir “Imaji Pantai Selatan di galeri museumTembi Rumah Budaya Jogyakarta yang dibuka pada hari, Kamis 2 Pebruari 2012 sampai dengan 22 Pebruari 2012, oleh kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bantul, Drs. Bambang Legowo, M.Si.
Bimo dan Mila (foto: sartono)
Dalam sambutannya Bapak Bambang Legowo mengucapkan terimakasih kepada ketujuh pelukis atas imajinasi dan kreativitasnya yang telah mengangkat pantai Parangtritis menjadi obyek lukisannya. Dengan keberadaan para pelukis, kami merasa bahwa Bantul itu kaya, kaya akan sumber-sumber alam dan kaya akan sumber budaya, baik sumber budaya yang berhubungan dengan wisata, maupun sumber budaya yang berhubungan dengan mitos-religi dan sejarah.
Drs. Bambang Legowo, M.Si, membuka pameran (foto: Sartono)
Mewakili para perupa, Sugiyanto mengatakan bahwa Wedangan berasal dari akar kata wedang (minuman), ‘jarwa dhosok’ (akronim)nya adalah ‘ngawe kadang’ (mengundang teman). Sedangkan wedang sendiri ditempatkan pada sebuah cangkir yang ‘jarwa-dhosok’nya adalah ‘nyencang pikir’ (mengikat pikiran). Maksudnya adalah bahwa aktifitas yang bertajuk wedangan ini menjadi sarana untuk mengundang dan mengumpulkan teman-teman untuk berpikir, berdiskusi dan sharing, tentunya yang dipikir dan disharingkan mengenai seni pada umumnya dan senirupa pada khususnya.
Ketujuh pelukis yang berpameran (foto: Sartono)
Berkaitan dengan pameran kali ini yang diberi tema Imaji Pantai Selatan, kelompok Wedangan telah menjalani “laku wedangan” dengan ‘tetirah’ di pantai selatan, antara Pantai Parangkusumo dan Pantai Parangtritis. Di dalam laku tersebut, ke tujuh pelukis telah mengolah imajinasi yang didapat untuk kemudian di tuangkan dan di ekspresikan pada karya lukis.
Para peminat memasuki galeri untuk mengapresiasi lukisan yang dipamerkan (foto: Sartono)
Pembukaan Visual Art Exhibition malam itu cukup banyak mengundang minat para seniman, budayawan maupun masyarakat umum. Bimo kereografer senior tari kontemporer yang telah berkeliling dunia sejak tahun 1990 dan Mila memberi warna tersendiri dengan menyuguhkan opening art yang diberi judul Vincent Van Gogh.
Menurut Agus Yaksa yang mengawal proses penciptaan karya ke tujuh pelukis memaparkan, bahwa kehadiran para perupa yang telah berusia di atas 50 tahun cukup menarik jika disimak dari karya-karyanya, karena proses berkarya yang mereka lakukan diawali dengan perjalanan ekspedisi dan eksplorasi ke kawasan pantai selatan Jogyakarta pada beberapa bulan sebelumnya. Melalui ekspedisi itu mereka membuat catatan dan tafsir visual tentang budaya tanah dan budaya air. Budaya Tanah dan Budaya Air seolah-olah dibatasi oleh pantai, maka pantailah sesungguhnya tempat bertemunya kedua budaya yang berakulturasi untuk kemudian membentuk budaya baru.
Dalam hubungannya dengan senirupa khususnya senilukis dan lebih khusus lagi seni lukis hasil Imajinasi dari Pantai Selatan yang dipamerkan Tembi Rumah Budaya, masih perlu ditelisik, adakah budaya budaya baru yang dimaksud, tervisualisasi pada karya-karya mereka? Pertanyaan ini tentunya dapat menjadi bahan diskusi dan sharing antatra pelukis dan penikmat lukisan.
Namun yang pasti bahwa mereka sudah berkarya. Dan karya itu adalah hasil dari permenungannya di pantai selatan yang penuh dengan masalah sosial yang begitu komplek lengkap dengan pernik-perniknya.
Karya Slamet Riyanto dan karya Supratiknyo (foto: sartono)
Jika seorang pelukis adalah bintang, maka setiap pelukis adalah bintang diantara bintang-bintang yang lain. Semua tampak bercahaya, semua berkilau, tergantung dari sisi mana kita melihatnya, demikian tulis Agus Yaksa di dalam katalog.
Jika tujuh pelukis yang sedang berpameran tersebut adalah bintang, sejauh mana ia mampu memberikan cahayanya diantara jutaan bintang di langit biru nan gelap. Dapatkah ia menjadi gugusan bintang yang dapat dipakai tanda dan arah mata angin senirupa Indonesia?.
Melalui kepulan asap secangkir wedang yang tidak pernah dapat berlama-lama berjalan melenggang di atas cangkir untuk memberikan imajinasinya, dikarenakan tiupan angin pantai yang kencang, mereka telah mampu menangkap dengan cepat imajinasi tersebut dan mengekspresikan di di atas kanvas.
Tentunya tidak hanya kali ini, di pantai, melainkan kali lain, kelompok Wedangan akan terus berkarya, di gunung, di pasar entah di mana lagi. Mereka bertekad akan selalu menunjukkan eksistensinya dan kesetiannya sebagai pelukis dengan ikhlas serta penuh dedikasi.
Selamat berpameran dan terus berkarya
herjaka
Artikel Lainnya :
- Denmas Bekel(16/02)
- 6 Agustus 2010, Figur Wayang - Derita Tidak Berhenti(06/08)
- LENGGER TAPENG KULON PROGO(24/06)
- COBLOSAN KUTHA NGAYOGYAKARTA 2011(16/09)
- Pameran Mahasiswa Jakarta 32c(02/10)
- WITING TRESNA JALARAN SAKA KULINA(26/07)
- PAMERAN KELILING TIGA MUSEUM DI Tembi(23/11)
- 3 Juli 2010, Denmas Bekel(03/07)
- 1 Oktober 2010, Figur Wayang - Bima dan Arimbi(01/10)
- Petruk(20/04)