ASWATAMA: KESUCIAN MENGALAHKAN KEGELAPAN
(Catatan Singkat Pentas Wayang Kulit "Sukra Kasih" Produksi ke-5)

ASWATAMA: KESUCIAN MENGALAHKAN KEGELAPANKomunitas dalang muda Yogyakarta yang terwadahi dalam paguyuban yang dinamakan Sukra Kasih kembali mempergelarkan wayang kulit semalam suntuk di Pendapa Yudanegaran, Tembi Rumah Budaya. Pergelaran ini dilaksanakan pada hari Jumat, 9 Desember 2011. Penyelenggaraan ini merupakan kerjasama antara Sukro Kasih, Tembi Rumah Budaya dan mendapatkan support dari Radar Jogja, Koran Merapi, Kedaulatan Rakyat, STIMIK Amikom Yogyakarta, Jogja TV, Tribun Jogja, Radio MBS FM, Pepadi DIY, dan berbagai pihak. Pergelaran ini dilakukan oleh dua orang dalang muda, yakni Ricky Taruna dan Dony Nurjati Putra. Keduanya adalah mahasiswa ISI Jurusan Pedalangan.

Pementasan wayang kulit oleh Sukra Kasih kali ini merupakan produksi yang ke-5. Untuk kali ini tema atau lakon yang diangkat adalah “Bambang Pendhanyangan Aswatama”. Pimpinan produksi oleh Ki Suharno, S.Sn. Sedangkan piñata iringan dilakukan oleh Ki Utara Wijayanto, S.Sn. Pementasan dengan dua kelir dan dua dalang ini dilengkapi pula dengan 5 orang sinden.ASWATAMA: KESUCIAN MENGALAHKAN KEGELAPAN

Ki Srimulyono, S.Sn. selaku bendahara Sukra Kasih dan malam itu memberikan sambutan mewakili Sukra Kasih menyatakan bahwa semestinya pementasan di akhir tahun 2011 ini dilakukan pada tanggal 8 November 2011 akan tetapi karena berbagai kendala, maka diundur hingga 9 Desember 2011.

Peemntasan dibuka dengan kisah tentang perjalanan Bambang Kumbayana dari negerinya, Atas Angin. Ia pergi dari negerinya karena menolak untuk dinikahkan. Menolak untuk menggantikan tahta ayahnya. Ia ingin menaklukkan Tanah Jawa sekaligus menyusul saudaranya, Sucitra. Di tengah perjalanan langkahnya terhalang samudra luas (dalam pementasan disebut sebagai bengawan/ Sungai Silungangga). Bambang Kumbayana merasa tidak kuasa mengarungi luas dan dalamnya bentang air itu. Ia bersumpah bahwa siapa pun yang dapat menyeberangkannya jika ia laki-laki akan diaku sebagai saudara sejati.ASWATAMA: KESUCIAN MENGALAHKAN KEGELAPAN Jika ia adalah wanita akan dijadikannya istri. Seperti diketahui, yang datang kepada Bambang Kumbayana justru Kuda Sembrani betina yang kemudian berhasil menyeberangkannya.

Di tengah perjalanan di atas air itu Kumbayana terbuai. Hasrat lelakinya timbul dan terjadilah hubungan badan. Kuda Sembrani hamil dan ketika bayinya lahir ia meminta Kumbayana untuk bertanggung jawab. Kumbayana menolak dan Kuda Sembrani dibunuh. Begitu jasadnya ambruk beralihrupalah Kuda Sembrani itu menjadi wanita cantik nan molek. Ia adalah bidadari Kayangan yang bernawa Dewi Wilutama. Penyesalan Kumbayana datang terlambat. Ia terpaksa mengasuh anak hasil hubungannya dengan Wilutama. Anak ini dinamainya Bambang Aswatama.

Adegan selanjutnya adalah adegan perkawinan Bambang Aswatama dengan Dewi Dirada Retna, putra Prabu Dirada Yaksa. Perkawinan ini tidak disetujui Prabu Dirada Yaksa. Akibatnya terjadi peperangan antara Bambang AswASWATAMA: KESUCIAN MENGALAHKAN KEGELAPANatama dan pihak Prabu Dirada Yaksa. Peperangan dimenangkan Bambang Aswatama.

Ketika Perang Baratayuda memasuki masa-masa akhirnya, Bambang Aswatama sebagai pihak yang membela wangsa Kuru (Kurawa) ternyata masih hidup bersama Raden Kartamarma. Mereka berdua selama ini bersembunyi di tengah hutan karena merasa takut akan amukan pihak Pandawa. Begitu keluar dari hutan Bambang Aswatama merasa kesepian, sedih, kecewa, dan sekaligus dendam dan benci kepada keluarga Pandawa. Ia merasa marah atas kematian ayahnya, Pandita Drona yang mati dengan cara terhina di tangan Raden Trusthajumena. Ia merasa dendam dan benci pada semua keluarga Pandawa yang telah menyebabkan wangsa Kurawa habis. Ia dendam pada segala macam keadaaan yang menyebabkan kehancuran pihak Kurawa.

Dendanm dan benci ini membawanya pada petualangan panjang dan melelahkan. Berkat pusaka dari ibunya timbul niatnya untuk menumpas Pandawa. Sekalipun demikian, ia tidak beASWATAMA: KESUCIAN MENGALAHKAN KEGELAPANrani melakukannya dengan cara ksatria (perang tanding atau terbuka). Ia ”melandhak”, membuat terowongan untuk menembus kubu Pandawa yang kelelahan dalam perang. Ketika mereka semua tertidur pulas Aswatama melakukan aksinya. Membalaskan dendam, benci, kekecewaan, dan seribu satu rasa sakit hatinya pada keluarga Pandawa. Dewi Srikandi, Raden Pancawala, Raden Trusthajumena, Raden Setyaki, dan masih banyak korban lain tewas di tangannya. Bahkan Dewi Banowati yang diam-diam dicintainya dan telah menjanda itu tetap menolak cintanya. Aswatama semakin dendam. Banowati pun yang pernah menjadi istri raja yang dijunjungnya dibunuhnya.

Aswatama tewas di ketika hendak membokong Raden Parikesit, yakni seroang bayi yang belum mengerti tentang perbuatan salah dan benar. Ia tewas oleh kibasan tangan yang tidak disengaja oleh Parikesit. Kibasan tangan itu telah berhasil melepaskan panah Pasopati dari busurnya. Aswatama yang penuh dendam, benci, sakit hati, kekecewaan itu mati oleh kemurnian seorang bayi. Kegelapan habpus oleh putihnya kesucian.

a.sartono




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta