30 Tahun Bentara Budaya

30 Tahun Bentara Budaya

Disatu sudut jalan, tepat dipojok perempatan jalan Jendral Sudirman, yang kini dikenal dengan sebutan perempatan Gramedia, kegiatan kebudayaan seperti pameran lukisan, diskusi, pertunjukan sastra misalnya pembacaan puisi Ceh Toet dari Aceh, atau puisi ’99 Untuk Tuhanku’ dari Emha Ainunan Najib dan sejumlah kegiatan lain diselenggarakan. Lembaga penyelenggara adalah Bentara Budaya, yang kini telah berusia 30 tahun. Jadi, sejak pada tahun 1982, kegiatan kebudayaan ‘digelar’ oleh Bentara.

Sekarang, Bentara Budaya Yogya, yang mengawali lembaga kebudayaan milik harian Kompas, tidak berada di jalan Jendral Sudirman, melainkan telah pindah di jalan Suroro 4, Kotabaru, satu kompleks dengan gedung Kompas. Dan lagi, Bentara Budaya tidak hanya ada di Yogya, melainkan telah ‘berkembang’ di empat kota, yakni Jakarta, Bali dan Solo, kota yang disebut terakhir ini nama lembaganya Balai Soedjatmoko.

30 tahun Bentara Budaya diperingati di Yogyakarta Minggu (30/9) September lalu di panggung terbuka Bentara Budaya. Sebelumnya, 27 September peringatan ulang tahun telah diselenggarakan di Jakarta sekaligus pembukaan pameran dengan tema ‘Slenco’. Peringatan 30 tahun Bentara ini ditandai dengan pemotongan tumpeng oleh Sindhunata, yang merintis berdirinya Bentara Budaya Yogyakarta.

“Bentara Budaya dirintis bukan oleh budayawan, melainkan oleh para wartawan. Pada tahun 1980-an saya masih sebagai reporter Kompas. Selain saya, reporter Kompas Solo Ardus M. Sawega ikut ‘menemani merintis lembaga ini, dan sehari-harinya saya ditemani Hermanu dan Hari Budiono. Bentara masih jadi satu bagian dari Gramedia, yang ketika itu kepala Gramedia dipegang Budi Hadriarso” kata Sindhunata.

30 Tahun Bentara Budaya

Sekarang, Bentara Budaya yang sudah memiliki empat lokasi di kota berbeda, direktur Eksekutifnya dipegang Hariadi Saptono, yang pada malam peringatan 30 tahun Bentara di Yogya hadir dan memberi sambutan. Tampaknya, Hariadi Saptono melihat dinamika kebudayaan yang terus bergulir, namun disisi yang lain, Hariadi melihat, seniman banyak yang miskin sehingga dia, sudah agak lama, jauh sebelum menjabat sebagai direktur eksekutif Bentara sudah bertanya: Mengapa seniman miskin?

Kehadiran Bentara Budaya Yogyakarta, sejak 30 tahun yang lalu mewarnai dinamika kebudayaan di Yogya, setidaknya pada kala itu di Yogya sudah ada lembaga kebudayaan, atau setidaknya ruang untuk mengeskpresikan kegiatan kebudayaan, misalnya waktu itu ada Seni Sono. Tidak jauh dari Bentara, di jalur jalan yang sama, ada Karta Pustaka, dan arah ke utara dari Bentara Budaya, di kompleks kampus UGM ada Purna Budaya. Tahun 1982, kegiatan Bentara tidak hanya pameran seni lukis, tetapi ada kegiatan kesenian yang lain, termasuk kegiatan sastra. Dan ketika itu, kegiatan yang diselenggarakan di Bentara Budaya sekaligus menjadi bahan berita untuk harian Kompas.

Bentara Budaya Yogya yang sekarang, tidak henti-hentinya untuk pameran seni rupa. Dalam setiap bulan,setidaknya 2 kali, atau bahkan bisa tiga kali, ada pembukaan pameran di Bentara Budaya Yogyakarta. Para perupa seperti sudah akrab dengan Bentara, sehingga hafal akan jadwal-jadwal pameran di Bentara.

Selain pameran seni rupa, setiap senin di Bentara Budaya Yogya ada pentas musik jazz yang dinamakan ‘Jazz mBen Senin’, karena setiap hari Senin di panggung terbuka Bentara Budaya Yogya selalu ada pentas musik Jazz. Selain musisi jazz lokal Yogya, yang pernah tampil misalnya Dwiki Dharmawan, Idang Rasidi dll. Pendeknya, Jazz Mben Senin terbuka untuk musisi jazz yang akan tampil.

30 Tahun Bentara Budaya

30 tahun Bentara Budaya Yogya, sampai hari ini tidak pernah sepi dari kegiatan pameran seni rupa, sehingga Bentara Budaya Yogya identik dengan ruang pamer seni rupa di Yogyakarta.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta