Tembi

Berita-budaya»\'IJAB QOBUL\' UNTUK KEISTIMEWAAN

19 Apr 2011 06:53:00

'IJAB QOBUL' UNTUK KEISTIMEWAANKalau kita coba perhatikan, diantara tersebarnya sejumlah spanduk dan baliho iklan, bisa ditemukan spanduk yang bukan sedang mengiklankan satu produk industri, atau sejenis barang lainnya. Namun spanduk ini, sekilas seperti sedang melakukan kampanye, atau lebih tepat sedang melakukan advokasi publik mengenai Keistimewaan Yogyakarta. Kalimat di spanduk bisa dibaca jelas berbunyi ‘Ijab qobul’. Menggunakan terminologi pernikahan, tampaknya untuk meyakinkan pemerintah pusat dan masyarakat Yogyakarta, bahwa Maklumat Sri Sultan HB IX pada 5 September 1945, dengan menggabungkan Ngayogyakarta Hadingrat kepada pemerintah RI, ditandai sebagai ‘Ijab qobul’

Spanduk bertuliskan ‘Ijab Qobul’ bisa ditemukan dibanyak tempat di Yogyakarta. Di dekat lampu merah, dan di tepi jalan yang mudah sekali'IJAB QOBUL' UNTUK KEISTIMEWAANdiakses publik, bisa kita temukan spanduk tersebut. Bukan hanya di kota Yogyakarta, kalau anda menuju ke kabupaten lain, akan bisa kita temukan sepanduk serupa. Misalnya, anda menuju ke Kulonprogo melalui Brosot dan melewati jembatan Srandakan, Bantul, akan melihat spanduk ‘Ijab qobul’ diterpa angin, sehingga kalimatnya bisa terbaca jelas.

Karena Keistimewaan Yogyakarta tidak bisa dipisahkan dari Sultan HB X sebagai Raja Kasultanan Ngayogyakarta. Di halaman tempat tinggal raja, yakni alun-alun utara, ada sejumlah bendera ‘Ijab qobul’ melambai-lambai tertiup angin. Kapan kita memasuki alun-alun utara, dari arah'IJAB QOBUL' UNTUK KEISTIMEWAANmanapun, kita akan segera melihat bendera ‘Ijab qobul’ bertebaran di alun-alun utara. Bahkan, di dinding pagar pohon beringin yang berada di tengah alun-alun utara, yang dikenal dengan nama ‘ringin kurung’, ditempeli spanduk bertuliskan ‘Ijab qobul’.

Dalam konteks ini, bukan ijab qobul dua sejoli. Melainkan dua negara menyatukan diri untuk menjadi satu negara. Atau malah bisa dikatakan, satu negara yang jauh lebih tua, yakni Ngayogyakarta Hadiningrat ‘merelakan’ dirinya hanya, sekali lagi hanya, menjadi bagian dari negara yang baru merdeka 17 Agustus 1945, Kerelaan Raja Ngayogyakarta'IJAB QOBUL' UNTUK KEISTIMEWAANHadiningrat ketika itu, dalam hal ini, Sri Sultan HB IX, merupakan sikap kenegarawanan dan tidak mementingkan kekuasaan pribadi. Respon Nagara RI, yang diwakili oleh Bung Karno, terhadap sikap Sri Sultan HB IX yang ‘merelakan’ daerahnya menjadi bagian dari RI, kemudian memberikan status Istimewa terhadap Yogya. Maka, Ngayogyakarta dimasa republik dikenal dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan Sri Sultan HB IX sebagai gubernur dan Paku Alam VIII sebagai wakilnya, dan bertanggung jawab langsung pada presiden.

Tampaknya, spanduk ‘Ijab qobul’ yang bertebaran dibanyak tempat di Yogyakarta, adalah upaya untuk mengingatkan sejarah Keistimewaan Yogyakarta, yang mulai dilupakan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini presiden SBY. Upaya ‘menghapuskan’ status Keistiewaan dengan dibenturkan demokrasi, seperti hendak mengatakan, bahwa status Keistimewaan adalah bentuk yang tidak demokratis. Padahal, pada masa rezim orde baru yang sama sekali tidak demokratis, Sultan HB IX, sebagai raja dan gubernur DIY, malah sangat demokratis.

Sekarang, malah dibalik, negara yang sudah mulai demokratis, bertindak secara tidak demokratis, dan akan ‘menghilangkan’ Keistimewaan. Demikian, agaknya, pesan dari spanduk ‘Ijab qobul’.

Ons Untoro




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta