6 Musisi Yogyakarta dan Jepang Konser Barengan Di Tembi Rumah Budaya Jumat Ini

Ada 5 karya komposisi baru yang akan dipentaskan. Kelima karya ini sangat variatif dan menggunakan berbagai instrumen musik, mulai dari gamelan, flute, darbouka, hingga pianika. Semua karya berpijak dari harapan di masa depan setelah periode nuklir.

Konser kolaborasi Yogyakarta-Jepang di Tembi Rumah Budaya, Memet Chairul Slamet, Welly Hendratmoko, Kumiko Yabu, Sunyata, dan Gardika Gigih, Jumat 14 Juni 2013, foto: Noriko Okuyama
Poster promosi konser kolaborasi

“Radiasi, Tradisi, Komposisi, Radiasi, Tradisi, Komposisi!”, begitulah Makoto Nomura bernarasi penuh semangat mengawali komposisi musiknya. Disusul permainan instrumen dari Memet Chairul Slamet pada flute, Welly Hendratmoko pada gambang, Kumiko Yabu pada darbuka, Sunyata pada gender, dan Gardika Gigih pada pianika.

Selasa sore, 11 Juni 2013, keenam musisi dari Yogyakarta dan Jepang ini sedang berlatih, mempersiapkan komposisi-komposisi baru untuk konser kolaborasi di Tembi Rumah Budaya, Jumat 14 Juni 2013.

“Berapa Ikan Sudah Mempunyai Nuklir Ya?” adalah tajuk dari konser komposisi kolaboratif ini. Sebuah judul yang mengandung pesan dan menarik minat untuk direnungkan lebih lanjut.

Konser ini sejatinya berawal dari gagasan Makoto Nomura yang tengah menjalani program dari Asian Public Intellectuals (API) Fellowship di Yogyakarta. Makoto Nomura, komponis dan pemain pianika dari Kyoto-Jepang datang ke Yogyakarta bersama istrinya, Kumiko Yabu, seorang pemain perkusi dan juga komponis.

API sendiri merupakan program yang digagas dan didukung oleh The Nippon Foundation. Program ini menggandeng berbagai institusi dari lima negara yakni Jepang, Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Berlatar belakang kemajuan dan perubahan pesat di berbagai negara Asia abad 21, API merupakan wadah bagi para 'intelektual' di lima negara tersebut untuk menyumbangkan ide dan daya kreasinya bagi kemajuan Asia. Termasuk memberikan berbagai solusi kreatif atas masalah yang berlangsung di Asia, terutama isu sosial politik dan ekonomi.

Pada akhir tahun 2012, Makoto Nomura mengajukan proposal program kesenian untuk mengangkat isu nuklir melalui musik ke API Fellowship. Ini adalah kegelisahan Makoto Nomura sebagai musisi dan warga negara Jepang yang selama ini negaranya menggunakan teknologi nuklir sebagai pembangkit listrik. Pasca bencana gempa di Jepang pada Maret 2011, PLTN Fukushima mengalami kerusakan. Radiasi nuklir dari reaktor yang bocor mengancam penduduk di Fukushima dan kota-kota di sekitarnya.

Dampak dari radiasi ini terasa hingga sekarang di Jepang. Salah satu hal sederhana adalah orang Jepang yang dikenal gemar makan ikan, sekarang harus lebih berhati-hati dan pilih-pilih ikan, barangkali ikan tersebut terkena radiasi nuklir. Perasaan was-was seringkali membayangi. Maka judul konser “Berapa Ikan Sudah Mempunyai Nuklir Ya?” merupakan cerminan nyata keadaan di Jepang saat ini.

Konser kolaborasi Yogyakarta-Jepang di Tembi Rumah Budaya, Memet Chairul Slamet, Welly Hendratmoko, Kumiko Yabu, Sunyata, dan Gardika Gigih, Jumat 14 Juni 2013, foto: Noriko Okuyama
Para musisi sedang berlatih untuk penampilan pada Jumat 14 Juni 2013

Berawal dari rasa gelisah ini, Makoto Nomura dan Kumiko Yabu mengajak musisi Memet Chairul Slamet, Sunyata, Welly Hendratmoko, dan Gardika Gigih yang tinggal di Yogyakarta untuk berkolaborasi. Sejak dua minggu terakhir, keenam musisi Yogyakarta-Jepang ini berproses, berkreasi bersama.

Dari proses yang telah berjalan, ada 5 karya komposisi baru yang akan dipentaskan. Kelima karya ini sangat variatif dan menggunakan berbagai instrumen musik, mulai dari gamelan, flute, darbouka, hingga pianika. Semua karya berpijak dari harapan di masa depan setelah periode nuklir. Idenya berawal dari sebuah pertanyaan bagaimana kita mencari hidup yang positif setelah perkembangan ekonomi dan teknologi yang begitu pesat di dunia global.

Semua musisi merespon pertanyaan besar ini melalui musik. Salah satunya adalah karya Memet Chairul Slamet yang berjudul ‘Mat-sinamatan’. Memet yang merupakan komponis grup musik Gangsadewa, mengangkat filosofi mengenai kebersamaan melalui karya ini. ‘Mat-sinamatan’ yang merupakan istilah dalam bahasa Jawa berarti saling melihat atau saling memperhatikan, memperhatikan sesama manusia dalam kehidupan bersama. Dalam komposisi musiknya sendiri, Memet menjalin rasa saling memperhatikan dengan komunikasi musikal antarinstrumen. Misalnya saja sahut-menyahut antara instrumen suling dan pianika. Persis seperti sebuah percakapan.

Selain karya Memet Chairul Slamet, ada karya Welly Hendratmoko yang penuh pola-pola ritme yang menarik dan interaktif antarinstrumen gambang, gender, flute, darbouka, dan pianika. Selanjutnya ada karya Gardika Gigih mengenai suara ombak dan ilustrasi tentang ikan dan kesibukan manusia, diperkuat dengan tembang Jawa dari Sunyata.

Makoto Nomura sendiri membuat komposisi baru berdasarkan kata-kata berakhiran ‘si’ seperti radiasi, tradisi, komposisi, nasi yang kemudian ia kembangkan menjadi sebuah komposisi musik vokal dan instrumen yang dinamis. Karya kelima merupakan karya Kumiko Yabu yang banyak bermain tempo dan improvisasi instrumen.

Selanjutnya, bagaimana keenam musisi Yogyakarta-Jepang ini menyampaikan pesan melalui musik?. Silakan datang ke Tembi Rumah Budaya tanggal 14 Juni 2013, pukul 19.30 WIB dalam konser komposisi kolaboratif “Berapa Ikan Sudah Mempunyai Nuklir Ya?”.

Nonton yuk ..!

Naskah :Gardika Gigih Pradipta
Foto:Noriko Okuyama



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta