MASJID KAUMAN PIJENAN (2)
Raden Trenggono selalu menolak ajakan Sultan Pajang agar bersedia membantu Pajang. Ketika menolak ia selalu mengatakan bahwa dirinya adalah wong bodho (orang bodoh) yang tidak mengerti urusan politik dan kekuasaan. Oleh karena itu ia kemudian dijuluki sebagai Panembahan Bodo.
Masjid Kauman Pijenan, Bantul, diperkirakan dibuat pada abad ke-16
Arya Damar diberi putri triman oleh ayahnya. Putri tersebut bernama Dewi Dwarawati. Ketika diberikan putri tersebut dalam kondisi hamil muda. Anak dari Dewi Dwarawati dengan Prabu Brawijaya kelak diberi nama Raden Hasan. Sedangkan anak dari Dewi Dwarawati dengan Arya Damar kelak diberi nama Raden Husen (Husain). Raden Hasan kelak menjadi raja Demak dengan gelar Sultan Syah Alam Akbar atau populer disebut sebagai Raden Patah (Fatah).
Raden Husen sendiri kelak menjadi adipati di Terung (Jawa Timur) dengan gelar Adipati Arya Pecat Tanda (I). Kelak Arya Pecat Tanda di Terung ini memiliki putra bernama Adipati Arya Pecat Tanda (II). Adipati Arya Pecat Tanda II ini kelak memiliki putra yang bernama Raden Trenggono. Raden Trenggono inilah yang kemudian terkenal dengan nama Panembahan Bodo atau Syeh Sewu.
Pada zaman Panembahan Senopati, Raden Trenggono pernah ditempatkan di wilayah yang sekarang dinamakan Dusun atau Kampung Bodon, Kotagede. Nama kampung ini menjadi Kampung Bodon karena mengambil nama tokoh yang dianggap pertama kali membuka atau menempati wilayah Bodon, yakni Panembahan Bodo. Penempatan Panembahan Bodo ke Bodon ini dimaksudkan agar ia tidak terpengaruh oleh sisa-sisa kekuasaan Mangir yang meliputi sepanjang Aliran Sungai Progo karena wilayah kekuasaan Panembahan Bodo di Pijenan memang relatif dekat dengan wilayah bekas kekuasaan Ki Ageng Mangir.
Raden Trenggono alias Panembahan Bodo ini berguru tidak saja kepada Sunan Kalijaga namun juga kepada Ki Ageng Gribig di Jatinom, Klaten. Ia juga memperistri putri dari Ki Ageng Gribig yang bernama Putri Kedupayung. Daripadanya Raden Trenggono memiliki dua orang putra yang bernama Raden Cokrowesi dan Raden Surosekti.
Disebut-sebut bahwa Panembahan Bodo mendirikan masjid di Dusun Kedondong, Kelurahan Kalibawang, Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo. Versi lain menyatakan ia diperntahkan untuk membuat masjid di Dusun Sedondong, Kecamatan Sentolo, Kabupaten Kulon Progo. Hingga sekarang di Kedondong, Kalibawang dikenal adanya masjid kuno yang dinamakan Masjid Sunan Kalijaga. Apakah hal itu berhubungan dengan ketokohan Panembahan Bodo atau tidak, kiranya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.
Tertera di di situ sebagai peninggalan Panembahan Bodo
Nama ”bodo” yang melekat atau dilekatkan pada dirinya karena pada suatu ketika ia mendengar deburan ombak pantai selatan. Ia menduga bahwa itu adalah suara meriam bangsa Portugis yang akan menguasai Jawa. Ia pun membuat benteng di pantai selatan. Apa yang dilakukannya dikatakan sebagai kebodohan oleh Sunan Kalijaga. Berdasarkan hal itu maka ia disebut sebagai Panembahan Bodo.
Versi lain lagi menyatakan Raden Trenggono selalu menolak ajakan Sultan Pajang agar bersedia membantu Pajang. Ketika menolak ia selalu mengatakan bahwa dirinya adalah wong bodho (orang bodoh) yang tidak mengerti urusan politik dan kekuasaan. Oleh karena itu ia kemudian dijuluki sebagai Panembahan Bodo.
Sumber setempat menyebutkan bahwa Raden Trenggono menjadi murid Sunan Kalijaga dan juga Ki Ageng Gribig di Jatinom, Klaten. Raden Trenggono kemudian menikah dengan salah satu putri Sunan Kalijaga yang kelak dikenal dengan nama Nyai Brintik. Dengan Nyai Brintik ini Raden Trenggono atau Panembahan Bodo memiliki dua orang putra yang bernama Raden Nurodi Condro Kusumo dan Raden Gading Condro Kusumo. Versi lain menyebutkan bahwa Nyai Brintik adalah putri dari Raden Santri di Gunung Pring, Muntilan.
Panembahan Bodo juga menikahi salah satu putri dari Ki Ageng Gribig yang bernama Putri Kedupayung. Dengan Putri Kedupayung ini Panembahan Bodo juga memiliki dua orang putra yang bernama Raden Cakrawesi dan Raden Surasekti. Kelak Raden Cakrawesi ikut menjadi penyebar agama Islam di wilayah Sedayu, Bantul. Sementara Raden Surasekti mengembangkan agama Islam di wilayah Kedu, Jawa Tengah.
jam bencet, dan yoni yang dilestarikan di Masjid Kauman Pijenan
bersambung
a.sartono
Artikel Lainnya :
- 9 Agustus 2010, Klangenan - KETIKA HANACARAKA DITAFSIRKAN(09/08)
- Hari Baru(20/05)
- 8 Mei 2010, Jaringan Museum - GERAK JALAN SEHAT, MEWARNAI HUT KE-1 MUSEUM BAHARI YOGYAKARTA(08/05)
- 23 Juli 2010, Kabar Anyar - MUSEUM MENJADI OBJEK JURNALISTIK KAUM MUDA(23/07)
- Dewa Bayu(20/01)
- PERESMIAN JEMBATAN KLERINGAN(13/01)
- 30 April 2010, Pasinaon basa Jawa - PENGUMUMAN UNAS(30/04)
- KURSI KYAI JAGA DAN PRASASTI YANG TAK TERBACA DI JAGALAN, JOGJA(24/11)
- Memasukkan Pensil dalam Botol-2 (Permainan Anak Tradisional-86)(14/08)
- Dalam Malam Sastra Bulan Purnama(17/01)