Judul : Romusa. Sejarah yang Terlupakan
Penulis : Hendri F. Isnaeni & Apid
Penerbit : Ombak, 2008, Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Jumlah halaman : xi + 57
Ringkasan isi :

Romusa. Sejarah yang TerlupakanJepang adalah salah satu negara yang pernah menjajah Indonesia. Walaupun “hanya” 3,5 tahun tetapi meninggalkan jejak penderitaan yang sangat pahit. Luasnya daerah pendudukan Jepang menyebabkan Jepang memerlukan tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya untuk membangun sarana pertahanan berupa kubu-kubu pertahanan, lapangan udara darurat, gudang bawah tanah, jalan raya, jembatan dan lain-lain. Tenaga kerja diperoleh dari desa-desa di Jawa yang padat penduduknya melalui suatu sistem kerja paksa yang dikenal dengan romusa. Romusa dikoordinir melalui program kinroyosi atau kerja bakti. Pengerahan tenaga kerja tersebut memang tidak begitu sukar, mengingat masih tebalnya semangat gotong royong di desa-desa, ditambah gencarnya propaganda yang muluk-muluk. Pada awalnya mereka melakukan dengan sukarela, lambat laun karena terdesak Perang Pasifik, maka pengerahan tenaga diserahkan pada panitya pengerah atau romukyokai yang ada di setiap desa dan berubah menjadi paksaan. Mereka dikirim di berbagai tempat di Indonesia dan Asia Tenggara. Di tempat-tempat kerja mereka diperlakukan sangat kasar. Makanan dan kesehatan tidak terjamin tetapi pekerjaan sangat berat. Akibatnya banyak yang meninggal di tempat kerja karena sakit, kekurangan makanan, kecapaian atau kecelakaan. Berita ini kemudian menjalar dari mulut ke mulut sehingga penduduk takut menjadi romusa. Untuk menghilangkan ketakutan penduduk dan menutupi rahasia, sejak tahun 1943 Jepang melancarkan kampanye baru, yang mengatakan bahwa romusa adalah “prajurit ekonomi” atau “pahlawan pekerja”.

Kebutuhan tenaga romusa menjadi semakin tidak terkendali ketika kondisi perang semakin memburuk bagi Jepang, adanya tuntutan memenuhi kebutuhan sendiri bagi setiap Angkatan Perang di daerah pendudukan dan adanya motivasi ekonomi yang disertakan oleh penguasa Angkatan Perang dalam setiap pengerahan romusa ke luar Pulau Jawa. Di setiap desa atau wilayah, laki-laki dan perempuan usia produktif diinventarisir oleh kepala desa atau kepala wilayah dan dikenai kewajiban kerja tanpa kecuali.

Di Pulau Jawa aliran romusa yang sangat besar dari Jawa Tengah dan Jawa Timur memasuki wilayah karesidenan Banten. Selama Jepang berkuasa di daerah tersebut terdapat proyek pembangunan Lapangan Terbang Gempor di Serang, jalan kereta api Saketi-Labuan, dan jalan raya Saketi-Bayah sepanjang 150 km. Juga pertambangan batu bara Bayah, Banten Selatan. Pertambangan dengan cara romusa ini menimbulkan kesengsaraan dan kematian yang luar biasa. Jepang membuka pertambangan batu bara Bayah dengan alasan menurunnya kemampuan pelayaran dan pengangkutan Jepang serta faktor ekonomi. Ada tiga alasan Jepang mendatangkan romusa dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yaitu:

  1. Penduduk Bayah atau Banten Selatan secara umum sudah terikat dengan kewajiban kinroyosi
  2. Penduduk Bayah masih sedikit sehingga tidak memadai untuk kerja di pertambagan
  3. Adanya keinginan penguasa militer Jepang di Jawa untuk mempercepat produksi pertambangan.

Untuk mendapatkan tenaga romusa biasanya dilakukan dengan cara membujuk dan merayu, tipu muslihat dan dengan cara paksaan.

Romusa di pertambangan Bayah terbagi menjadi dua kategori yaitu yang memiliki keahlian seperti ahli bangunan, ahli mesin, pegawai kereta, pembuat jalan dan jembatan, ahli dalam pengeboran dan lain-lain, serta romusa tanpa keahlian. Jenis-jenis pekerjaan yang terdapat di pertambangan Bayah antara lain bagian tambang, transportasi, bangunan, kereta api, bengkel, gudang dan pesuruh. Romusa tersebut memang mendapatkan upah berupa uang atau bahan makanan/beras, tetapi jumlahnya tidak mencukupi kebutuhan, bahkan yang paling minim sekalipun bahkan kadang tidak diberikan. Kondisi romusa masih diperparah lagi dengan beratnya beban kerja, kurangnya makanan dan pakaian, serta adanya wabah penyakit dan sarana kesehatan yang minim. Banyak romusa sakit dibiarkan sampai menemui ajalnya. Maka tidak mengherankan apabila banyak romusa yang meninggal dunia.

Jejak-jejak peninggalan romusa tersebut masih dapat dilihat antara lain berbentuk terowongan besar bekas penambangan di Jalan Pulo Manuk, monumen romusa di depan stasiun Besar Bayah. Jejak-jejak berupa kuburan massal romusa seperti di Pulo Manuk, Bayah, Cihara, serta sebagian besar lubang-lubang penambangan tertutup kembali oleh hutan, perkebunan karet dan kelapa milik penduduk. Sedangkan bangunan berupa gedung dan bedeng-bedeng tempat tinggal romusa sudah tidak tampak lagi. Jejak-jejak peninggalan yang mengingatkan betapa kejamnya romusa karena diperlakukan sangat jauh di luar batas kemanusiaan.

Teks : Kusalamani




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta