Tembi

Bale-dokumentasi-resensi-buku»Peralatan Produksi Tradisional dan Perkembangannya di Daerah Istimewa Yogyakarta

29 Jul 2009 12:42:00

Perpustakaan

Judul : Peralatan Produksi Tradisional dan Perkembangannya di Daerah Istimewa Yogyakarta
Penulis : Dra. Isni Herawati, Dra. Sumintarsih
Penerbit : Depdikbud, 1898-1990, Yogyakarta
Bahasa : Indonesia
Halaman : xv + 110
Ringkasan isi :

Pada mulanya manusia hidup tergantung pada hasil alam di mana manusia bermukim. Agar manusia tidak lagi tergantung pada lingkungannya, maka manusia berusaha untuk menguasai alam lingkungannya, dengan mempergunakan secara maksimal macam dan jumlah kualitas sumber-sumber alam yang digunakan untuk hidup. Untuk itu digunakan berbagai macam peralatan sehingga ketergantungannya pada alam berkurang. Hal ini disebabkan manusia selalu dituntut untuk berusaha dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Salah satu usahanya adalah mengembangkan perekonomian dengan cara berproduksi yang erat hubungannya dengan distribusi sebagai tindak lanjut dari produksi tersebut. Di dalam berproduksi dan mendistribusikan hasil tersebut manusia membutuhkan peralatan dari yang sederhana sampai yang modern. Hal ini juga terjadi dalam bidang pertanian seperti yang dibahas dalam buku ini. Peralatan yang menunjang produksi pertanian banyak macamnya yaitu peralatan yang dipakai dalam pengolahan tanah, penanaman, pemeliharaan tanaman, pemungutan hasil dan pengolahan hasil. Peralatan distribusi meliputi segala peralatan yang dipakai untuk menyebarluaskan hasil pertanian.

Pada mulanya untuk mengolah tanah, pemeliharaan tanaman dan distribusi hasilnya, petani menggunakan peralatan yang sangat sederhana. Tetapi makin lama peralatan tersebut semakin diperbaharui atau ‘disempurnakan” untuk menghemat waktu, tenaga dan biaya. Apa yang bisa kita lihat sekarang adalah ada peralatan “tradisional” yang tetap dipergunakan, ada pula yang sudah ditinggalkan. Sebagai contoh uraian di bawah ini.

Pada waktu pengolahan tanah, jerami-jerami panenan sebelumnya dibersihkan dengan cara disabit dengan sabit / arit. Jerami tersebut bisa dibakar di sawah atau dibiarkan busuk terendam air untuk pupuk atau dibawa pulang untuk makanan ternak. Menjelang masa tanam ini petani juga memperbaiki dan membersihkan aliran air. Alat yang dipakai antara lain cangkul, sabit. Setelah tanah cukup terairi, tanah diolah dengan alat yang bernama luku garu. Fungsi luku garu saat ini tersaingi oleh alat yang disebut traktor. Sebelum adanya ada Bimas/Inmas, proses penanaman padi, pada mulanya petani membuat larikan, alatnya sebuah kentheng / tali terbuat dari kenur atau pathok kayu, sekarang pada umumnya menggunakan raffia. Kemudian blak dipasang pada larikan tersebut untuk membuat kepala tempat benih padi ditanam, berjarak 20 – 25 cm.

Jenis padi unggul seperti PB5, IR36, Sentani, Cisedani, Kruing sekarang lebih banyak dipilih petani karena masa panennya lebih singkat dan hasilnya lebih banyak. Bila dahulu petani memetik padi dengan ketam / ani-ani, kemudian diinjak-injak / diiles untuk memisahkan padi dengan tangkainya, sekarang kebanyakan dipotong dengan sabit kemudian dirontokkan dengan cara dipukul-pukulkan pada batu/kayu yang telah dialasi. Bila dahulu petani cukup menggunakan pupuk kandang dan pupuk hijau, setelah adanya bibit unggul petani menggunakan pupuk kimia buatan pabrik. Demikian juga untuk pemberantasan hama, bila dahulu cukup menggunakan cara-cara alami, kemudian digunakan obat kimia buatan pabrik. Hal ini ternyata selain membawa dampak yang menguntungkan juga membawa dampak yang merugikan lebih-lebih untuk jangka panjang. Pemakaian pupuk kimia secara terus-menerus ternyata membuat tanah menjadi bantat dan keras, kesuburannya juga semakin berkurang. Pemakaian obat kimia selain mematikan hama tanaman secara cepat dan praktis, ternyata ikut mematikan organisme lain yang justru menguntungkan seperti cacing.

Untuk menghasilkan beras dahulu petani menumbuk padi yang telah kering dengan alu dan lumpang, sekarang menggunakan mesin penggiling padi karena lebih efisien. Bila dahulu untuk menakar padi atau beras menggunakan beruk, tenggok, panci sekarang menggunakan timbangan karena lebih akurat. Untuk mengangkut hasil panen dari sawah ke rumah, atau dari rumah untuk dijual bisa dengan digendong atau dipikul, diangkut dengan sepeda atau sepeda motor, bahkan kalau banyak bisa memakai mobil atau kalau jaman dahulu menggunakan gerobak atau andong.

Cara-cara tersebut juga berlaku pada waktu petani menanam, memelihara, memanen dan mendistribusikan palawija. Petani akan memilih cara yang lebih efektif dan efisien dari segi waktu, tenaga dan biaya. Cara-cara tersebut bisa yang masih tradisional maupun yang sudah modern.

Teks : Kusalamani




Artikel Lainnya :



Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta