Bisma (18)
Dendam yang Hidup

Di sela-sela suara hatinya, tiba-tiba menyeruak suara menggelegar keras. Dewi Amba terkejut luar biasa, dilihatnya di medan pertempuran, Ramaparasu terpental jatuh terkulai, puluhan anak panah menancap di tubuhnya.

Bisma (18) Dendam yang Hidup

Kesetiaan Dewabrata dalam usahanya mempertahankan sumpahnya untuk hidup wadat, mendapat ujian berat sewaktu Ramaparasu, gurunya, datang untuk meminta agar Dewabrata mau memperistri Dewi Amba. Namun rupanya bujukan Ramaparasu tidak dapat menggoyahkan keteguhan Dewabrata.

Melihat guru dan murid menemui kebuntuan dalam berdialog, dan bersiap untuk bertempur, Dewi Amba menyembunyikan kata hatinya agar tidak didengar oleh orang lain, termasuk Ramaparasu dan Dewabrata. “He Amba! Sebagai anak, memang tidak sepantasnya engkau menentang serta menolak kemauan orang tua, walaupun kadang kemauan orang tua itu bertentangan dengan dirimu. Seperti halnya kemauan Ramaprabu Darmamuka menggelar sayembara untuk mencari menantu. Padahal ia tahu salah satu putrinya sudah bertunangan.

Namun tanpa direncana, kejadian demi kejadian seusai sayembara, telah mengantar dirimu menjadi putri yang lepas bebas dari pribadi-pribadi yang tidak sejalan dengan nuranimu, yaitu Prabu Darmamuka, Dewabrata dan Prabu Salwa.

Engkau tidak lagi menjadi hadiah sayembara, yang dapat digunakan oleh pemenangnya semaunya sendiri. Engkau juga tidak menjadi putri boyongan, yang diangkut di suatu tempat yang masih asing, dan belum jelas akan diberikan kepada siapa. Dan engkau juga bukan lagi menjadi tunangan Prabu Salwa yang egois, yang hanya mencintai diri sendiri.

Sesungguhnya engkau pantas bersukacita karena tidak ada lagi yang membelenggu dirimu. Engkau adalah putri raja yang masih muda, cantik, berkepribadian dan diberi kesempatan untuk menentukan masa depannya sendiri. Oh Amba, Amba, mengapa bukan ucapan syukur yang engkau serukan, tetapi malahan umpatan keterpurukan.

Oh Amba, Amba, engkau telah melakukan kesalahan besar, yang akan menghancurkan dirimu dan hidupmu. Lihatlah Amba, gara-gara ulahmu, seorang guru memusuhi murid dan seorang murid melawan guru. Jika salah satu diantara keduanya mati, engkaulah yang bertanggung jawab.”

“Tidaaaak!” Dewi Amba mencoba mengusir kata hatinya. Namun semakin keras ia berteriak semakin keras pula suara itu terdengar. Akhirnya Dewi Amba mencoba diam, dan suara itu terdengar lagi. “Engkau adalah putri raja yang masih muda, cantik, berkepribadian dan diberi kesempatan untuk menentukan masa depanmu sendiri.”

Di sela-sela suara hatinya, tiba-tiba menyeruak suara menggelegar keras. Dewi Amba terkejut luar biasa, dilihatnya di medan pertempuran, Ramaparasu terpental jatuh terkulai, puluhan anak panah menancap di tubuhnya. “Bapa Guruuu!” Dewi Amba menjerit histeris. Dewi Amba sangat cemas dan khawatir akan keselamatan gurunya, “Jangan Bapa Guru, jangan tinggalkan aku”.

Ramaparasu terbaring di tanah, badannya penuh luka, ia telah dikalahkan Dewabrata. Walaupun ilmu yang digunakan Dewabrata sebagian besar berasal dari Ramaparasu, ia rajin berguru kepada beberapa resi lain untuk mengembangkan ilmunya. Jadi tidak mengherankan Dewabrata dapat mengimbangi kesaktian gurunya. Bahkan, setelah melalui pertempuran yang melelahkan, Ramaparasu dipaksa untuk mengakui keunggulan muridnya.

Dewabrata mendekatinya dan berjongkok, “Maafkan aku Bapa Ramaparasu dan maafkan aku Dewi Amba.” Selesai berkata demikian Dewabrata melangkah pelan meninggalkan lawannya dan juga gurunya dalam keadaan tidak berdaya. Tangis Dewi Amba yang memilukan mengiring kepergian Dewabrata.

Sepeninggal Dewabrata, Dewi Amba merawat Begawan Ramaparsu. Satu persatu luka Ramaparasu diobati dengan dedaunan di sekitarnya. Betapa sakit dan pedih luka-luka itu, seperti luka batin Dewi Amba. Harapan yang dipercayakan kepada Ramaparasu untuk mewujudkan telah hilang musnah. Ia merasa terhempas ke dalam nasib yang paling hina.

Perlahan-lahan hatinya mulai dirambati dendam. Dendam itulah yang telah menyumbat telinga nurani untuk mendengarkan suara “Engkau adalah putri raja yang masih muda, cantik, berkepribadian dan diberi kesempatan untuk menentukan masa depanmu sendiri.”

Dalam cengkeraman dendam Dewi Amba berada dalam keputusasaan. Ia tidak lagi mempedulikan dirinya. Hidup yang dianugerahkan dibiarkan mati. Sedangkan dendam yang menghancurkan dirinya dan orang lain dibiarkan hidup dan bahkan dihidupi.

Herjaka HS



Artikel ini merupakan Hak Cipta yang dilindungi Undang Undang - Silahkan Mencopy Content dengan menyertakan Credit atau link website https://tembi.net/


Baca Juga Artikel Lainnya :




Bale Inap Bale Dokumentasi Bale Karya Bale Rupa Yogyakarta