Dhingkel
(Alat Dapur-1)
Edisi ensiklopedi kali ini mulai mengulas peralatan dapur yang sering digunakan oleh masyarakat Jawa tempo dulu hingga peralatan modern yang sekarang digunakan. Peralatan dapur tradisional, hingga saat ini sebagian masih digunakan oleh masyarakat setempat, tetapi sebagian sudah digantikan dengan peralatan yang terbuat dari bahan lain, seperti plastik, kaca, logam, atau lainnya. Peralatan dapur tradisional, dahulu digunakan hampir merata, baik masyarakat yang tinggal di negara gung (di dekat kraton), di perkotaan (kota-kota pantai) maupun di pedesaan. Peralatan dapur itu jumlahnya sangat banyak dan beraneka ragam, mulai dari tungku untuk memasak hingga alat-alat yang dipakai untuk memasak. Alat-alat memasak itu jenisnya juga bermacam-macam mulai dari yang dibuat sederhana hingga buatan pabrik. Mulai edisi ini akan diulas satu-persatu.
Dhingkel adalah alat dapur yang digunakan untuk membakar kayu untuk mamasak. Dhingkel ini biasanya terbuat dari batu bata merah yang disusun berbentuk U dan memiliki satu lubang atas. Selain batu bata, bisa juga dhingkel terbuat dari susunan batu atau benda lain yang dianggap keras, kuat, dan tahan lama sebagai dasar untuk memasak. Fungsi dhingkel sama dengan kompor atau kompor gas.
Dhingkel termasuk alat dapur yang hingga kini masih dipakai oleh warga masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan. Sebagian masyarakat kota masih menggunakan alat dhingkel sebagai ganti kompor, khususnya untuk memasak dalam skala besar, seperti saat punya hajatan dan sejenisnya. Digunakan dhingkel bisa karena dianggap lebih irit atau kebetulan masih memiliki stok kayu. Memang alat dapur dhingkel khusus untuk memasak dengan bahan dasar kayu dan sejenisnya.
Dhingkel bisa disebut dhingkel terbuka dan dhingkel berlubang. Dikatakan dhingkel terbuka apabila bagian depan, tempat memasukkan kayu, tidak diberi batu bata merah. Namun jika diberi batu bata merah di bagian atas, disebut dhingkel berlubang. Pada dhingkel terbuka, kayu bisa leluasa dimasukkan ke lubang dhingkel. Hanya saja, kadang kwali atau panci bisa goyang, karena keseimbangan kurang. Pada dhingkel berlubang, tempat memasukkan kayu terbatas, sehingga kayu tidak mudah leluasa masuk. Hanya saja, pada dhingkel berlubang posisi kwali atau panci lebih kuat karena ditahan oleh empat sisi.
Munculnya alat memasak seperti dhingkel ini, didasari di daerah pedesaan masih banyak kayu bakar dan sejenisnya yang digunakan untuk memasak. Kayu-kayu itu bisa dicari sendiri tanpa harus membeli. Kayu-kayu itu biasa dipakai untuk memasak kebutuhan sehari-hari. Tetapi kadang-kadang kayu juga harus dibeli, tetapi harganya masih jauh lebih murah jika harus menggunakan minyak tanah atau gas. Selain itu dhingkel muncul waktu lampau, karena saat itu belum umum menggunakan kompor, kompor gas, atau bahkan kompor listrik.
Ketika memasuki zaman global, ternyata sebagian masyarakat Jawa, mayoritas tinggal di pedesaan hingga saat ini masih mengandalkan dhingkel. Selain praktis juga karena pertimbangan ekonomis, dan bisa dibuat sendiri dengan mudah.
Suwandi
Sumber: Buku “Dapur dan Alat-Alat Memasak Tradisional DIY”, Sumintarsih, dkk, Departemen P&K, 1990/1991
Artikel Lainnya :
- BUKU TENTANG MUSEUM (14/09)
- 17 Februari 2011, Situs - SENDANG BUBARAN MEMUNCULKAN LEGENDA KELAHIRAN UNTUNG SURAPATI(17/02)
- Pameran Video Yang taksa [ambigu](14/04)
- 15 Nopember 2010, Klangenan - MERAPI, JALAN KALIURANG DAN ARAH SELATAN(15/11)
- 23 Januari 2010, Adat Istiadat - UPACARA ADAT SAPARAN KI AGENG WONOLELO DI PONDOK WONOLELO, WIDODOMARTANI, NGEMPLAK, SLEMAN, PROPINSI DIY(23/01)
- SAMBEL WELUT PAK SABAR(19/09)
- 6 Juli 2010, Kabar Anyar - GELAR BUDAYA YOGYAKARTA 2010: MENGENALKAN KHASANAH BUDAYA KERATON YOGYAKARTA (KASULTANAN DAN PAKU ALAMAN)(06/07)
- 11 Oktober 2010, Klangenan - BLOK M TETANGGA RT(11/10)
- JUDUL BUKU(17/06)
- Menikmati Warisan Budaya di Yogyakarta(18/03)